Lihat ke Halaman Asli

Jayu Titen

Ambtenaar, Blogger,

Lingkaran Setan Mafia Pertanian

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427937357413152657

[caption id="attachment_407145" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas)"][/caption]

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mempunyai perhatian yang besar terhadap petani. Untuk menunjukkan tekad dan komitmen menyejahterakan petani, pemerintah mengusung motto “Petani sejahtera bangsa berjaya”. Indonesia merupakan negara agraris yang bertumpu pada sektor pertanian. Saat perusahaan collaps karena krisis, yang tetap bertahan Industri pertanian. Menurut data BPS 2014, sektor pertanian menyumbang sekitar 34 % lapangan kerja, terbanyak dari sektor-sektor yang lain.

Perhatian pemerintah terhadap pertanian dibuktikan dengan besarnya jumlah anggaran membantu petani dengan dalam bentuk subsidi. Anggaran pemerintah untuk pertanian setiap tahun selalu bertambah jumlahnya. Tahun ini jika tidak salah atau berubah sekitar 39 T. Jumlah tersebut dialokasikan juga untuk menutup hutang anggaran tahun 2013 dan 2014 (koreksi jika salah). Jika dihitung secara kasar 30% untuk kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, dan 70% bantuan untuk petani. Kenapa ada perhitungan demikian? Kenapa tidak 100% diberikan kepada petani? Karena mengelola uang negara bukan urusan yang sederhana, harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan, jika salah maka pengelola akan berakhir di penjara.

Namun pada kenyataannya, anggaran yang jumlahnya sangat besar dan setiap tahun anggaran terus bertambah tidak menunjukKan tanda-tanda mengubah nasib petani menjadi lebih sejahtera. Alih-alih mendapat keuntungan, bisa membayar hutang saja petani sudah bersyukur, dalam ilmu ekonomi disebut Break Event Point (BEP), why?

Mafia bukan hanya cerita dalam film-film fiktif yang identik dengan transaksi narkoba atau yang terjadi di perusahaan-perusahaan yang bersaing untuk menguasai pasar. Tetapi sudah menyasar sampai kepada petani. Contoh sederhana, ada perusahaan perkebunan swasta memanfaatkan subsidi pupuk dari pemerintah untuk petani, diambil oleh swasta tanpa melanggar undang-undang dengan cara sistem tumpang sari, ada kerja sama yang baik saling menguntungkan antara pengusaha perkebunan dengan petani. Pihak perusahaan memanfaatkan petani untuk bercocok tanam di lahan yang sudah disediakan, kemudian perusahaan membentuk kelompok tani atau gabungan kelompok tani mengajukan bantuan kepada pemerintah, di sinilah letak mafianya. Ini hanya satu contoh kasus, masih banyak lagi kejadian dalam bentuk yang lain.

Petani sudah masuk dalam lingkaran setan mafia pertanian sehingga tidak akan mungkin bisa sejahtera hidupnya jika tidak ada kepemimpinan yang kuat dan tegas, yang bisa memutus mata rantai lingkaran setan tersebut. Selain masalah di atas, petani mengalami masalah yang sangat memprihatinkan dan selalu berulang setiap tahun. Pertama, pada saat musim tanam petani mengalami kelangkaan pupuk, penyebabnya adalah waktu disahkannya APBN dan waktu tender pupuk tidak bertepatan dengan musim tanam petani.

Kedua, distribusi pupuk yang tidak merata, penyebabnya adalah data yang kurang valid dari kelompok tani, kenapa data dari kelompok tani kurang valid, karena yang menyusun rencana kebutuhan pupuk terkadang bukan dari petaninya langsung, tetapi dari dinas pertanian terkait di suatu kota/kabupaten yang tidak mencerminkan jumlah petani, luas lahan dan jumlah yang dibutuhkan, sehingga didapati pupuk numpuk di suatu kota/kabupaten tertentu tetapi kurang di kota/kabupaten lain.

Ketiga harga benih/bibit mahal, belum diketahui apa sebabnya, tetapi jika mau menggunakan insting curiga sebenarnya kita bisa tebak ada permainan antara harga bibit, waktu disahkannya APBN, waktu tender, waktu cocok tanam, waktu panen dan bermuara pada harga jual hasil pertanian saat musim panen tiba.

Keempat, ketika pupuk tersedia petani tidak bisa membeli langsung dari toko pupuk, tetapi harus dengan sistem hutang, kejadian ini saya temui langsung dari obrolan petani di sekitar Nganjuk dan Bojonegoro. Tetapi berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa teman, kejadian ini merata di seluruh kota/kabupaten di Indonesia. Petani bisa setengah mati dan tidak jadi menanam jika tidak mengikuti sistem yang sudah ditentukan oleh penyedia pupuk. Pada saat panen, petani harus membayar dengan hasil panenannya tersebut, artinya petani wajib menjual hasil panennnya di tempat dia berhutang pupuk dengan harga yang sudah ditentukan. Anehnya lagi sistem ini dokoordinasikan oleh kelompok/gabungan kelompok tani (Gapoktan), sehingga ada singkatan plesetan dari mereka yang paham terhadap Gapoktan yaitu Gabungan Kelompok Setan.

Adakah yang bisa memberikan solusi dari masalah ini?

Salam :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline