Lihat ke Halaman Asli

Syamsul Idul Adha

Profil bersifat sementara

Kerajaan Kuna Pra-Sriwijaya: Koying (Chia-Ying)

Diperbarui: 12 April 2020   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Periode pra-Sriwijaya ditandai dengan adanya peradaban pada tahapan dasar di kawasan Kerinci yang yang terletak jajaran bukit barisan (mohon koreksi) di wilayah Jambi saat ini yang oleh para utusan dari Tiongkok yaitu diplomat Kang Tai () utusan dari Dinasti Wu di Selatan, Wan Chen yang merupakan Gubernur Dinasti Wu di Tan dekat Nankin dan dalam Ensiklopedi T'ung-Ti'en karya Tu-yu (375 M.) disebut sebagai Koying (Chia-Ying). 

Istilah Koying menurut hipotesis kami merupakan transkripsi monosyllable yang tidak sempurna dari kata Jarengkang-Tinggi yang dapat diartikan sebagai alam para dewata tetapi dalam konteks ini merujuk tentang asal mula leluhur Koying yang merupakan penduduk proto-Melayu yang mendiami kawasan ini.

Wilayah Koying (Chia-Ying) terdiri atas jajaran gunung berapi yang terletak di sebelah utara dan Teluk We yang berada di sebelah selatan.  Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Koying yang berdiam di wilayah Timur Sumatera merupakan ras Austro-mongoloid tepatnya proto-Melayu yang datang di Sumatera melalui pantai sebelah Timur.

Pemukiman penduduk Koying dapat diperkirakan bermula di 74 situs arkeologis yang terdapat di kawasan Air Sugihan. Pada kawasan ini ditemukan sejumlah pecahan manik-manik seperti yang terdapat di situs Oc-Eo (Kattigara) yang menjadi pelabuhan kerajaan Funan (Resa Herdahita Putri, "Pendahulu Sriwijaya" retrieved from https://historia.id/kuno/articles/pendahulu-sriwijaya-DponV ).

Karakteristik penduduk Koying saat itu masih pada tahapan perkembangan masyarakat yang cukup awal dengan pola pemukiman masyarakat peladang pertanian.

Selain penduduk Koying, di kawasan Danau Chu-po/Tapa terdapat suatu etnis yang diceritakan dalam sumber Tiongkok belum mengenal tata berbusana yang umum ditemui pada masyarakat dengan kultur peradaban sederhana di kawasan asia Tenggara lainnya dan dapat dianggap merujuk pada terminologi K'oun-lun yang sering disebut literatur kronik era dinasti T'ang dan oleh Sylvain Levi diduga merujuk pada penduduk Dvipantara yaitu masyarakat di kepulauan Selatan (Wilensky, J. (2002).

The Magical Kunlun and" Devil Slaves": Chinese Perceptions of Dark-skinned People and Africa Before 1500 (No. 122). Department of Asian and Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania).

Sebagian besar sumber pemasukan ekonomi penduduk Koying dari kegiatan barter yang berpusat di Muara Chu-po/Tapa, dan sebagian besar komoditi yang diperjualbelikan adalah produk agrikultur seperti pisang, ketela/umbi-umbian, kelapa, dan juga hasil pertambangan seperti emas, perak, permata, batu giok, dan batu kristal.

Pemerintahan konon dijalankan oleh para penatua (tokoh masyarakat yang dituakan) yang bergelar Sigundo. Sistem pemerintahan di Koying dapat masih sangat sederhana yang ditandai dengan proses penunjukan penatua berdasarkan "tuah" dari tokoh-tokoh yang dituakan oleh masyarakat (Lihat Joyce C. White, "Incorporating Heterarchy into Theory on Sociopolitical Development: The Case from Southeast Asia." dalam Archaeological Papers of the American Anthropological Association vol. 6 no. 1, Januari 1985: 101-123.).

Pusat pemerintahan Koying diduga terletak di dataran sebelah selatan Danau Kerinci yang merupakan pemukiman yang sangat kuno. Pengaruh Koying dalam kedaulatan wilayah dan kegiatan perekonomian mengalami pelemahan sejak abad ke-5 M. dan digantikan dengan menguatnya pengaruh Kuntala (Kantoli) yang berpusat di kota Palembang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline