Betapa mengusik hati apa yang terjadi dengan pendidikan di bumi pertiwi ini. Kiprah pendidikan dengan tujuan memanusiakan manusia tak ubahnya seperti menunjuk bulan dengan jari hingga menjadi ironi. Sudah mejadi rahasia umum bahwa manusia-manusia hasil rakayasa pendidikan Indonesia tidak jarang selalu unggul dalam hal mencetak manusia yang koruptif, manusia yang manipulatif, praktek penyalahgunaan jabatan, tindak kejahatan, kriminalitas, pencabulan anak, geng motor acapkali menjadi langganan dikehidupan masyarakat.
Celakanya, departemen agama sendiri menjadi salah satu lembaga Negara paling korup. Anggota dewan (“wakil Rakyat”) dari partai yang mengganggap dirinya agamis dan religius, malah ketahuan menonton film porno saat sidang paripurna. Kiranya tidak keliru, bila orang mengubah sidang paripurna menjadi “sidang pariporno”. Kerusakan moral kini bukan hanya terjadi di kalangan birokrasi pemerintahan dan aparat penegakan hukum melainkan juga sudah meracuni seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Jika kondisi ini dibiarkan, Negara bisa menuju kearah jurang kehancuran. Salah satu faktor utama pemicu keterbelakangan ini adalah kepemimpinan bangsa ini tak mampu melakukan pembangunan karakter (character building). Dampak bobroknya pendidikan karakter terkhusus kaum pelajar saat ini identik dengan tindakan tawuran , korban budaya cinta-cintaan dan lain-lain. Apalagi berbicara dengan sosok anak didik di Perguruan Tinggi (swasta atau negeri) yang bernama mahasiswa kalangan yang dulu sejak awalnya sebagai agen perubahan intelektual, pembela rakyat dan lain-lain.
Kini, karakternya kian jauh diujung harapan jika zaman dulu identik dengan jiwa heroik sebagai garda terdepan, namun kini masyarakat masyarakat sering melihat citra buruknya semata. Hal ini terbukti dari mata telanjang penulis sendiri, melihat banyak mahasiswa yang diusir dari kosnya oleh masyarakat setempat Karena kos-kosanya dicurigai digunakan untuk kegiatan “seks bebas” atau narkoba. Demikian halnya, berikut ini ada beberapa faktor utama yang menimbulkan bobroknya pendidikan.
Kapitalisme Pendidikan
Merupakan salah satu ideologi ekonomi politik yang membentangkan pahaman individualisme yang dilakoni oleh aktor pemilik modal dengan bebas demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dalam hal ini negara memberikan kebebasan kepemelikan perorangan kepada sang beruang atau pemilk modal dalam sektor pendidikan sebagai penyelenggara penyedia jasa pendidikan.
Namun pengelolah pendidikan pun menawarkan harga tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas ini akan memunculkan kesenjangan-kesenjangan bahwa orang kayalah yang bisa mendapatkan pendidikan. Dari itu Pendidikan eksklusif dan elitis hanya akan menjadi santapan lezat bagi yang mampu membelinya dan hak-hak setiap orang untuk mendapatkan sekolah diingkari karena persoalan ekonomi lemah.
Apa jadinya? PT (perguruan TInggi) akan diisi anak-anak manja yang suka memiliki sudut pandang borjuis (kaum beruang) dan anti perubahan, kebanyakan dari mereka datang ke kampus hanya untuk menunjukan status sosial dan gaya hidup. Sangat berbeda jika dibandingkan ketika anak-anak orang miskin (kaum prasejahtera) bukan hanya sekedar meraih status “mahasiswa”.
Melainkan datang untuk membaca sudut pandang perubahan karena mereka lebih merasakan arti penindasan. Pendidikan elitis adalah merupakan bagian dari sistem pendidikan yang sengaja di settinguntuk melanggengkan penindasan yang tujuannya memproduksi manusia menjadi individualistik, materialistik, konsumeristik dan hedonistik. Paling tidak bisa dilihat dari segi penggunaan gadget, kendaraan, fashion, pergaulan, dan sebagainya.
Penistaan Ilmu
Banyak sekali mahasiswa yang berprestasi disekeliling kita yang seharusnya layak bekerja sesuai kemampuan dan mendapatkan hasil (uang) tapi tidak bisa bekerja. Ini karena rekrutmen tenaga kerja di negeri ini diwarnai manipulatif praktek suap menyuap atau sogok-menyogok terutama sektor PNS (siapa yang paling bayar banyak). Hal inilah mengapa kita semua tidak harus heran jika orang kuliah tidak harus serius karena ilmu dilecehkan uang oleh nafsu bejat kekuasaan.