Lihat ke Halaman Asli

Imajinasi Palung

Diperbarui: 13 Juni 2016   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Palung kehilangan imajinasinya tadi pagi. Ia panik dan berteriak saat baru saja menyadarinya. Di dalam kamar ia berjalan mondar-mandir sambil berpikir bagaimana caranya untuk menemukan kembali imajinasinya. Tapi ia tidak juga menemukannya. Kini ia mendatangi kantor polisi, membuat laporan bahwa imajinasinya telah dicuri tadi malam. Polisi yang mengurus masalahnya bingung dan bertanya-tanya apa yang dimaksud imajinasi menurut Palung. Pemuda itu hanya mampu menjelaskan bahwa imajinasinya hilang saat ia bangun tadi pagi. Ia tidak bisa berkhayal lagi, mereka-reka cerita apa yang akan ia tulis lagi atau sekedar mengarang-ngarang alasan untuk mengelabui kekasihnya dan mendongeng di panti asuhan.

Palung yakin ada yang mencuri imajinasinya. Sebelum ia berangkat tidur, ia masih merasa bisa berkhayal. Masih bisa menggambarkan dan mengarang-ngarang satu cerita walau hanya untuk sekedar mengibuli kekasihnya yang selalu saja bertanya kabarnya lewat telepon. Dan ia bertambah yakin lagi setelah secarik kertas tergeletak di atas bantal di sebelah tempat ia tidur.

“Selamat menikmati kekosongan!”

Begitulah bunyi kalimat dalam secarik kertas itu yang ia ucapkan berulang-ulang di hadapan polisi. Wajah Palung terlihat sangat gusar. Keningnya berkerut dengan binar mata yang seperti hampir mau menangis. Setiap ia tidak bisa menahan rasa kesalnya, ia hentak-hentakkan kakinya atau ia pukul-pukul meja petugas yang sedang bekerja menanganinya.

“Saya jadi tidak bisa bekerja kalau begini!” kata polisi yang di seragamnya tersemat nama, Marlokot.

Petugas polisi yang bernama Marlokot itu mengernyit melihat tingkah Palung. Dengan malas-malasan ia mengambil alat tulisnya dan mencatat laporan Palung mengenai ada yang mencuri imajinasinya. Sesekali ketika berpura-pura serius mencatat laporan yang dibuat Palung, Marlokot melirik dengan hati-hati ke wajah Palung. Polisi yang masih muda itu seakan-akan sedang menelaah karakter Palung. Lalu setelah puas dan yakin dengan persepsinya sendiri, polisi itu tertawa kecil sambil kembali menulis laporan Palung.

“Jadi kira-kira kapan kejadiannya, Pak?” Marlokot meletakkan pena dan mengambil segelas kopi yang sudah dingin di atas meja kerja.

“Mungkin tengah malam ketika saya tidur. Ah, bukan! Saya rasa ketika subuh-subuh hari saat saya sedang benar-benar terlelap. Tunggu, atau ketika saya hendak bangun sekitar pukul tujuh!”

“Bagaimana ini? Yang mana yang benar?”

“Sebentar, coba saya pikir-pikir dulu.”

 Barang kali ada sekitar tujuh menit Palung menyia-nyiakan waktu hanya untuk mengingat kapan kejadian pencurian imajinasi itu. Polisi yang berbadan kurus dan tinggi itu mulai gelisah. Mungkin ia hendak ingin menyudahi percakapannya dengan Palung, tapi ia tidak bisa melakukannya karena ini adalah tugas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline