Lihat ke Halaman Asli

Jeanne Noveline Tedja

Founder & CEO Rumah Pemberdayaan

Waspadai "Cabin Fever" pada Anak

Diperbarui: 29 Mei 2020   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demi memutus mata rantai penyebaran virus penyakit Covid-19, Pemerintah memberlakukan kebijakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) bagi siswa di semua jenjang pendidikan sejak 16 Maret 2020 lalu.

Pada minggu-minggu pertama belajar dari rumah, terasa menyenangkan bagi anak-anak karena mereka tidak perlu pergi ke sekolah. Mereka juga mendapat pengalaman baru belajar secara daring menggunakan laptop atau smartphone.

Namun setelah dua bulan lebih belajar dirumah, rasa bosan pasti muncul. Apalagi ditambah rasa lelah dan stress akibat tugas-tugas yang diberikan oleh guru-guru di sekolah.

Anak-anak beresiko mengalami "cabin fever". Istilah 'cabin fever' tak termasuk ke dalam gangguan psikologis. Istilah ini merujuk pada perasaan yang terkait dengan kondisi terisolasi dari dunia luar.

Merunut waktu, istilah ini telah digunakan para ahli sejak lama. Pada awal 1990-an di Amerika Utara, istilah ini digunakan untuk seseorang yang diisolasi di area terpencil atau kabin saat musim dingin.

Udara dingin membuat seseorang harus tetap berada di dalam ruangan sepanjang waktu. Jauh sebelum itu, istilah tersebut digunakan untuk pasien-pasien yang dirumahkan karena demam tifoid atau tifus pada tahun 1800-an.

Menurut Psikolog Vaile Wright (dilansir CNN) Cabin fever melibatkan serangkaian emosi negatif dan tekanan yang terkait dengan pembatasan. Dalam kondisi ini, seseorang akan mudah marah, bosan, putus asa, gelisah, merasa sedih, hingga sulit berkonsentrasi.

Oleh karenanya orangtua patut mewaspadai hal ini agar anak-anak terhindar dari ancaman "cabin fever".

Walau bagaimanapun, anak-anak tetap harus mendapatkan hak nya antara lain hak kesehatan, hak bermain dan hak mendapatkan kasih sayang penuh dan pengawasan dari orangtua.

Untuk mengatasi kebosanan dan rasa lelah akibat mengerjakan tugas sekolah, orang tua bisa menciptakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan seperti memasak bersama, berkebun, bermain monopoli dsb.

Orangtua juga tetap aktif menanyakan dan membimbing anak-anak dalam mengerjakan tugas sekolah. Mengajak anak-anak melakukan kegiatan beribadah bersama di bulan Ramadhan juga salah satu solusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline