Sangkal demi sangkal, siksaan rikuhnya kalbu
Rikuh yang tak dapat dipungkiri - aneh tapi nyata - lebih dari pada, jangan bicara cinta.
Sang surya kau tinggalkan rasa, walakin dirimu kini bahkan enggan menanggapi sapa seorang kesuma, seakan kau tak lagi ada, seakan kau tak lagi mencurah rasa.
ini kah dirimu yang sesungguhnya? seorang non chalant? lantas dikau pancarkan sinarmu pada siapa?
Sang kesuma tersadar akan segala rasa yang selama ini ada, yang selama ini diselimuti tanda tanya, sebuah rasa bukan cinta, entah apa, namun rikuh rasanya. Entah apa yang kesuma perbuat pada dikau surya-ku, sampai kau sekeras cadas.
Kumohon, cukupkan sudah, periode hukuman ini, cukupkan, aku tidak mampu lagi. Setidaknya, Tuhan jawab apa maksud dari berisiknya hati, berbentang kebenaran menjawab maksud dari sedih kehilangan seseorang.
Sang kesuma tak tinggal diam, separuh hidupnya kini diwarnai refleksi diri, tak ada yang lebih berharga, dari jawaban yang bahkan sempat enggan didengarnya, sang kesuma kini pincang, tak lagi merekah seperti biasa, namun semua harus tetap berjalan bukan? ribuan sarang madu harus hidup. Kehidupannya-kehidupan makhluk disekitarnya harus tetap berjalan.
Aku berharap ceriamu bisa dibawa saat dirimu sendiri, tanpa aku, tanpa siapapun, seolah dirimu yang maha kuat, tanpa kesepian.
sampaiku, jangan kau biarkan dirimu sendiri butuh kehangatan, jangan biarkan dirimu sendiri butuh keceriaan, karena hamba tau, di dalam hatimu kau sungguh sepi.
Wahai sang surya, aku rindu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H