Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Musik Jadul (2): Indonesia 1965 - 1970

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1367472877706933300

Masa 1965-1970 ini adalah masa keterbukaan dalam budaya Indonesia,  seiring tumbangnya pemerintahan Sukarno. Meskipun produk musik ketika itu hanya berupa piringan hitam yang tidak semua orang mampu membelinya, tapi musik tetap terdengar secara luas melalui radio. Dan siaran radio tidak lagi jadi monopoli RRI. Banyak sekali radio non RRI yang muncul di masa ini. Elshinta dan Prambors (Jakarta), Mara (Bandung), Geronimo (Jogja), Strato dan Suzana (Surabaya) adalah beberapa diantaranya yang masih eksis sampai hari ini. Radio Swasta yg jaman itu disebut Radam (Radio Amatir) itulah yang paling bertanggung jawab menyebar luaskan virus musik di jaman itu. Berbeda nasib dengan Film Indonesia yang hanya mampu bertahan dengan proteksi, musik Indonesia tidak pernah merasa 'inferior' untuk beradu dada menantang serbuan musik asing.  Mungkin juga hal ini karena jasa Bung Karno yang berhasil dengan program  'nation character building' nya. Generasi yang lahir pasca kemerdekaan ('baby boomers', istilah di Amrik), meskipun faseh berteriak "...............my faaaather was a gaaaaambling maaaan, down in New Orleans" (The Animals-House of Rising Sun), atau nyanyi menya-menye  "Feel ......, I'm going baaaaack to Maaaassachusetts...." (The Bee Gees-Massachusetts), tapi tetap meng'amin'i saja ajakan bang Muchsin kepada mbak Titiek Sandhora ".........bagaimana kalau kita ke Bina Riaaaaa, banyak pengunjung yang melantaaai disana ..." (Muchsin/Titiek Sandhora-Ke Bina Ria). Tapi yang jelas, musik rock 'n roll 'resmi' diterima di Indonesia sejajar dengan genre musik yang lain dan para musisi Indonesia dengan cepat belajar memainkannya. *

Dara Puspita.

Sulit untuk menuliskan musik Indonesia di masa itu tanpa menyebut kehadiran sebuah supergrup perempuan asal Surabaya ini.  Dibentuk tahun 1964, dengan beranggotakan Titiek Adji Rahman (lead-guitar) dan adiknya Lies AR (bass), Susy Nander (drum) dan Anni Kusuma (rhythm guitar). Grup ini baru mulai dikenal ketika pindah ke Jakarta (1965) dan posisi Anni Kusuma digantikan Titiek Hamzah yang memainkan bass.  Meskipun album pertama mereka "Jang Pertama" (1966) tidak sepenuhnya mencerminkan gaharnya musik mereka diatas panggung, tapi album ini membuat nama grup ini semakin berkibar. [caption id="attachment_241155" align="aligncenter" width="396" caption="kaskus,us"][/caption] Mereka adalah singa-singa (betina) di atas panggung. Tidak ada lagu mereka yang sendu atau bernada sedih putus cinta. Semua lagu bernada riang, yang memungkinkan mereka berteriak, menjerit, melompat dan berjingkrak. Mereka melakukan distorsi pada gitarnya hingga meraung-raung, bahkan membantingnya di atas panggung. (Meskipun si gitar tidak sampai hancur berkeping-keping seperti kelakuan Pete Townshend, gitarisnya The Who itu). Meskipun busana panggung mereka cukup sensual (biasanya mereka memakai rok mini atau hotpants) namun tidak ada aksi panggung mereka yang menyerempet  erotisme.  Mereka cuma bermusik dan tampilannya mirip anak-anak mami yang teriak jutek karena dilarang begini-begitu.  Dan musik mereka memanglah dahsyat!. Dara Puspita kemudian melakukan tour panjang ke Eropa 1968, pulang 1971 dan mendapat sambutan sangat meriah di bandara Kemayoran.  Setahun penuh mereka kemudian tour keliling Indonesia dengan konsep musik yang lebih sempurna dan ...................bubar tahun 1972 di puncak kejayaannya.   Bisa dibayangkan posisi mereka pada tour terakhir itu, kalau yang menjadi band pembuka adalah Rollies asal Bandung,  yang ketika itupun juga sudah menjadi sebuah supergrup. Selama mereka di Inggris, mereka sempat merekam 2 single untuk CBS dan sebuah lagi untuk Philips di Belanda. Lagu Ba-Da-Da-Dum ini adalah salah satu diantaranya. Kesuksesan Dara Puspita membuat banyak grup perempuan lain bermunculan. The Female, Beach Girls, The Candies dan salah satu yang cukup sukses,....... The Singers.  Dinamakan The Singers karena semua anggotanya adalah para penyanyi perempuan yang 'nyambi' bermain musik. Neneng Salmiah (gitar), Tuty Thaher (bass),  Sally Sardjan (organ), Shinta Dungga (gitar) dan Henny Purwonegoro (drums). Tapi tidak ada satupun yang mampu menyamai pencapaian sang Dara Puspita....... *

Titiek Sandhora.

Penyanyi kelahiran Brebes yang besar di Solo, yang bernama asli Oemiyati ini memang berhak untuk 'memiliki' era itu.  Banyak lagunya menjadi hits dan jadi sajian utama di berbagai radam.  Si Boncel, Si Djago Mogok, Tante Tjerewet,  Gunung Fujiyama,  Di Batas Kota adalah beberapa diantaranya. Suaranya yang bening, lantang dan 'childish' ditopang oleh lagunya yang mudah dicerna melambungkan namanya ke tempat teratas deretan penyanyi paling ngetop di jaman itu. [caption id="attachment_241157" align="aligncenter" width="200" caption="djadoelantik.bogspot.com"]

13674729541552931332

[/caption] Di puncak kariernya itu, dia dipasangkan dengan Muchsin Alatas seorang penyanyi yang 'biasa-biasa' saja (ketika itu).  Duet ini kemudian meraih posisi teratas di bisnis musik Indonesia. Hitsnya, antara lain, Ke Bina Ria (yang di atas itu), Pertjaja Harapan dan Tjinta,  Hatimu hatiku (adaptasi dari lagu Somewhere Between karya Merle Haggard/Bonnie Owens, 1967) dan tentu saja yang ini................ Pasangan duet ini kemudian meresmikan cinta mereka dalam ikatan perkawinan 1972 dan nama Titiek Sandhora meredup setelah itu..... * Banyak penyanyi perempuan lain yang muncul dan ngetop di era itu,  misalnya saja Ernie Djohan (Teluk Bajur,  Kau Selalu Di hatiku, Mutiara Jang Hilang,  Sendja Di batas kota, Pemalu),  penyanyi bersuara lembut Tetty Kadi (Teringat Selalu, Pulau Seribu, Bunga Mawar, Sepasang Rusa, Sepandjang Djalan Kenangan),  Laily Dimyati (Bunga Flambojan),  penyanyi cantik Anna Mathovani (Antara Pria dan Wanita, Pertemuan). Tapi demi kesetaraan gender, nama penyanyi pria harus disebut juga bukan? Tidak banyak nama penyanyi pria di masa itu yang mampu menembus puncak kepopuleran.  Deddy Damhudi hanya punya hits Peluklah Daku dan Ciumlah,....eh salah..... Peluklah Daku dan Lepaskan.   (Hitsnya Gubahanku ciptaan Gatot Soenyoto baru muncul tahun 1974).  Nama Benyamin S. juga mulai diperhitungkan karena lagu ciptaannya yang dinyanyikan Bing Slamet Nonton Bioskop sangat populer.  Tapi Benyamin Suaeb sebagai penyanyi baru muncul di era sesudah ini..............

Bob Tutupoly.

