Dalam dinginnya malam di pedalaman Sunda, Suara suara turaes terdengar dari pedalaman hutan. Angin membawa harum dedaunan basah dan tanah yang baru terguyur hujan. Di tengah pekatnya malam, Tampak sekumpulan pemuda berkumpul di sebuah rumah panggung. Wajah wajah mereka di penuhi rasa semangat meskipun mereka merasa lelah, Namun lelah mereka tidak bisa disembunyikan.
Di antara mereka, Berdiri seorang pemuda yang bernama Ujang, Usianya baru 20 tahun, Namun sorot matanya menunjukkan kebijaksanaan dan keberanian yang melebihi usianya. Ujang adalah suatu pemimpin dari kelompok perjuangan ini. Dengan suara pelan namun tegas, Ia berbicara kepada teman temanya.
"Kita sudah terlalu lama dijajah. Sudah saatnya kita bangkit dan merebut tanah air kita," ucap Ujang, suaranya menggema di dalam ruangan kecil itu.
Para pemuda lain mengangguk setuju. Bahwa mereka tau perjuangan ini tidak mudah. setiap hari, mereka berlatih dengan senjata seadanya, Bergerilya di hutan, Dan mengatur strategi untuk melawan pasukan penjajah yang jauh lebih kuat dan terlatih.
Namun, perjuangan ini bukan tanpa korba. Beberapa temen Ujang terluka parah. Dengan segera, mereka membawa yang terluka kembali ke markas mereka. Linda dan beberapa wanita desa lainya siap dengan obat obatan tradisional untuk mengobati mereka.
Malam itu, Di bawah langit yang cerah, mereka berjanji untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan ini, apapun yang terjadi. Karena bagi mereka, merah putih bukan sekedar warna, tapi simbol dari keberanian, Pengorbanan dan cinta kepada tanah air yang tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H