Perubahan fungsi trotoar sebagai lahan parkir bagi kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat menjadi isu terkini yang tengah dihadapi masyarakat Depok, di mana keberadaan trotoar tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Keluhan demi keluhan diutarakan warga Depok sejak dilakukan revitalisasi trotoar pada tahun 2023 lalu. Trotoar pada dasarnya dirancang untuk digunakan oleh pejalan kaki; namun, pengendara kendaraan bermotor seringkali mengabaikan pentingnya hal ini dengan berlaku egois sehingga membuat pejalan kaki harus mengorbankan haknya sendiri.
Menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, telah diatur bahwasanya pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyebrangan, dan fasilitas lainnya. Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib mengutamakan keselamatan para pejalan kaki dan sepatutnya tidak merebut hak mereka. Hal ini juga berkaitan dengan keselamatan pejalan kaki penyandang disabilitas, di mana hendaknya pengguna kendaraan bermotor tidak melewati tanda khusus yang telah disediakan untuk mereka. Selain itu, kesadaran diri pribadi juga sangat penting untuk memastikan efektivitas undang-undang terkait.
Tidak jarang ditemukan pejalan kaki yang menepi untuk memberikan jalan kepada sepeda motor yang berlalu-lalang. Padahal, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki dan bukan untuk pengguna kendaraan bermotor. Disebutkan juga oleh salah satu warga bahwa tiang pengaman atau bollard tidak cukup sempit untuk mencegah sepeda motor yang ingin melalui trotoar tersebut. Bahkan, di beberapa titik, pejalan kaki harus turun ke jalan agar dapat terus melanjutkan perjalanan, karena trotoar sudah ditempati pemilik kendaraan untuk memarkirkan kendaraannya.
Ironinya, permasalahan ini tidak hanya terjadi di Jalan Margonda Raya saja, tetapi juga meluas hingga daerah sekitar Stasiun Depok Lama. Banyaknya pengemudi ojek online memarkirkan kendaraannya di trotoar sambil menunggu penumpang membuat pergerakan pejalan kaki terhambat dan turut menyebabkan kemacetan lalu lintas di kawasan tersebut. Tak bisa dipungkiri, potensi menarik penumpang di dekat stasiun cukup besar. Maka dari itu, para pengemudi ojek online memanfaatkan peluang ini dengan sesuka hati tanpa mempertimbangkan fungsi trotoar yang sebenarnya.
Sejumlah warga mengeluhkan bagaimana sulitnya mengakses trotoar dengan alasan banyaknya sepeda motor parkir sembarangan yang mana menjadi penghambat mobilitas mereka. Ditambah lagi munculnya kekhawatiran mengenai pengguna sepeda motor yang kerap kali melawan arah dengan melintasi trotoar demi menghindari kemacetan di jalur lainnya. Perilaku ini menimbulkan risiko yang signifikan tidak hanya bagi pejalan kaki tetapi juga keselamatan pengendara itu sendiri.
Tantangan yang dihadapi tidak hanya ditimbulkan oleh sejumlah pengendara kendaraan beroda dua; juga mencakup kendaraan roda empat yang dengan sembrono menempati separuh trotoar sebagai lahan parkir. Dalam diskusi pemerintah yang telah dilakukan, berbagai langkah sudah pernah diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Seperti contohnya, Wakil Wali Kota Depok, Imam Budi Hartono, mengusulkan pemanfaatan kawasan Balai Kota Depok sebagai tempat peruntukan parkir kendaraan. Sayangnya, inisiatif-inisiatif ini belum membuahkan hasil positif yang diharapkan.
Laporan terkini pada Selasa, 23 Juli, terungkap bahwa Dishub Satpol PP Kota Depok telah menerapkan penertiban trotoar sepanjang Jalan Margonda Raya, dengan menggembosi 42 motor dan menggembok 3 mobil. Deris M Riza menuturkan, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini, termasuk memberikan sosialisasi dan penindakan langsung. Meski demikian, tingkat kesadaran masyarakatnya sendiri yang masih belum optimal membuat upaya ini seakan sia-sia.
Mengurangi kendaraan bermotor yang parkir sembarangan di trotoar membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Salah satu langkah efektif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan patroli aktif dan pengawasan rutin oleh Satpol PP, termasuk juga dengan penerapan sistem pemantauan menggunakan CCTV. Dengan bantuan teknologi yang semakin canggih, kamera-kamera hendaknya dapat diprogram untuk secara otomatis mendeteksi pelanggar, sehingga tindakan hukum lebih lanjut dapat dilakukan dengan lebih cepat. Di sisi lain, berkaitan dengan bollard yang dikatakan masih kurang sempit, dapat diatasi dengan mendesain ulang bollard tersebut dengan jarak yang lebih dekat satu sama lainnya, sehingga secara efektif mencegah pengendara kendaraan bermotor untuk lewat. Selain itu, perlu diketahui bahwa adanya kampanye edukasi yang menekankan pentingnya trotoar sebagai hak pejalan kaki tidak kalah penting untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat. Upaya ini harus menjadi upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah dan komunitas lokal, dengan memanfaatkan berbagai platform seperti spanduk dan media sosial. Solusi-solusi tersebut hendaknya dapat diimplementasikan secara bersamaan untuk menciptakan perubahan yang lebih signifikan dan bertahan lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H