Lihat ke Halaman Asli

Rustam Kelana

Mahasiswa

Pertanggungjawaban Penanggung Kepada Pihak Tertanggung Yang Sudah Membayar Premi Apabila Perusahaan Asuransi Dinyatakan Pailit

Diperbarui: 15 Maret 2023   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

     Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang ditunjukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian antara penyedia jasa layanan asuransi sebagai penanggung dan masyarakat sebagai pihak tertanggung. Fungsi utama dari asuransi adalah pengalihan resiko yang mungkin diderita oleh tertanggung di kemudian hari.  Menurut pasal 246 KUHD, menyatakan asuransi atau pertanggung jawaban adalah perjanjian, di mana penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapatkan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti   

     Premi adalah salah satu komponen penting dalam sebuah asuransi. Tujuan premi adalah memperoleh jaminan perlindungan yang berfungsi sebagai pengembalian keuangan kepada nasabah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan  dikemudian hari. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi atau perjanjian reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

     Sedangkan perusahaan perasuransian menurut pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perasuransian,  usaha perasuransian adalah perusahaan auransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan akturia.

     Perlindungan hukum yang di dapat bagi pihak tertanggung yang sudah membayar premi apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit yaitu  dapat melalui perlindungan preventif dan represif. Bentuk dari perlindungan preventif diatur dalam pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang selain itu di temukan juga dalam Undang-Undang Asuransi Pasal 20 ayat (1)

     Perlindungan secara represif yakni pihak tertanggung dapat mengajukan gugatan secara perdata kepada pihak penanggung tetapi harus ada surat pernyataan pailit yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga karena kewenangan penyataan pailit bagi perusahaan asuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.

     Tujuan dimintakannnya surat keterangan pailit adalah agar pihak tertanggung dapat memperoleh haknya dan melindungi kepentingan pihak tertanggung. Maka Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk meminta Pengadilan Niaga menyatakan pailit kepada suatu perusahaan asuransi, sehingga harta kekayaan perusahaan  tidak dipergunakan untuk kepentingan perusahaan asuransi saja tetapi juga untuk membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung

     Maka jika terjadinya kepailitan pada pihak perusahaan asuransi, tertanggung mendapat perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dalam hal perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga. Tertanggung diberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas. Seperti yang disebutkan dalam pasal 15 ayat (1) dan 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan bahwa sejak putusan pailit diucapkan, hak debitur pailit untuk menguasai dengan mengurus harta kekayaan termasuk harta pailit diambil alih oleh kurator.    

Ditulis oleh  : Nyoman Wadia Wati

( Mahasiswa Fakultas Hukum Uiniversitas Palangka Raya )




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline