Lihat ke Halaman Asli

Ketika Semak Duri Menjadi Raja

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah refleksi tentang sikap politik di alam demokrasi menjelang pemilu Presiden dan wakil Presiden.

Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia telah menjadi sebuah negara demokrasi bersamaan dengan tumbangnya resim Orde Baru. Pada saat yang bersamaan, duniapun bukan saja hanya mengetahui tetapi juga mengakui bahwa ini adalah merupakan suatu prestasi besar yang ditorehkan dalam sejarah bangsa Indonesia.

Namun apa yang dialami oleh bangsa kita saat ini, yakni terutama tentang suasana politik menjelang Pemilu yang tinggal menghitung hari. Banyak sekali hal-hal ataupun kejadian-kejadian yang sulit untuk bisa dicerna akal sehat. Bagaimana mungkin. Secara resmi telah ditetapkan bahwa kampanye baru akan dimulai pada tanggal 4 juni 2014, akan tetapi apa yang terjadi sekarang ini.


Sejak pengumuman hasil pemilu legislatif beberapa waktu yang lalu kalau boleh dikatakan bahwa secara tidak langsung, kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sesungguhnya telah dimulai yakni ditandai dengan adanya orasi-orasi yang disiarkan secara terbuka ataupun langsung melalui berbagai media elektronik, yang walaupun dikatakan bahwa semua itu dilakukan dalam konteks yang berbeda, namun lebih kurang intinya adalah sama. Adanya kampanye ataupun propaganda-propaganda yang dilakukan melalui masmedia, dimana saling menyerang antar kedua kubu. Belum lagi ditambah dengan maraknyablack
campaignyang saling menyudutkan.

Ironisnya lagi sampai dengan detik ini tidak seorangpun di negeri ini yang berani mengingatkan bahwa belum waktunya untuk memulai kampanye. Lalu apa artinya penetapan tanggal 4 Juni 2014 sebagai tanggal dimulainya kampanye?


Kondisi ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang. Beginikah wujudnya demokrasi yang kita perjuangkan selama ini?

Ada sebuah kisah dalam kitab Hakim Hakim tentang pemilihan raja bagi Sikhem, mengingat raja Yerubaal telah lanjut usianya. Dikisahkan bahwa raja Yerubaal lebih kurang memiliki 70 orang anak dari istri istrinya yang dinikahi secara syah dan seorang anak bernama Abimelekh dari selirnya. Secara diam diam Abimelekh ingin mewujudkan niatnya menjadi raja menggantikan ayahnya Yerubaal, walaupun ia menyadari bahwa ia hanya anak seorang selir.


Abimelekh bukan saja menempuh cara-cara yang tidak bermoral yakni berlaku curang dengan memprovokasi rakyat untuk mendukungnya menjadi raja, akan tetapi dia juga tega membunuh ke 70 orang saudaranya yang lebih pantas menggantikan ayah mereka. Setelah ia melaksanakan niatnya yang keji itu, maka penduduk Sikhem secara aklamasi menetapkan Abimelekh sebagai raja Sikhem menggantikan Yerubaal ayahnya.

Pada saat pengukuhan Abimelekh sebagai raja Sikhem, ia berkisah tentang pohon pohon dihutan, dimana suatu ketika mereka mencoba mengangkat raja diantara mereka. Secara berurutan ditawarkanlah jabatan raja kepada pohon Zaitun, kemudian pohon ara lalu berikutnya kepada pohon anggur. Namun semuanya menolak dengan alasan masing masing, yang pada intinya tidak bersedia menerima tanggung jawab menjadi raja diantara pohon-pohon di hutan. Setelah itu para pohon bersepakat untuk meminta kesediaan Semak duri. Lalu mereka berkata kepadanya: Marilah, jadilah raja atas kami. Diluar dugaan mereka, Semak duri menunjukan sikap yang sangat responsif, yakni dengan segera memberikan jawaban. Jika kamu semua sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, dalanglah berlindung dibawah naunganku. Tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semakduri dan membakar habis pohon pohon aras yang ada di gunung Libanon.


Suatu jawaban kesanggupan namun sekaligus diikuti dengan tekanan yang menunjukan bagaimana kekuasaan yang pada akhirnya menuntut adanya kepatutan mutlak. Kekuasaan lalu menggoda pemiliknya untuk memuaskan keinginan pribadi dan dominasinya.

Merujuk pada kisah raja Abimelekh tersebut diatas, kiranya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa apa yang dilakukan Abimelekh untuk menggapai cita citanya menjadi raja Zikhem, lebih kurang hampir sama ataupun mirip dengan semua yang kita saksikan akhir akhir ini, yakni menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline