Perjalanan ini telah melewatkan aku pada empat musim di pelosok dasar hatiku. Aku meninggalkan Belitung pada jam 11. 40 setelah menunggu dua jam lebih dengan semangat menggebu-gebu. Aku tahu, banyak hal yang masih dalam pertanyaan, tapi bagaimana mungkin aku akan melewati hari yang aku sadari akan panjang ini, jika di pagi harinya saja aku sudah mendung, dan aku memutuskan untuk menyulut semangatku terus menerus. Tiba di Jakarta sekitar jam 1, langsung cari mushallah, bercengkerama dulu dengan-Nya.
Satu hal yang baru aku sadari, rasanya enam bulan yang lalu ketika terakhir kali aku meninggalkan pulau Jawa melalui bandara Soekarno-Hatta, tidak seluas itu. Tak perlu naik shuttle segala berpindah dari terminal satu ke terminal lainnya. Mmm… aku banyak ketinggalan nih.
Well, jam 4.30 aku melanjutkan perjalan ke Bali. Saat itu hatiku diliputi rasa nervous, pertama kalinya ke Bali sih, sendiri lagi. Tapi gak benar-benar sendiri, aku dapat kenalan ibu-ibu yang lumayan easy going, banyak cakap malah, semua orang dikomentarin, pertanyaanku hanya satu jawabannya bisa sepuluh. Tapi seru banget, daripada sendiri.
Jam 8, wktu Bali, aku mendarat di Ngurah Rai, langsung tancap ke Mushallah. Beli mie instan, hemat ala backpackeran, sok :D. sambil nongkrong alias biar bisa duduk sambil nunggu di salah satu minimarket. Disitu aku dapet teman lagi, seorang mbak-mbak dari Bandung yang lagi asyik menikmati secangkir kopi yang katanya lagi nunggu pacarnya datang dari Jakarta. Bosan nunggu, alias gak enak sama waiter karena aku duduknya dah kelamaan, aku keliling-keliling bandara dan kembali berlabuh di mini market lainnya sambil duduk nongkrong menikmtati beberapa bungkus roti dan beberapa botol minuman kemasan. Disitu aku dapat kenalan lagi, seorang ibu-ibu yang juga lagi nunggu anaknya pulang dari Jakarta. Menjelang pukul sepuluh, anaknya datang dan aku sendiri lagi. Gak lama kemudian ada lagi mba-mba yang juga nunggu temannya dari Jogya, menjelang pukul 1, aku ditinggal lagi sendiri.
Ternyata masih ada lagi setelah itu, ada mas-mas yang se-provinsi ternyata denganku. Dari Kendari. Dpat kenalan lagi deh. Dan ini temanku yang paling panjang durasinya karena dia baru akan meninggalkan bandara besoknya.
Cerita aku dapat dan ditinggal kenalan-kenalan baru, memberikan warna tersendiri. Jujur, lelah sangat, nunggu teman yang datangnya paling gak jelas sedunia. Hikmahnya, aku mendengarkan dan mengalami banyak kisah dalam proses menunggu itu. pun ada satu rasa yang sangat penting untuk aku bahas, syukur. Tadi wkatu lagi online di sosmed, tiba-tiba ada teman yang ngaish ucapan selamat. Selamat kamu dapat juara 1 dan 3 di dua lomba yang sedang diadakan oleh Sekolah Guru Indonesia. What??? Surprisingly. Tak hentinya aku mengucap syukur, syukur dan syukur.
Tapi selain itu masih ada satu rasa lagi, dan itu adalah rasa yang paling lama mengganjal di hatiku. Aku mulai sebel. Menunggu gak jelas seperti ini, entah sampai jam berapa atau memang tak akan ada yang datang. Entahlah, yang jelasnya sampai ketika aku menulis note ini, pada pukul 1.22, aku masih melek. Menunggau pelus kesal. Apa salahku, kenal saja tidak, masa aku dah punya salah sih?
But, I tried to stay calm. Positive thinking Jay. Yup, I enjoy this long time by doing all things I love.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H