Lihat ke Halaman Asli

Pengalihan

Diperbarui: 15 November 2016   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya tidak share korban bom di Kalimantan. Anak sendiri saja sakit panas rasanya ingin menggantikan mereka yang sakit apalagi kulit terkelupas seperti itu.

Kita lihat bahwa agama apapun komennya sedih turut belasungkawa. Karena teroris itu sebenarnya musuh bersama. Kita prihatin dengan kondisi di Yaman, Suriah dan negara-negara yang bertikai antar faksi di negara mereka sendiri tetapi seharusnya ini juga jadi pelajaran bagi kita negara kesatuan bahwa perbedaan itu memang dari awalnya Indonesia ini terdiri dari berbagai perbedaan tetapi mau bersatu untuk membangun nusantara. Jadi keharmonisan yang selama ini adalah syukur luar biasa adalah karunia Allah kepada bangsa ini.

Jangan mau dialihkan dengan kepentingan politik. Pinjam lagi istilah mantan, “prihatin”.  Lembaga sertifikasi juga bukannya membuat kedamaian malah terus menyampaikan kalimat menyakitkan. Bahwa bom itu pengalihan padahal pelakunya eks tahanan teroris. Belum lagi  komentar, mana mungkin pelaku memakai kaos seperti itu. Pasti karena pengalihan issue Ahok. Ahok lagi...Ahok lagi. Kepentingan pilkada masuk sampai pelosok dan kita sebenarnya mau dibagi oleh kepentingan kekuasaan. Sekarang malah dibalik.....masak karena Ahok NKRI harus ribut. Lha yang buat ini menjadi keributan siapa lalu kemudian menuding siapa. Kalau semua mau tenang, maka biarlah proses hukum berjalan. Proses hukum belum ada hasilnya sudah bertekad akan buat aksi bilamana hasilnya tidak bersalah. Hadeh.

Di ILC Panglima TNI berbicara tentang bahaya lebih besar, tetapi kembali lagi pembicara lain mengalihkan ke hal yang itu-itu lagi yang seharusnya sudah ditangani secara hukum.  Panglima berbicara tentang hal lebih substansi sehingga kita sendiri tidak ternista.  Kapolri sudah bicara jelas tentang aspek hukum, bukti-bukti dilapangan bukan opini dan akan disampaikan terbuka. Apakah harus menyangsikan kredibilitas kedua pimpinan ini? Selain pejabat mereka juga orang beragama yang taat.

Apakah harus memaksakan satu kelompok berkuasa atas kelompok lain....maka kita kembali ke zaman bar-bar. Negara  yang bertikai saat ini pasti disusupi kepentingan luar. 350 tahun dijajah dan tetap ingin dijajah, karena berkelimpahan kekayaan kita ini tapi sampai saat ini masih ‘dikuasai’asing. Perlahan kita mau bergerak maju tapi kecupetan berpikir menjadi hambatan yang menghancurkan. Selama kita tidak beres, negara tetangga yang selalu mengambil kekayaan negara kita. Sudah merdeka tapi kekayaan terus dicaplok negara lain. Bukan hanya kekayaan alam, budaya juga serta batas wilayah. Sekarang kita baru tersadar akan yang kita miliki, diperangi, diperjuangkan tetapi mulai lagi direcokkin oleh kepentingan-kepentingan kekuasaan yang padahal kalau dihitung-hitung orang berkuasa paling banyak 10 tahun. Habis itu harus dialihkan ke generasi berikutnya.

Kekuasaan pada negara hanya terbatas, beda dengan jadi pimpinan agama. Gelar keagamaan melekat sampai mati. Tidak mungkin dialihkan. Bahkan selama-lamanya ORBA, hanya 32 tahun. Jabatan ada masanya. Apalagi saat ini UU dengan jelas membatasi jabatan seseorang. Tidak perlu de demo, jabatan dia akan berakhir sendiri.

Bukankah agama harusnya menuntun pada keharmonisan? Keyakinan memang harus kokoh terhadap agama masing-masing, tapi ingat dalam keberagaman maka ada berbagai keyakinan sehingga harus ada aturan  yang menjaga dan mempersatukannya. Dari awal kita sudah berbeda dan sepakat dalam NKRI payung Pancasila dan UUD 45. Masak setelah sekian lama berhasil mau saja terpecah belah.

Memang kalau kelompok yang satu menguasai kelompok yang lain, apakah dapat menjamin kemajuan bangsa kita? Kalau memang harus demikian maka kita lakukan baik-baik tidak dengan cara bar bar. Boleh saja lakukan referendum. Gampang kan. Tidak perlu saling bunuh. Kadang harga diri lebih tinggi dari nyawa kehidupan itu sendiri. Makanya bom dilemparkan kedalam kerumunan orang tidak bersalah  dianggap sebagai pengabdian dan bakti pada keyakinannya. Yakin kita beragama? Maka lakukan dengan cara elegan, bermartabat dan penuh Iman. Tidak punya agama saja seperti Atheis memahami bahwa ada aturan yang harus ditaati, apalagi mereka yang mengaku beragama.

Memang benar ada kelompok yang ingin memecah belah kita. Ada kelompok yang ingin mengalihkan kita dari keharmonisan pada kekacauan. Kelompok yang lebih mementingkan kepentingan kelompoknnya sangat nyata. Tinggal pemerintah yang harus berdiri dengan kewenangan hukumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline