Lihat ke Halaman Asli

Penjaga Sukarno: yang Setia dan yang Berkhianat

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat peristiwa G30S 1965 terjadi, Maulwi Saelan menjabat sebagai Wakil Komandan Cakrabirawa. Dialah orang yang terus mendampingi Bung Karno selama dua hari terkelam sejarah politik Indonesia --mulai 30 September hingga 1 oktober 1965.

Sebagai satu-satunya orang dekat Bung Karno yang masih hidup, kesaksian Saelan amat penting dalam rangka membersihkan tuduhan dan fitnah yang dialamatkan kepada Bung Karno dalam peristiwa G30S.

“Bung Karno tidak tahu sama sekali penculikan Jendral pada 1 Oktober 1965 subuh,” kata Saelan saat menerima Saya beberapa waktu lalu.

Tuduhan keterlibatan Bung Karno dalam peristiwa G30S bermula dari kesaksian salah seorang ajudan presiden bernama Letnan Kolonel (KKo) Bambang Setijono Widjanarko. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kepada Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Azwier Nawie dan Letnan Kolonel (CPM) Soegiardjo dari tim pemeriksa pusat (teperpu), Bambang mengatakan Bung Karno telah mengetahui rencana penculikan dan pembunuhan yang akan dilakukan Letkol Untung Samsoeri terhadap para Jendral Angkatan Darat pada malam 1 Oktober dini hari.

Bambang mengatakan, pada malam 30 September 1965 --beberapa jam sebelum penculikan para Jendral dilakukan, Bung Karno menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan Jakarta. Saat sedang menunggu waktu berpidato, seorang anggota Cakrabirawa dari kepolisian Adjun Inspektur Polisi (AIP) I Sogol Djauhari Abdul Muchid menghadap Bung Karno.

Sogol membawa sepucuk surat dari Komandan Batalion I Cakrabirawa Letkol Untung Samsoeri yang berisi kesiapan pasukan melakukan penculikan. Setelah menerima surat itu Bung Karno beranjak ke toilet untuk membaca surat dari Untung. “… isinya pemberitahuan dari Untung kepada presiden tentang akan dimulainya penindakan terhadap perwira tinggi angkatan darat yang tidak disenangi Bung Karno,” kata Bambang.

Tuduhan Bambang semakin liar. Dia menyebut pada 4 Agustus 1965 --dua bulan sebelum G30S terjadi, Bung Karno sempat mengadakan pertemuan khusus dengan Komandan Resimen Cakrabirawa Brigadir Jendral Sabur dan Letkol Untung di Istana. Kepada keduanya, Bung Karno meminta agar segera diambil 'tindakan' kepada para para jendral yang tidak loyal.

Pernyataan Bambang memunculkan reaksi keras dari Saelan. Saelan mengatakan tuduhan yang disampaikan Bambang adalah kebohongan. Menurut Saelan, pada malam 30 September 1965 dirinya terus mengawal Bung Karno di acara Munastek.

Selama menjaga Bung Karno dia tidak melihat ada anggota Cakrabirwa yang datang mendekati Bung Karno. Selain itu, tambah Saelan, Bung Karno juga tidak pernah meninggalkan kursinya hingga masuk sesi pidato.
“Saya yang terus mendampingi Bung Karno dan tidak pernah meninggalkannya walaupun sebentar tidak melihat kedatangan pelayan Sogol yang menitipkan sepucuk surat yang katanya dari Untung untuk diserahkan kepada Bung Karno,” kata Saelan menegaskan.

Saelan mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dari kesaksian Bambang. Menurutnya tidak mungkin seorang perwira militer sekelas Untung menitipkan surat dengan tingkat kerahasiaan tinggi kepada seorang pelayan seperti Sogol.

Selain itu, Teperpu juga tidak pernah memeriksa Sogol atas kesaksian yang disampaikan Bambang. Soal pertemuan Bung Karno dengan Sabur dan Untung pada 4 Agustus 1965 juga dibantah Saelan. Menurutnya pada tanggal itu Sabur dan Untung sedang tidak bertugas di Istana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline