Hampir sebulan penuh tidak menulis di Kompasiana seakan hampir merobohkan kembali semangat literasi yang bergelora. Ada banyak kegiatan juga kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga membuat hobi ini menjadi terlupakan. Pastinya pula sebagai sebuah hobi yang lahir dari hati maka menulis pun ternyata sangat tergantung dari kondisi hati atau suasana kebatinan seseorang.
Apa benar atau tidak bagi saya fix no debat kondisi atau suasana hati menjadi salah satu faktor utama bagi setiap pencinta atau pehobi literasi. Jadi saran saya buat para blogger buatlah suasana hatimu selalu tenang dan jiwa yang selalu berdamai dengan pikiran yang akan membuat ide dan gagasan menulis akan mengalir seperti air. Setuju atau tidak boleh ntar diskusi di kolom komentar. Mantap!
Yang pasti hari ini kita semua telah menapaki di awal bulan Agustus dan hampir tidak terasa dengan tetap kondisi yang sedang tidak baik-baik saja di seantero negeri dengan pelaksanaan "PPKM" (arti sebenarnya adalah "Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat" dan juga begitu banyak pelesetannya) sebagai sebuah kebijakan pemerintah yang was-was dengan kondisi pandemi Covid-19 yang semakin meluas dan meningkat menjangkiti masyarakat.
Cukup menjadi sebuah alasan dan faktual terjadi di masyarakat bahwa secara fisik dan psikis juga akan mempengaruhi suasana kebatinan apalagi kesehatan fisik yang wajib untuk dijaga dengan asupan makanan lewat berusaha atau bekerja mencari sesuap nasi.
Semua dalam kondisi sulit dan terjepit namun selama asa masih terpelihara seyogyanya tidak ada alasan bagi setiap kita untuk menyerah dan kemudian bisa mati sia-sia karena imun terganggu dan kemudian menjadi santapan virus yang tak tampak yang semaunya menjangkiti setiap kita.
Pilihan untuk tetap berjuang saat kondisi sulit bukanlah mudah namun menyerah menjadi sebuah kekonyolan hidup di hari-hari ini. Karena apapun kondisinya seorang sahabat mengatakan bahwa pada akhirnya hanya orang yang kuat (terbaik) yang akan bertahan melewati hari-hari sulit.
Sebagaimana manusia yang dikenal dengan punya tubuh dan jiwa (roh) maka kedua elemen ini mejadi penentu untuk kembali mengingatkan setiap individu terhadap tujuan dan arah hidup. Fisik atau tubuh bisa saja terpelihara dengan ketersediaan makanan dan minuman yang bergizi namun psikis atau kebatinan akan terpelihara dengan baik bila tetap memelihara "api enerjik dan kreativitas".
Punya semangat dan pastinya kesehatan dari seluruh anggota tubuh untuk melaksanakan aktivitas dengan tanpa halangan apapun akan disempurnakan dengan semangat membara untuk mencipta atau berkreasi.
Tetap memelihara semangat berkarya meski dengan begitu banyak batasan gerak dan ruang dalam beraktivitas maka pilihan untuk berkarya dan berjumpa dalam ruang kreasi lewat semangat literasi adalah sebuah pilihan terbaik.
Literasi yang dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan kecakapan hidup. Gelora semangat literasi yang semakin dirasakan serta mengingatkan saya dan anda bahwa negeri ini memerlukan narasi-narasi yang mengedukasi tanpa halangan di tengah pandemi.
Semakin membutuhkan jutaan penulis dengan membagikan narasi berikut literasi yang sadar atau tidak ternyata lebih efektif daripada sekedar kata basa-basi apalagi sensasi dengan menebar hoax.
Literasi yang baik tentunya adalah narasi yang dibangun secara faktual, bukan imajinasi atau fantasi serta berdasarkan realitas yang ada.
Sikap mental yang baik ditengah pandemi dan kemajuan digitalisasi seharusnya sudah menjadi gaya hidup yang mumpuni baik untuk diri sendiri atau berkonstribusi buat orang lain.