Dua hari yang lalu, sepulang dari belanja keperluan untuk rumah tangga, sy mampir di tokonya Maspion di daerah Waru Sidoarjo. Istri masuk toko memilih-milih barang-barang yg diperlukan, biasa, piring gelas dan sekitarnya. Kami baru menambah bbrp pegawai, piring gelas yg ada jadi tidak mencukupi. Saya sendiri memilih nongkrong nunggu di depan toko, kebetulan ada tukang sate yg sedang membakar sate dgn semangatnya. Sy mendekat. Maklum, bau sate selalu bikin orang lapar. Jangankan didekatnya yg tercium aroma sate, sekarang pun membayangkan sate dibakar saja sudah bikin lapar.
Saya cuma berdiri di dekat gerobak satenya. Mengamati. Kok daging satenya rada beda dgn sate ayam dan kambing yg biasanya ya? seperti ginjur2, entah itu yg dibakar daging bagian mana? jadi ngeri juga. Secara tidak sadar sy jadi mengeryitkan kening. Eh, tahu-tahu si tukang sate malah negor duluan;
"darimana bos?" (jiah, sok akrab sekali orang ini menyapa, usianya 40-an lebih, logat Madura)
"ada, dari toko itu" (nunjuk ke toko maspion)
"belanja apa bos?" (wah kok ngejar)
"piring" (lagi malas jawab panjang, lebih tertarik mengamati sate, meskipun aromaya menggoda, tapi pemandangannya mengerikan)
"kok gak beli di sebelah sana itu saja bos?" (nunjuk supermarket Giant)
"parkirnya jauh, mesti jalan lagi, kalo ini kan tinggal brenti depan toko" (mulai melayani pertanyaannya)
"tapi disana parkirnya gratis lho bos, disini mesti bayar 2000 perak" (lho hebat jg pertimbangannya, ak gak pernah mikirin ada biaya parkir, pertimbangnannya cukup detail)
"lha sampean sendiri knp gak jualan sate disana? disana kan lebih rame"
"diusir satpol PP bos" (lho, baru tahu satpol PP ngobrak pelataran parkir swasta, tapi ini baru terpikir skrg, kemaren tidak terpikir)
"kalo jualan dipertokoan sini dibolehin ama satpol PP? ak sering kesini kok gak pernah lihat sampean jualan?"