Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari lima pulau besar dengan ribuan pulau kecil lain yang tersebar disekitarnya membentuk gugusan pulau-pulau dari sabang sampai merauke dengan wilayah perairan yang menyatukannya. Hal itulah yang menjadikan Indonesia sebagai negara maritim. Namun, ironisnya hampir seluruh pemimpin negara di Indonesia tidak menyadari pentingnya penguatan maritim Tanah Air. Bahkan hingga pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono selesai, Indonesia masih belum layak disebut sebagai negara maritim karena perekonomian, industri, serta perniagaannya belum betul-betul mengoptimalkan potensi laut. Hal itu pun berdampak pada minimnya potensi ekonomi kelautan yang diperoleh. Bahkan, nasib nelayan Indonesia memprihatinkan akibat minimnya kepedulian pemerintah di bidang kelautan.
Berangkat dari hal tersebut lah, hal menarik yang sekaligus merupakan harapan yang patut untuk diperjungkan adalah Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya yang menyatakan bahwa salah satu visinya adalah menjadikan Indonesia berjaya di sektor kelautan dan maritim. Visi ini tentunya layak didukung dan juga dikritisi jika dalam pelaksanaannya banyak ditemukan penyimpangan dan ketidak sesuaian.
Potensi nilai ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan atau kemaritiman yang dimiliki oleh Indonesia sangatlah tinggi. Indonesia memiliki tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dengan potensi nilai perdagangan 1,5 juta dollar AS per hari, setara sekitar Rp 18 miliar per hari, tetapi belum memberi manfaat secara ekonomi. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), nilai perekonomian dari laut Indonesia diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS sampai 5 triliun dollar AS --setara sekitar Rp 36.000 triliun sampai Rp 60.000 triliun-- per tahun. Hal ini merupakan fakta nya bahwa Indonesia yang seharusnya mengemban julukan sebagai negara kepulauan namun belum menjadi negara maritim, karena masih sangat minim dalam hal penguasaan dan pemanfaatan lautnya.
Dalam hal tata kelola maritim faktor utama yang harus diperhatikan adalah penataan legislasi dan sinergis sektoral, serta upaya-upaya revitalisasi perikanan dan pengembangan potensi kelautan. Karena hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus dilalui untuk menuju negara Maritim yang kuat dan berdaulat. Menyangkut masalah legislasi dasar hukum, perlu ada Undang-undang yang dapat memayungi dan mengintegrasikan tata kelola laut secara komprehensif dan terkoordinir dengan baik. Mengapa hal tersebut penting karena dalam tata kelola laut perlu ada basis kuat yang mengatur baik masalah wisata laut, perikanan laut, perhubungan laut, dan tambang laut. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah masih adanya ego sektoral dimana masing-masing kementerian berjalan sendiri-sendiri. Selain itu saat ini ada 23 Undang-undang kelautan yang masing-masing bekerja terpisah dan tidak ada UU yang mengintegrasikannya sehingga rentan untuk saling tumpang tindih dan saling melemahkan.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting menuju negara maritime yang kuat adalah Kekuatan armada laut Indonesia juga harus mantap bila memang menghendaki negara ini berjaya di samudera. Bukan hanya menjaga pertahanan keamanan, tetapi juga kekayaan sumber daya laut Indonesia dari penjarahan asing seperti yang seringkali terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Menyikapi adanya mafia dalam perikanan kelautan dan hambatan-hambatan dalam pengelolaan kemaritiman, yang diperlukan adalah kemauan kuat untuk melakukan perbaikan. Masalahnya adalah mau melakukan atau tidak serta berani atau tidak. Karena untuk mengatasi mafia kelautan, dalam pencurian perikanan dan perbaikan tata kelolanya dibutuhkan keberanian yang teguh dalam bertindak, terlebih jika masalahnya sudah sangat jelas terlihat dan muncul kepermukaan.
Belajar dari negara Portugal yang juga merupakan negara kepulauan dan negara maritim. Di Portugal, ada sekretariat yang khusus mengkoordinir masalah antar kementerian yang berada langsung di bawah perdana menteri. Sekretariat yang sama juga sebenarnya sudah lama ada di Indonesia, Dewan Maritim Indonesia, sudah berdiri selama 15 tahun, namun dalam lima tahun belum tentu Presiden memimpin rapat dewan kelautan. Dapat dibayangkan koordinasi seperti apa yang dihasilkan hal ini jugalah yang kemungkinan besar menyebabkan ego sekttoral yang selama ini terjadi.
Faktor lain yang tak kalah penting juga adalah penguatan sumber daya manusia di bidang maritim. Bonus demografi juga harus diperlengkapi dengan pembangunan fisik serta semangat kerja keras, bekal kewirausaahan, dan pembekalan soft skill. Generasi muda harus tetap didorong untuk mengembangkan sektor perikanan dan pertanian yang dipersiapkan untuk masa mendatang. Sumber daya manusia tersebut berkaitan dengan kesejahteraan 11 Juta kepala keluarga terutama nelayan di Indonesia
Oleh karena itu untuk menjadikan Indonesia berjaya di sektor kelautan dan maritim mutlak dibutuhkan penguatan infrastruktur yang menunjang pembangunan ekonomi maritim, peningkatan sumber daya manusia, terutama nelayan dan masyarakat pesisir serta Undang-undang yang terintegrasi serta terkoordinir dengan baik termasuk dalam hal penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia, dan yang terakhir adalah penguatan armada pengamanan laut, merupakan pekerjaan rumah utama yang harus dituntaskan Presiden Jokowi untuk mensukseskan visi penguatan kemaritiman Indonesia. Semoga Presiden Jokowi benar-benar berkomitmen dan mampu meningkatkan kekayaan dan kekuatan maritim Indonesia. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H