Selamat siang teman-teman kompasiana.
Kita semua tentu berharap tgl 17 Maret 2013 merupakan titik balik kebangkitan sepak bola Indonesia (semoga hal ini terjadi).
Baiklah teman-teman mari kita utak-atik sejenak kira-kira bagaimana kondisi sepak bola kita setelah KLB nanti. KLB merupakan titik ujung pertarungan antara PSSI dan KPSI, walaupun pertarungan tersebut seharusnya sudah bisa diselesaikan sejak awal jika pemerintah bisa tegas menerapkan UU dan aturan yang ada. Maaf untuk teman2 pro KPSI, dalam konflik ini saya menganggap KPSI berada dipihak yang salah dan seharusnya sudah sejak awal dibubarkan. Kenyataannya berkata lain, pemerintah dan PSSI tidak berkutik menghadapinya. FIFA sepertinya menjaga jarak terhadap konflik ini dan mengambil sikap menunggu ("wait and see" kata orang sono..). Kenapa kok sikap FIFA demikian, menurut perkiraan saya (saya ulang lagi menurut perkiraan saya) FIFA serba salah, mau men-suspend PSSI tetapi PSSI-nya tidak melakukan pelanggaran, mau mem-blacklist orang-orang KPSI mereka bukan anggota FIFA (ilegal). Makanya FIFA menunggu sampai setelah KLB.
Apa yang akan dilakukan FIFA setelah KLB, tentunya tergantung hasil dari KLB tersebut. Tetapi point yang jelas adalah KLB diikuti oleh voter Solo inilah yang selalu diinginkan oleh KPSI dan terpenuhi, pengembalian keempat exco ini juga terpenuhi. Dari point ini yang bisa kita ambil adalah mereka yang tadinya dianggap ilegal dijadikan legal. Point perubahan dari ilegal jadi legal ini sangat penting bagi FIFA karena dengan demikian mereka HARUS menurut aturan yang ada. Bagaimana kalau mereka tidak taat aturan setelah KLB, itu artinya FIFA langsung bisa mem-blacklist anggotanya. Selama ini FIFA tidak bisa mem-blacklist karena mereka bukan exco resmi FIFA (ilegal). Inilah yang selalu menjadi "kartu KPSI" untuk tidak membubarkan KPSI sampai KB dilaksanakan.
Bagaimana jika dalam KLB ada tambahan agenda (kalo terjadi dan disahkan) untuk mengadakan KB guna mengganti ketua umum PSSI. Bagi FIFA sepertinya itu juga tidak jadi masalah asalkan setelah itu semua mengikuti aturan(statuta FIFA).
Jadi kesimpulan saya, dalam menyelesaikan konflik sepak bola di Indonesia berlaku peribahasa "Yang waras ngalah". PSSI terutama pak Johar, Menpora dan FIFA mengalah untuk KPSI dan selanjutnya diharapkan orang-orang KPSI yang memimpin PSSI (setelah dikudeta secara halus) mengikuti secara tepat dan benar semua aturan(statuta) FIFA dan PSSI yang telah direvisi. Kalau nantinya PSSI yang dipimpin oleh para (mantan) anggota KPSI melakukan penyelewangan nampaknya FIFA tidak akan segan-segan untuk langsung men-suspend PSSI. Jadi baik-buruknya, disuspend atau tidak disuspend sepak bola Indonesia selanjutnya tergantung dari pengurus baru (kalau jadi dikudeta).
Kita sebagai masyarakat yang memiliki PSSI harus tetap mengawal, jangan terpecah lagi menjadi pendukung PSSI atau KPSI. Semuanya mendukung PSSI karena nantinya KPSI sudah gak ada :). Jangan sampai pengorbanan pak Johar dan personel lainnya yang jadi korban (seperti coach Nil) menjadi sia-sia. Disini tentunya kita sangat menghargai sikap arif dari pak Johar, walaupun sebagian ada yang mengartikan "kekalahan pak Johar".
Harapan saya (tentunya harapan semua masyarakat Indonesia), setelah "Yang waras ngalah" selanjutnya yang tadinya "gak waras" menjadi waras. Kalau tetap tidak waras siap-siap menghadapi perlawanan rakyat Indonesia dan suspend dari FIFA. Saya rasa teman-teman yang saat ini ada di pihak KPSI juga menginginkan sepak bola Indonesia maju dan bersih.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H