Perlindungan hukum bagi pemegang Polis asuransi penting sekali oleh karena, polis itu merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Polis asuransi sebagai bukti terjadinya perjanjian asuransi mengikat melalui perjanjian asuransi yang dibuktikan dengan Polis asuransi telah terjadi pemindahan resiko misalnya asuransi jiwa atau asuransi kerugian kepada perusahaan asuransi.
Abdul Kadir Muhammad menjelaskan, melalui perjanjian asuransi resiko kemungkinan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan kepada perusahaan asuransi kerugian selaku penanggung.
Pemegang polis asuransi sebagai pihak yang mengikatkan diri dengan perusahaan asuransi melalui perjanjian asuransi mendapat perlindungan hukum dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Mengingat pemegang polis asuransi pada umumnya bersifat perorangan atau individual dan tidak sedikit yang kondisi ekonominya yang lemah berhadapan dengan perusahaan asuransi, maka sejumlah peraturan perundangan tersebut lebih menaruh perhatian dan perlindungan hukum kepada pemegang polis asuransi dari kemungkinan atau peluang pelanggaran hukum oleh perusahaan asuransi.
Dalam hal terjadinya kepailitan dalam perusahaan asuransi, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan memberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan Hakim pengawas oleh Hakim pengadilan yang melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian memberikan perlindungan hukum bahwa pemegang polis tetap dilindungi dan tetap memperoleh haknya secara proporsional.
Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan kepada Pengadilan Niaga, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, upaya hukum yang dapat ditempuh pemegang polis apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga untuk mendapatkan hak-hak berupa pembayaran dari piutangnya, yaitu tertanggung (pemegang polis) asuransi dapat menuntut hak yang menyangkut harta pailit dengan mengajukan klaim asuransi kepada kurator karena adanya pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga atas permohonan Menteri Keuangan.
Segala hak dan kewajiban perusahaan asuransi telah diambil alih oleh kurator. Setelah adanya putusan pailit dari Pengadilan Niaga kurator akan menentukan pembagian pembayaran utang-utang debitur pailit kepada kreditur menurut besar kecilnya piutang masing-masing. Pembayaran utang tersebut akan dibayar menurut kedudukan kreditur berdasarkan sifat piutang masing-masing kreditur, baik kreditur preferen, kreditur konkuren maupun kreditur separatis.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang polis asuransi untuk memperoleh haknya apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga adalah dengan mengajukan permohonan pembayaran klaim asuransi kepada kurator, karena dengan adanya pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga atas permohonan Menteri Keuangan, maka segala hak dan kewajiban perusahaan asuransi telah diambil alih oleh kurator dan dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu perdamaian dan pemberesan harta pailit.
Ditulis oleh : Rustam Kelana
( Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H