Lihat ke Halaman Asli

IBM Jaya Martha

Mardi Siwi

Galungan dan Meditasi

Diperbarui: 4 Januari 2023   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kakawin Ramayana, terdapat syair, Ragadi musuh maparo, ri hati ya tonggwannya tan madoh ring awak. Syair tersebut berarti nafsu dan sejenisnya adalah musuh yang dekat, di hati tempatnya tiada jauh dari badan. 

Bhagawad Gita 6.6 juga menyatakan bahwa jika kita bisa menaklukkan pikiran, pikiran itu menjadi teman yang paling baik; tetapi yang tidak bisa menaklukkan pikiran, maka pikiran menjadi musuhnya yang paling jahat.

Kalau direnungkan, sebab penderitaan utama adalah adanya nafsu keinginan rendah yang diselubungi oleh kebencian, keserakahaan dan/atau ketidak tahuan. Dalam keseharian, jika dalam pikiran muncul kebencian, keserakahan atau kebodohan bathin, maka hidup menjadi tidak bahagia.

Perhatikanlah, saat pikiran kita melakukan penolakan terhadap kenyataan, mengeluh, marah, benci, dendam, maka penderitaan akan timbul. Dan ketika muncul rasa tiada bersyukur, tidak menikmati dan menghargai apa yang sudah dicapai, menginginkan sesuatu secara berlebihan, maka di sana kira merasakan ketidak bahagiaan.

Terlebih saat pikiran diliputi ketakutan, kekhawatiran, kecemasan dan emosi-emosi negatif lainnya, maka hidup kita jauh dari bahagia. Itulah bentuk dari kebencian, keserakahan dan kebodohan bathin yang membelenggu penderitaan kita.

Lalu bagaimana cara untuk menaklukkan pikiran tersebut ?

Ternyata rangkaian upacara galungan mengandung makna tersirat, metoda meditasi untuk mengendalikan pikiran, agar pikiran bisa menjadi teman, bukan musuh kita. Mari kita renungkan filosofi upacara sebagai berikut :

1. Tumpek Wariga (H-25). Merupakan pemujaan kepada Sang Hyang Sangkara, manifestasi Tuhan, dalam bentuk tumbuh-tumbuhan yang selalu memberikan dukungan untuk melangsungkan kesehatan badan kita. Perlu menghargai sumber makanan, agar badan segar dalam mengarungi perjalanan spiritual.


2. Sugihan Jawa (H-5). Memiliki makna penyucian buana agung atau lingkungan tempat kita akan melaksanakan meditasi. Tempat yang bersih, bebas dari lalu lintas semut dan serangga, agar gangguan konsentrasi dapat diminimalisir.

3. Sugihan Bali (H-4). Memiliki makna penyucian buana alit atau diri sendiri, baik lahir maupun bathin. Menyucikan diri dengan mandi sehingga badan menjadi segar dan juga membersihkan bathin dengan mulai fokus untuk menghadap Hyang Widhi dengan setulus hati, tanpa ada keinginan yang macam-macam.

4. Penyekeban (H-3)  memiliki makna filosofis adalah hari untuk "nyekeb indriya atau nafsu keinginan" yang berarti bertekad dan berusaha mengekang diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline