Lihat ke Halaman Asli

Kisah Boma (2): Anak Yang Terbunuh Oleh Ayahnya.

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13279069851912883443

Prabu Boma Narakasura. Penguasa baru Kerajaan Trajutrisna, sebuah kerajaan meskipun kecil dan berpenduduk 80% raksasa, tapi kesaktian sang raja memang luar biasa. Kekuasaan Sang Prabu tidak diperolehnya lewat keturunan, tapi karena kudeta dengan membunuh (atas perintah Dewa) penguasa sebelumnya Prabu Bomantara.  Sang Narakasura memutuskan untuk tidak melakukan reformasi kekuasaan dan membiarkan para pejabat lama di era Bomantara untuk tetap di posisinya, termasuk Patih Pancadnyana yang raksasa dan burung garuda tunggangan Bomantara yang bernama Wilmuka. Toh mereka semua sudah bersumpah setia padanya. "Sssst, mas-e Dalang,......kapan ngai boleh pigi naik panggung?" "Hlo, Udawa? Sapa suruh mbah kesini dan pake kostum Udawa gitu? Pentas ini gak pake Udawa!" Dalangnya kaget, tiba2 Udawa nongol. "Halaaaah, buk gitu lah. Jadi dalang sekali ae sudah sumbung. Ngai perlu honor ni.... Ya, ya, ngai main aja ya...."Paling tidak, ada 3 peristiwa penting dalam kehidupan Boma Narakasura yang menunjukkan karakter unik tokoh ini.....

Peristiwa Tunggarana.

[caption id="attachment_158198" align="alignleft" width="300" caption="Boma Narakasura (1.bp.blogspot.com)"][/caption] Sang Boma Narakasura mulai merasa gerah, mulai merasa kalau negara Trajutrisna terlalu kecil untuk seorang yang kesaktiannya seperti dirinya. Dia perlu membuktikan eksistensinya pada dunia dengan melebarkan wilayah kekuasaannya.Adhigang, adhigung, adhiguna..... "Kita dulu sudah mencoba masuk perbatasan Dwarawati, gusti Prabu. Tapi gak berhasil, mereka terlalu kuat" ujar sang Patih Pancadnyana. "Bathukmu mbledos! Dwarawati itu duwek-e Ebes. Jok ngawur peno!" Sahut sang Prabu seketika (Jw : Jidat lu meleduk! Dwarawati itu punya Bokap! Jangan ngawur lu!) "Sssst, mas-e Dalang,... salah itu. Mas Dalang-e ndak teliti. Pigi ndik mana itu, Dulu Bambang Sitija itu logat-e Batak, kok sekarang Boma dari Peneleh-Surabaya gitu?. Orang-e sama kan?" Udawa nyempil, kritik........ maunya membangun. "Halaaah, ....ini simbah ngikuuuut aja. Sitija itu sudah berubah sejak kerasukan Bomantara. Diam sajalah, gak kebagian honor baru tahu rasa" Dalangnya nyeseq di-interupsi. "Disebelah yang lain ada Tunggarana, gusti. Tapi itupun milik Pringgandani. Pemimpin Pringgandani kan Raden Gatutkaca yang otot kawat tulang besi kringet air keras itu. Tapi rasanya sang Prabu gak kalah sakti sama dia kok. Dijamin. Masalahnya cuma satu .....sang Prabu berani tidak kalau sampai Gatutkaca marah?" Pancadnyana ngomporin. "Pringgandani? Gatutkaca? Apane yang ditakutkan ? Serbu!" Sang Prabu menitahkan. Dan balatentara raksasa Trajutrisna segera meng-invasi Tunggarana. Memindahkan patok batas negara se-enaknya. Tentu saja hal ini membuat berang Pringgandani. Dua pemimpin ini segera bertemu di medan tempur. Pertikaian ini sangat meresahkan Dwarawati induk negara Trajutrisna dan Amarta, induk negara Pringgandani. Dua negara yang bersekutu ini memutuskan untuk menghentikan pertempuran itu. Betapapun Boma merasa kesaktiannya gak terlawan, ngeri juga dia kalau yang menyuruh Sri Kresna, ayahnya sendiri. Gatutkaca-pun seketika nurut saja ketika yang membentak itu Pak De Sakimun, eh salah.....Sang Wrekudara, ayahnya. Tapi dendam kedua orang ini masih menyala, tersimpan rapi, menunggu saat untuk meledak kembali..........

Peristiwa Samba.

Raden Samba adalah putra Prabu Kresna yang lahir dari Dewi Jembawati.  Jadi saudara tiri Boma yang beribu Dewi Pertiwi.  Samba dilukiskan sebagai ksatria yang lemah, yang lebih suka bikin masalah di sana-sini, daripada berantem eh, salah.....menjalankan dharma ksatria.  Isteri Boma, Dewi Hagnyanawati diganggunya pula. (Meskipun ada juga versi cerita yang menyebut bahwa Samba dan Hagnyanawati sebenarnya berjodoh karena keduanya titisan Dewa). Tapi perselingkuhan is merusak Pager Ayu,  suatu hal yang tabu dilakukan, bahkan sampai kini. Peselingkuhan ini tertangkap basah (apanya yang basah?) oleh Boma atas laporan Garuda Wilmuka.  Ketika jiwa Boma dikuasai oleh Sitija, Boma bermaksud mengampuninya, menceraikan isterinya dan menikahkan mereka berdua. Toh itu adiknya sendiri. Tapi Wilmuka gak berhenti ngomporin, dan Boma pelan-pelan dikuasai oleh jiwa Bomantara. Hagnyanawati dibunuh dan Samba disiksa sampai mati. Malah mayatnya dimutilasi...

Ini adalah bagian yang paling menarik dari cerita panjang ini. Proses pergulatan dalam batin Sang Boma Narakasura antara jiwa Sitija yang lurus bersih dan jiwa Bomantara yang penuh nafsu. Boma yang tiap sebentar berubah suara memerankan 2 pribadi berbeda yang berusaha menguasainya.

Sri Kresna tentu saja marah dan kecewa karena perbuatan anak sulungnya itu. Tapi gak bertindak apapun, karena menyadari Samba memang bersalah.

Kematian Sang Boma Narakasura.

Ketika itu Perang Besar Bharata Yudha sudah berlangsung beberapa saat.  Di Amarta,  Pandawa mencari Senapati Perang yang akan memimpin pasukan, menggantikan Arya Seta yang gugur di palagan.  Gatutkaca-lah yang ditugaskan untuk memegang jabatan itu. Dari segi manapun Raden Gatutkaca memenuhi semua persyaratan itu. Semua menyetujuinya, kecuali Boma Narakasura. Boma merasa Gatutkaca gak mampu melebihi dirinya dan memohon semua orang untuk mempercayai dirinyalah yang amat pantas untuk jabatan itu. Nasehat Sri Kresna kali ini gak mempan. Semakin lama Boma semakin marah dan bahkan menantang semua orang untuk berhadapan dengannya. Tantangan itu gak usah diteriakkan 2 kali dan Gatutkaca yang juga masih menyimpan dendam segera meladeninya. Pertempuran 2 orang pilih tanding itu berkobar kembali. Ternyata memang Gatutkaca lebih unggul dan Bomapun terbunuh. Tapi tubuh Boma yg ambruk ke bumi itu luka-lukanya merapat kembali dan segera bangkit lagi melanjutkan pertempuran. Pelan-pelan Sri Kresna menyadari, anaknya itu telah menguasai ajian Pancasona, suatu ilmu yang hanya dimiliki oleh Resi Subali dan muridnya yang terkenal, Dasamuka. Dilanda keraguan mendalam, Sri Kresna segera menghadap Dewa, karena tidak bakal ada yang mampu mengendalikan Pancasona itu kecuali Wisnu, atau titisannya. Para Dewa justru meyakinkannya bahwa Boma itu sekarang bukan lagi anaknya, karena pengaruh kuat Bomantara yang sudah mengikis pribadi Sitija. Batara Wisnu diberi tugas melenyapkan segala angkara di muka bumi...... Sri Kresna segera menuju Sapta Pratala, meminta ijin Dewi Pertiwi untuk melaksanakan perintah Dewa. Merupakan hal mustahil untuk melukiskan perasaan galau seorang Ibu ketika memberi ijin suaminya untuk membunuh anaknya,  walau itu sudah bukan lagi anaknya. Tapi itulah yang terjadi. Dan Sang Bomapun harus berhadapan dengan ayahnya sendiri. Tidak ada yang mampu melawan Wisnu yang sedang tiwikrama (berubah bentuk jadi raksasa sebesar gunung). Boma ambruk ke bumi untuk kesekian kalinya. Tapi kali ini Gatutkaca disuruh membuang kepala Boma ke angkasa dan Udawa disuruh membuat jaring agar jasad Boma Narakasura gak lagi menyentuh tanah......

"Mbah, mbah Udawa, disuruh Sri Prabu, cepetan naik panggung, ......hlo, malah tidur?"

___________________________________________________ Catatan si Boi : Kisah tentang Boma ini dalam Wayang Kulit atau  Wayang Orang (Jawa) yang juga dikenal dalam  Wayang Golek (Sunda),  paling tidak disampaikan dalam 4 lakon utuh yang terpisah (Tetralogi) : Sitija Takon Bapa (Sitija mencari ayahnya), Rebut Kikis Tunggarana (Rebutan Tanah Tunggarana), Samba Juwing (Samba dimutilasi),  serta Boma Pralaya (Boma meninggal) atau sering juga disebut sebagai Gatutkaca Winisudha (Gatutkaca diwisuda).  Memampatkan 4 lakon ini dalam 2 postingan, agar karakter Boma Narakasura tampil utuh, memang sungguh mustahil.  Jadi saya mohon maaf  apabila terdapat detil yang keliru atau ceritanya kepanjangan atau ketidak sempurnaan lain......... ____________________________________________________ Pesan sponsor : Sekarang ini, tokoh Boma Narakasura ini mungkin disebut sebagai seorang yang memiliki kepribadian ganda (dissociative identity disorder) . Tapi saat cerita dibuat,  hanya disebutkan bahwa Bomantara yang sudah terbunuh oleh Sitija, kemudian merasuk dan bersatu jiwa dengan Sitija sebagai Boma Narakasura. Jiwa Bomantara ternyata tidak lebur kedalam Sitija. Bekal Sitija memang cukup untuk menaklukkan dunia. Tapi ketika dunia sudah ditaklukkannya, dan kekuasaan sudah dalam genggamannya,  dia gak punya kekuatan batin yang cukup untuk menaklukkan dirinya sendiri. Tidak mampu mengendalikan nafsunya dan menundukkan alter-egonya. Sitija telah ditundukkan oleh Bomantara yang berada dalam dirinya. Bukankah kita semua begitu?. Kita semua pasti akan memberikan bekal cukup untuk anak-anak kita agar kelak mereka mampu bertahan hidup dan menaklukkan dunia. Tapi apakah kita tidak lupa memberikan mereka bekal batin yang cukup agar mampu menaklukkan Bomantara yang ada dalam jiwanya? * Sebelumnya : Kisah Boma (1) : Sitija dan Wayang Koplak




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline