Selang sebulan setelah peluncuran Spacecraft Candrayana-3 oleh India, Rusia meluncurkan Spacecraft Luna-25 pada 11 Agustus 2023. Keduanya memiliki tujuan pendaratan yang sama yaitu kutub utara bulan, namun rute yang diambil ambil masing-masing untuk mencapai bulan sangat berbeda.
Candrayana-3, lepas landas dari Bumi pada 24 Juli 2023 dengan membawa muatan peralatan ilmiah serta sebuah land rover kecil beroda enam untuk menjelajahi permukaan Bulan, dijadwalkan mendarat di permukaan Bulan pada tanggal 23 Agustus setelah terlebih dahulu melingkar beberapa kali di sekitar Bumi dan menghabiskan beberapa minggu mengorbit Bulan sebagai persiapan untuk mendarat. Sementara itu, Luna-25 ya2ng lepas landas sekitar pukul 2 pagi waktu Moskow pada tanggal 11 Agustus 20(11 malam GMT 10 Agustus), mengambil rute yang jauh lebih cepat dan lebih langsung menuju Bulan dan bisa mencapai permukaan dalam waktu sekitar 10 hari setelah peluncuran, yaitu pada tanggal 21 Agustus 2023.
Masing-masing wahana antariksa memiliki misi yang sama-sama menarik yaitu mencari deposit es air, yang diyakini ada di daerah yang teduh di sekitar Kutub Selatan Bulan. Es air ini memiliki nilai penting dalam eksplorasi antariksa, karena air es tersebut dapat diubah menjadi oksigen dan hidrogen, yang bisa menjadi sumber bahan bakar roket di masa depan di pangkalan Bulan dan oksigen untuk koloni manusia di masa depan. Dengan mengambil rute yang lebih cepat, Pejabat Badan Antariksa Rusia Roscosmos tidak menyembunyikan keinginan Rusia untuk menjadi yang pertama mendarat di Kutub Selatan Bulan.
Perlombaan yang dikenal sebagai persaingan antara Luna-25 dan Chandrayaan-3 mencerminkan awal dari era baru dalam eksplorasi Bulan. Di era ini, berbagai negara seperti Amerika Serikat, Israel, dan China, serta perusahaan-perusahaan swasta, tengah mengarahkan upaya mereka menuju Bulan dengan menggunakan wahana antariksa dan merencanakan misi berawak di masa depan. Meskipun bagi banyak pihak, persaingan ini hanya dianggap sebagai kompetisi yang bersahabat, tetapi pada kenyataannya, ini merupakan pertaruhan yang lebih dalam terkait eksplorasi manusia untuk menghasilkan perkembangan yang signifikan dalam penaklukan Tata Surya dalam beberapa dekade dan abad mendatang.
Peluncuran misi Luna-25 setelah Candrayana-3 lepas landas empat minggu yang lalu menurut Wendy Whitman Cobb, profesor studi strategi dan keamanan di Air University Angkatan Udara dan Antariksa Amerika Serikat suatu peristiwa kebetulan yang disengaja karena, siapa yang berhasil mencapai tujuan terlebih dahulu, memiliki potensi untuk memberikan dampak yang besar dalam perjalanan eksplorasi manusia di luar Bumi. tetapi ada perbedaan pendapat mengenai kepemilikan sumber daya di sana
Amerika Serikat, Inggris, dan India adalah beberapa dari 27 negara yang bergabung dalam Artemis Accords yaitu seperangkat prinsip bersama untuk mengatur eksplorasi sipil dan penggunaan luar angkasa termasuk pelepasan data ilmiah ke publik. Sementara itu, Rusia dan China bekerja sama dalam membangun pangkalan Bulan masa depan mereka, yaitu International Lunar Research Station. Kemungkinan konstruksinya dapat dimulai pada tahun 2026. Luna-25 dan Chandrayaan-3 pada dasarnya adalah langkah awal dari dua konglomerasi internasional ini.
Pertanyaan mendasar adalah apa yang akan terjadi setelah pangkalan roket didirikan dan negara-negara yang sudah sampai mulai mengekstraksi sumber daya dari Bulan? Pada tahun 1967, telah ditandatangani suatu perjanjian The Outer Space Treaty oleh tiga Pemerintah yang bertanggung jawab atas penyimpanan dan administrasi perjanjian internasional yaitu (Federasi Rusia/sebelumnya sebagai Uni Soviet, Kerajaan Inggris (United Kingdom), dan Amerika Serikat) pada Januari 1967. Inti perjanjian tersebut adalah bahwa tidak ada negara yang boleh memiliki Bulan. Pertanyaan selanjutnya adalah adalah apakah semua pihak akan memiliki klaim yang sama atas sumber daya ini? Disinilah potensi sengketa internasional di masa depan terkait eksploitasi sumber daya bulan akan terjadi.
Dalam upaya eksplorasi luar angkasa yang berkeadilan dan seimbang, ada satu Traktat Luar Angkasa lagi yang berlaku mulai Juli 1984 namun tidak pernah ditandatangani oleh Negara-Negara kunci seperti AS, China, dan Rusia yaitu traktat yang dikenal sebagai Perjanjian Bulan (Moon Agreement). Traktat Luar Angkasa yang mengatur Kegiatan Negara-Negara di Bulan dan Benda-Benda Langit lainnya ini lebih rinci menyatakan bahwa tidak ada negara yang bisa memiliki sumber daya di Bulan. Pembangkangan tiga negara adikuasa tersebut mencerminkan kompleksitas dan tantangan yang mungkin muncul dalam konteks eksploitasi sumber daya di Bulan, hal ini memunculkan pertanyaan hukum dan politik yang rumit terkait kepemilikan dan pembagian hasil eksploitasi tersebut. Dari sekarang kita sudah bisa membayangkan sengketa wilayah di Bulan bisa memiliki dampak serius, mirip dengan sengketa yang terjadi di Bumi, mungkin akan lebih buruk lagi karena sengketa akan berlangsung pada dua planet sekaligus yaitu di bumi dan dibulan. Tanda-tanda itu sudah terbaca.
Namun demikian, apapun tanda-tanda itu, kita tetap memiliki harapan baik, oleh karena itu pentingnya menemukan solusi yang bijaksana untuk menghindari konflik dan sengketa wilayah di Bulan ini. Eksplorasi luar angkasa yang semakin maju, menunjukan semakin majunya peradaban manusia, sehingga dalam konteks ekplorasi ruang hampa udara ini dapat melakukan upaya bersama dan peraturan yang bijaksana untuk memastikan bahwa eksploitasi sumber daya di Bulan berlangsung secara damai dan bermanfaat bagi perkembangan manusia di luar angkasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H