Namanya sebenarnya sudah beredar jauh sebelumnya.  Bersama The Jazz Riders,  Bob mengisi acara tetap di restoran mewah (ketika itu) Nirwana Supper Club di Hotel Indonesia. [caption id="attachment_241158" align="aligncenter" width="266" caption="driwancybernuseum.wordpress"]

1367473057186804210

[/caption] Dari tempat itu dia mulai dikenal dan memperoleh julukannya sebagai "Harry Belafonte of Indonesia". Tapi namanya baru melambung ke puncak setelah merekam lagu-lagu hitsnya Mengapa Tiada Maaf,  Kerinduan dan..... yang ini, Tinggi Gunung Seribu Janji. Namanya melambung lagi ketika membawakan lagu Widuri (1977) dan Symphony Yang Indah (1980).... * Di masa itu tersebutlah seorang penyanyi pria bernama Oma Irama. Biasanya memakai kostum berwarna putih kelap-kelip (glitter gitu loh!), ketat membungkus badan dengan melebar di ujung celana dan tangannya (cut bray),  kemejanya terbuka sampai ke perut,  lengkap dengan rambut jambul dan........kacamata hitam.  Sering tampil di TVRI sendirian atau bersama pasangan duetnya Inneke Kusumawati.  Tapi karena lagunya lagu Pop biasa yang bukan lagu Melayu (apalagi dangdut),  maka posisi puncak khasanah lagu Melayu di jaman itu harus diserahkan kepada.............

Ida Laila.

Namanya sudah tercatat ketika tahun 60an menyanyikan lagu ciptaan Achmadi,  Siksa Kubur. Sayangnya lagu ini lebih terkenal ketika didaur ulang oleh Rita Sugiarto, dan terutama setelah PSP membawakannya secara slenge'an. [caption id="attachment_241159" align="aligncenter" width="180" caption="iyaa.com"]

13674732111266817624

[/caption] Tapi lagu ciptaan  A. Malik BZ ini benar-benar meledak dijaman itu.  Banyak sekali penyanyi Indonesia lain yang kemudian mendaur ulangnya...... Keagungan Tuhan. * Sebelum mengakhiri postingan ini, rasanya gak lengkap kalau tidak menyebut supergrup Indonesia yang satu ini.  Namanya demikian membahana sehingga mampu menjadi standar penampilan dan memicu munculnya grup lain di era berikutnya......

Koes Plus.

Seusai lepas dari penjara di masa pemerintahan Sukarno,  grup Koes Bersaudara masih eksis dan masih aktif rekaman (To The So Called Guilties, 1967).  Tapi album ini jeblok di pasar.  Karena itu Nomo Koeswoyo sang drummer, memutuskan untuk berhenti bermain musik.  Untunglah,  sang kakak, Tonny Koeswoyo tetap ngeyel dan mengajak Kasmuri asal Jember untuk menggantikan posisi Nomo.  Lahirlah Koes Plus, 1969. [caption id="attachment_241160" align="aligncenter" width="300" caption="last.fm"]

1367473271513701618

[/caption] Album pertama Koes Plus, Dheg Dheg Plas (1969) tidak langsung diterima publik.  Atas jasa RRI lah yang terlalu amat sering memutar lagu-lagu (yang sebenarnya memang indah) ini,  sehingga kemudian lagu-lagunya menjadi dikenal amat luas.  Setelah itu 'seperti angin bertiup di sisikuuuu, oooh, oooooh' hampir semua lagu di album ini meledak luar biasa.  Diterima semua kalangan tanpa batas gedongan atau jelata..... Semua menyanyikannya. Lagunya tetap dengan resep  ala Koes Bersaudara.  Enteng, renyah, mudah dihapal tapi tidak merintih-rintih.  Syair yang seharusnya bisa dinyanyikan secara sendu seperti  "Waktu hujan turun di malam itu. Di bawah payung ku berlinduuung. Sederas hujannya air mataku. Sejak kau putuskan kasihmu.... Owahahaha  hahahaaa" dinyanyikan tetap dalam irama riang.  Ditambah dominasi gebukan drum Murry.......jadilah sejak awal sang anak tempe (yang saat itu sudah jadi remaja, remaja tempe) bertanya  "Itu benernya sedang nangis apa ketawa sih?" * ________________________________________________________ Ah, sudah kepanjangan nih..... Postingan ini cuma berdasarkan selera dan ingatan si remaja tempe yang memang terbatas. Uwik, uwik............dunia belum kiamaaaaat @ KoplakYoBand

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline