Lihat ke Halaman Asli

Jayu Titen

Ambtenaar, Blogger,

Ide Gila Menjadikan TNI Penyidik KPK

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadirnya KPK seperti lilin ditengah kegelapan penegakan hukum di Indonesia. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum kepolisian, kejaksaan, mahkamah agung dll. membuat masyarakat menaruh harapan yang besar dengan hadirnya KPK. Masifnya berita koruptor yang berhasil diringkus KPK menghadirkan tawa riang dan tepuk tangan yang gemuruh menandakan masih ada harapan penegakan hukum yang adil. Atas provokasi media mainstream dan LSM yang terus di blow up media menjadikan KPK menjelma menjadi lembaga suci tempat berkumpulnya para malaikatyang tidak pernah salah.

Namun Suara riuh gemuruh tepuk tangan masyarakat sebagai wujud apresiasi masyarakat terhadap keberhasilan KPK dalam membekuk para tersangka korupsi ternyata mantra yang membuat KPK terlena hingga berubah wujud dari sosok malaikat penegak hukum menjadi sosok monster yang garang, ganas dan beringas.

Langkah tepat sudah diambil KPK dengan mengincar penegak hukum kepolisian untuk dibersihkan dari oknum-oknum yang bisa merusak citra Kepolisian, POLRI merupakan lembaga penegak hukum yang paling dekat dengan rakyat sehingga wajar jika mendapatkan sorotan yang tajam, kasus rekening gendut sampai suap yang dilakukan dengan telanjang didepan publik pada saat melakukan tilang kendaraan yang dianggap melanggar lalu lintas membuat citra polisi terus tergerus dimata masyarakat. namun upaya itu kandas karena kesalahan KPK sendiri yang tidak bisa menseterilkan lembaganya dari pengaruh kekuasaan luar. Sehingga yang terjadi saling sandera antara KPK dengan kepolisian, konflik KPK dengan Polri secara sosial KPK mendapat keuntungan dari dukungan publik, Tetapi secara hukum KPK hanya lembaga adhock yang sewaktu-waktu bisa dibubarkan.

Status lembaga adhock yang mendapat dukungan besar dari masyarakat membuat KPK gagal fokus dari tugasnya mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia malah sibuk bermanuver memperbesar kewenangan, menuntut menjadi lembaga penegak hukum permanen dan ikut berpolitik. Kelemahan ini dimanfaatkan POLRI untuk melakukan serangan balik. Konflik yang terus berkepanjangan antara KPK dengan Polri membuat masyarakat hilang kesabaran. Kepala negara yang seharusnya menjadi penengah untuk mengakhiri konflik absen dalam memberikan keputusan. Sehingga masyarakat ingin menyelesaikan persoalan hukum di jalanan.

Publik semakin emosional ketika presiden melanggar janji kampanye akan memperkuat KPK justru mencoba melemahkan KPK , pimpinan KPK ditersangkakan dan mengangkat POLRI yang ditolak oleh publik membuat penegakan hukum semakin ruwet.

Karena dorongan emosional masyarakat atas lembaga yang dicintainya yang terus diamputasi kewenangannya memicu ide sinting yaitu mewacanakan TNI untuk menjadi salah satu komponen penyidik di KPK.  Ide menjadikan penyidik KPK dari unsur TNI timbul karena keputusasaan terhadap karut marutnya penegakan hukum di Indonesia, masyarakat berfikir bahwa KPK merupakan lembaga penegak hukum yang menjadi benteng terakhir penegakan hukum di Indonesia, kalau KPK sudah di oyak-oyak apalagi sampai di bubarkan, apa mungkin hukum bisa ditegakan? kiamat kecil penegakan hukum di Indonesia.

Selama tidak dalam kondisi berperang melawan kekuatan fisik dari kekuatan ekspansi dari luar negeri atau kekuatan sparatis yang mengancam keutuhan NKRI jangan pernah memberikan kesempatan kepada TNI keluar dari barak. Mengangkat unsur TNI menjadi penyidik KPK tidak sesuai dengan peran, fungsi dan tugas TNI. Berdasarkan undang-undang Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan bukan penegakan hukum, sehingga mengusulkan unsur TNI sebagai penyidik KPK menjadi salah kaprah.

TNI sebagai anggota penyidik KPK rawan terjadi conflict of interest, Di negara kita masih ada beberapa lembaga negara dan BUMN yang belum terbuka laporan keuangannya alias kebal audit, Departmen Pertahanan salah satu diantaranya. Meskipun tahun 2014 laporan keuangan dephan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tapi masih banyak yang yang tidak disentuh pemeriksa misalnya pengadaan alutsista apakah sudah ada aparat pemeriksa yang mendekati wilayah ini? Siapa yang tidak takut ketika melihat senyum dan dehemnya para jenderal. Banyak bisnis-bisnis strategis mulai dari pertambangan, otomotif dan property yang dikuasai para jenderal pensiunan maupun yang masih aktif yang melahirkan sebutan kapitalis bersenjata.

tengoklah sejarah bagaimana ketika militer diberi ruang keluar dari barak, lihatlah negara-negara yang dipimpin atau TNInya ambil posisi strategis dipemerintahan. Memang ada perbedaan karakter antara TNI dengan militer negara lain. TNI kita lebih matang dalam berdemokrasi dan sangat memahami kultur budaya keIndonesiaan yang di dominasi kultur jawa sehingga tidak turut campur secara terang-terangan dalam mengambil peran dipemerintahan. Namun ketika sudah menerima komando dari atasan Mereka bekerja seperti hantu menyebarkan syak wasangka, memanasi perkubuan dan kita akan mendengarkan teriakan histeris anak-anak dan perempuan yang menyaksikan suaminya lenyap oleh sergapan hantu yang bergentayangan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline