Menurut Filosofi Sunda, diantara kriteria untuk menjadi seorang pemimpin (nasehat dari leluhur saya), secara garis besar adalah harus Cageur (Sehat jasmani – rohaninya, penekanannya pada niat, tekad, mentalitas, dan pemikiran), Bageur (Baik ucapan dan perbuatannya, tidak menyakiti atau merugikan orang lain), Bener (Benar ucapan dan perbuatannya dalam arti ucapan dan perbuatannya taat dan patuh kepada hukum dan norma-norma sosial).
A.CAGEUR
Sehat secara jasmani dan rohani, tidak memiliki cacat fisik maupun psikis. Lebih dari itu, terutama mengenai kerohanian,seorang pemimpin dinyatakan tidak cageurjika memiliki sikap mental:
1.Sirik pidik, yaitu sifat iri hati, cirinya adalah merasa susah jika orang lain mendapat kesenangan, dan merasa senang jika orang lain mendapat kesusahan.
2.Dengki, selalu berpikir negatif kepada orang lain, buruk sangka, memandang sebelah mata, yang dilihat pada diri orang lain semata hanya kekurangannya saja dengan menafikan kelebihan/kebaikannya, serta tidak mau mengakui kelebihan orang lain atas dirinya.
3.Nyungkelit ati, memendam perasaan benci atau dendam, susah memaafkan kesalahan orang lain, tidak jujur dan sering berkhianat.
4.Teu payaan, yaitu tidak sabaran, marah tidak pada tempatnya, reaksioner, banyak memprotes hal yang kecil dan sepele, selalu ingin menang sendiri, membabi buta, dan tak mau disalahkan/mengakui kesalahan
5.Borangan, yaitu penakut/paranoid, selalu mencurigai orang lain, tidak berani menghadapi kenyataan dengan menutupi kesalahan pribadi, takut kalah jika berkompetisi, ragu-ragu dalam mengambil dan menentukan sikap,
Ada pun sikap mental pemimpin yang Cageur, diantaranya adalah :
1.Ikhlas, yakni berbuat kebaikan untuk orang lain tanpa mengharap balasan, tidak mengungkit-ungkit perbuatan baik atau bantuan yang pernah diberikan kepada orang lain, tidak berbangga hati atas prestasi yang telah dicapai.
2.Ridho, yakni menerima kenyataan hidup (setelah berusaha) sebagai takdir yang harus dijalani tanpa banyak mengeluh.
3.Sabar, yakni tidak reaksioner, tidak terburu-buru dalam bertindak, tidak merasa terhina saat dicaci dan tidak merasa mulia saat dipuji.
4.Jujur, yakni apa adanya, menjauhi egosentris dalam menilai dirinya dan orang lain, mau meminta maaf jika berbuat salah.
5.Handap asor, yakni rendah hati, tidak sombong dan merasa paling pintar, paling kuat, atau paling bisa berbuat dibanding orang lain, tidak menghina orang lain, serta terbuka atas kritik.
B.BAGEUR
Bersikap baik dan mengayomi rakyat, bukan saja terhadap rakyatdan partai yang mendukungnya meraih kekuasaan, namun juga terhadap semua rakyat Indonesia tanpa kecuali, tidak hanya berbuat baik kepada yang baik terhadapnya saja, tetapi juga berbuat baik kepada yang dzalim terhadapnya, tercermin lewat perbuatan :
1.Someah, yakni keramahtamahan, sopan santun dalam ucapan dan perbuatan.
2.Siger tengah, yakni pertengahan dalam mengambil sikap tindak, berlaku adil tidak memilah dan membeda-bedakan rakyat berdasarkan faktor suku, agama, ras, partai, golongan, family, dll., tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek, tidak melanggar hak asasi orang lain.
3.Balabah, yakni dermawan, mempunyai empati dan jiwa sosial yang tinggi, memberikan apa yang dipunyai guna membantu meringankan penderitaan orang lain.
C.BENER
Bijaksana, Taat dan patuh pada hukum yang berlaku dan norma-norma yang berlaku di masyarakat (norma agama, kebudayaan, adat-istiadat, dll), menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional).
Orang yang Bageur (baik dalam ucapan dan perbuatan) belum tentu dinilai benar, karena bisa jadi suatu kebaikan itu hanya semu, dilakukan demi ambisi atau kepentingan pribadi, misalnya politik uang para caleg.
Bisa juga sebaliknya, suatu perbuatan yang tidak termasuk Bageur, seperti memarahi orang yang salah, atau menghukuman mati penjahat, tetapi tindakan tersebut Bener.
Hukum yang berlaku dan norma-norma sosial adalah Indikator tentang benar atau tidaknya suatu perbuatan baik. Maka seorang pemimpin, selain harus Bageur (berbuat baik dalam ucapan dan tindakan), sekaligus harus Bener, menyandarkan ucapan dan tindakannya sesuai hukum dan norma sosial, tidak mempunyai track record tercela di mata masyarakat, dan atau pernah melanggar hukum.
Namun harus dibedakan antara perbuatan tercela yang hanya berupa tudingan (biasanya dibuat oleh pihak lawan politik sebagai bentuk kampanye hitam) dengan ketercelaan dalam artian sebenarnya menurut hukum dan norma-norma sosial.
Untuk menguji tentang tercela atau tidaknya perbuatan seorang pemimpin, maka ujilah dengan hukum yang berlaku dan norma-norma sosial itu. Sehingga apabila seorang pemimpin dituduh berbuat tercela oleh lawan politik, maka periksalah menurut hukum yang berlaku dari mulai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, lalu semua peraturan perundang-undanganhingga tingkat terendah (PERDA), juga memeriksa menurut norma-norma sosial, apakah memang perbuatan yang dituduhkan itu termasuk tercela menurut hukum yang berlaku dan norma sosial, atau tidak?
Jika perbuatan tercela yang dituduhkan itu ternyata menurut ketentuan, pasal, dan ayat dari hukum yang berlaku, serta menurut ketentuan norma sosial, bukan merupakan suatu perbuatan tercela, maka tudingan tercela itu hanya persepsi sepihak dari lawan politik untuk menyudutkan saja.
Sedikit contoh mengenai suatu tindakan yang dianggap tercela oleh lawan politik, namun berdasarkan pengujian atas hukum dan norma, sebenarnya tidak tercela, bisa dibaca dalam tulisan saya terdahulu : Tentang Meminta Jabatan dan Melanggar Sumpah
Dengan mengingat bahwa setiap orang adalah pemimpin, minimal pemimpin bagi dirinya masing-masing, maka filosofi Cageur – Bageur – Bener ini pun tidak hanya menjadi panduan saya dalam memilih Capres, tetapi menjadi pegangan pula bagi saya selaku manusia biasa dan menyelaraskannya dalam kehidupan, agar menjadi lebih baik dari sebelumya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H