Lihat ke Halaman Asli

Tabunganku...ke Manakah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1299757333927710003

Setiap awal bulan, saya punya kebiasaan selalu mengantar Ibunda saya ke salah satu Bank Negara untuk urusan pensiunan yang beliau terima dari Alm Ayah dan juga pensiunan beliau sendiri. Seperti biasa pagi itu jika awal bulan suasananya sangat ramai dengan antrian orang yang sudah sepuh-sepuh. Saya biasanya memilih untuk mengambil tempat duduk paling belakang, karena saya tahu biasanya Ibu selalu lama, apalagi jika beliau sudah bertemu dengan teman-teman sejawatnya dulu, pasti mereka akan bernostalgia ria. Saya suka sekali mengamati mereka-mereka yang sudah sepuh, tingkah laku mereka masih energik tak kalah dengan anak muda jika sedang bertemu dengan teman-temannya, masih tertawa penuh canda... saya berpikir suatu saat nanti saya akan menjadi seperti mereka... tua. Saya menoleh kesamping, disebelah saya duduk seorang Ibu separuh baya, saya tersenyum padanya dan menganggukkan kepala saya " mau menabung bu" sapa dan tanya saya. "Dikatakan menabung ia juga nak...dikatakan tidak juga bisa", jawab Ibu itu. Saya jadi penasaran dengan jawaban Ibu tadi, dan saya berhasrat mengajaknya mengobrol, karena kebetulan no antri tiket Ibu itu masih kurang 24 antrian lagi...saya tahu karena saya melirik no antrian yang dia pegang. "Kenapa begitu bu" tanya saya penasaran Dengan senyum bersahaja dan ihklas kesan yang saya tangkap dari wajah Ibu itu menjelaskan. " Saya punya satu putri, sekarang putri saya sudah kuliah di Surabaya ITS semester 6...Alhamdulillah dia anak yang rajin. Dari saya muda dulu, saya selalu rajin menabung, tapi uangnya tak pernah terkumpul sampai saat ini..." Saya semakin penasaran dengan jawaban Ibu. "Kenapa bisa begitu bu...?" "Uang yang telah saya tabungkan beberapa tahun, selalu saja keluar, awalnya saudara laki-laki dari suami saya yang kebetulan kena PHK meminta tolong pinjam uang untuk modal usaha kecilnya, saya ikhlas membantunya...setelah itu saya menabung lagi, beberapa tahun kemudian putra kakak saya mau melanjutkan ke perguruan tinggi dan kebetulan Ayahnya meninggal dalam kecelakaan, saya sebagai buleknya tidak sampai hati untuk tidak membantu keponakan saya sendiri, karena saya lihat anaknya juga cerdas dan berprestasi...." "hhhhmmm...Niat untuk menabung dihari tua saya, tak pernah tercapai karena selalu ada saja yang lebih membutuhkan uang yang saya tabung..." Ibu itu berkata sambil tersenyum...tulus dan sangat bersahaja. " Begitulah seterusnya Mbak, saya selalu ada saja rezeki untuk membantu saudara dekat saya dengan tabungan yang saya kumpulkan" Saya sangat mengagumi kebaikan hati Ibu itu, ternyata uang yang dia tabungkan dan terkumpul, selalu berpindah tangan kepada orang yang lebih membutuhkannya. " Ini saya mau mengambil uang dari tabungan saya, karena anak tukang becak langganan tetap saya yang selalu setia mengantarkan saya belanja ke pasar, ingin melanjutkan ke SMK otomotif...bapaknya bilang ( Abang tukang becak), anaknya menangis bahwa dia tidak mau menjadi seperti bapaknya, anak itu ingin nanti kerja di bengkel, setidaknya punya ketrampilan diatas bapaknya..." "Saya sangat terenyuh sekali dengan keinginan anak itu, dan saya berniat membantunya...mbak tahu sendiri kan, sekarang biaya sekolah masuk SMK saja sudah hampir 3 jutaan, dan berapalah penghasilan Bapak tukang becak itu..." "ooohhh"...saya terperanjat, terdiam ... " Ibu sangat baik dan mulia sekali hatinya" kata-kata itu yang sempat saya ucapkan. "Ah..tidak mbak, kalau saya pikir-pikir ternyata uang saya tak pernah hilang, uang yang saya tabung tetep pada tempatnya...saya menabung untuk akherat saya" Saya termenung sendiri, sesaat setelah mengakhiri percakapan dengan Ibu tadi. Ibu itu sangat menyakini sekali, bahwa uang yang selama ini dia tabung, adalah tabungan" hari depannya"....hhhmmm saya ambil buku tabungan saya dari dalam tas yang saya bawa, dan saya baca dengan seksama sederet angka-angka yang tertera di buku tabungan hidup saya...Sanggupkah saya melakukan hal yang sama seperti Ibu itu, memberikan sebagian tabungan duniawi untuk tiket perjalanan ke "masa depan". Selagi saya masih muda, masih kuat, masih sehat...dan selagi saya masih diberi umur...Subahanallah. Dan keputusan ada pada diri saya sendiri. Tuhan mengetuk hati tiap umatnya dengan cara yang berbeda-beda...amin. Semoga yang simple ini bermanfaat.

"God never come too late. He never come to early, too. He will come right ontime, but His timing is different from our timing" Gambar: koleksi foto pribadi sahabat  Chinandra Ym Prasastie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline