Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Calon Independen

Diperbarui: 6 April 2016   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : youtu.be/21SaUWp_diI diunduh pada 5 April 2016"][/caption]Keputusan Basuki Tjahaja Purnama untuk maju melalui jalur perseorangan atau jalur independen dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 nanti bukan lah fenomena majunya “calon independen” yang pertama kali di Indonesia, hal ini pernah terjadi saat Pilkada Serentak 2015. Anggapan bahwa fenomena ini merupakan bentuk deparpolisasi merupakan sesat pikir publik. Deparpolisasi merupakan upaya sistemik untuk menafikan keberadaan partai politik atau melumpuhkan fungsi-fungsi utamanya dalam sistem demokrasi yang dipraktikkan (Heryanto, 2016). [1]

Syarat calon independen di Indonesia adalah dengan menggalang dukungan konstituen melalui pengumpulan fotokopi KTP. Dukungan rakyat terhadap calon independen dapat diproyeksikan melalui jumlah KTP yang terkumpul. Meskipun dukungan yang diperoleh dari konstituen tinggi, bukan berarti calon independen akan terhindar dari konsekuensi politik saat ia terpilih. Menurut Ramlan Surbakti, calon perseorangan yang terpilih menjadi kepala daerah diperkirakan akan menghadapi kesukaran mendapatkan dukungan dari semua partai politik.[2] Konsekuensi ini dipertimbangkan dari pembuatan kebijakan publik yang tidak terlepaskan dari campur tangan DPRD yang anggotanya berasal dari partai politik. Meskipun demikian, Ramlan Surbakti mengungkapkan bahwa hal ini juga tergantung dengan bagaimana komposisi DPRD, fragmentaris (perolehan kursi partai di DPRD relatif seimbang, tidak ada partai politik yang mencapai jumlah anggota yang signifikan) atau relatif homogen (terdapat satu atau dua partai politik yang memiliki jumlah kursi yang signifikan). [3]

Sesungguhnya majunya calon independen merupakan hal yang wajar dalam proses demokratisasi. Dalam segi tertentu, tampilnya calon perseorangan merupakan kabar baik bagi konsolidasi demokrasi (Azra, 2016).[4] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fenomena calon independen merupakan bentuk penguatan pada tahap konsolidasi dalam proses demokratisasi Indonesia. Menurut saya hal ini juga merupakan wake up call bagi partai politik di Indonesia untuk melakukan refleksi diri agar eksistensinya di kancah politik Indonesia tidak pudar. Partai politik Indonesia harus mulai menunjukkan hasil kaderisasi yang kompeten sehingga pemerintahan dapat diisi oleh pemimpin yang mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan rakyat.

Referensi

[1] Gun Gun Heryanto, Partisipasi Politik Generasi Y, Koran Harian Kompas, 4 April 2016.

[2] Ramlan Surbakti, Calon Perseorangan dan Pemda, Koran Harian Kompas, 31 Maret 2016.

[3] Ramlan Surbakti, Ibid.

[4] Azyumardi Azra, Calon Perseorangan dan Parpol, Koran Harian Kompas, 5 April 2016.

 

Pos juga dapat dilihat di blog saya : http://wp.me/p7pA2y-A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline