Lihat ke Halaman Asli

Kisah Boma (1): Wayang Koplak dan Bambang Sitija

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

132584708272572489

(Sudah lama tidak ke ladaaaaang, eh salah.........tidak wayangaaan....) * Di kerajaan Dwarawati, Raja Dwarawati,  Sri Kresna sedang menyelenggarakan sidang di balairung istana. Sri Kresna didampingi oleh isteri-isteri (resminya), Dewi Jembawati, Dewi Rukmini dan Dewi Setyaboma. Dibelakang para isteri ini duduk manis para emban pengiring,.....cantik-cantik semua deh! Sumprit! Dihadapan Prabu Kresna sudah lengkap duduk para nayaka praja. Patih Setyaki, yang berbadan kecil tapi sakti (yang sering dijuluki Bima Bajang-Bima Kecil), panglima perang kerajaan, bersama Patih Udawa yang biasanya mengurusi kesejahteraan rakyat, serta para punggawa lain yang biasanya jadi figuran (yang honornya pas-pasan). "Rayi Setyaki! (rayi=adik). Bagaimana laporan terkini tentang kondisi keamanan Negara?" Prabu Kresna ke Setyaki. "Ampat anem nDan!. Semua Timor Kupang Ambon"  Setyaki (singkat, semangat, nunggu gajian!)

Dalang : "Ssssst, Mas Juki, eh salah..... Mas Setyaki! Ampat Anem itu sudah ada yang punya, dilempar gilingan nanti! Yang benar Lapan Anem,  gitu...."

"Eeeehla, patih laporan apa main HT?  Katanya ada gangguan keamanan di perbatasan dengan para prajurit negara Trajutrisna?.  Serius nih, jangan mbanyol mulu!" Kresna serius. "Ah, laporan ini juga serius nDan. Itu cuma gangguan kecil. Timor Kupang Patinya di Rembang Timor 19 Rembang Wilis 02. Tapi tentara dan alutsista Dwarawati terlalu cukup buat mengusir para pengganggu yang berusaha menggeser patok batas negara itu"  Patih Setyaki semangat Ampat Lima. "Jadi kita bukan seperti negara tetangga sebelah itu yang suka dijahili ama tetangganya soal Ambalat yang gak bisa apa-apa itu kan?" sang Raja menegaskan. "Positif tidak. Lapan anem...." Ujar Setyaki mantaaaabzz, hahay... (gak pake regards). "Terimakasih rayi. Lapan satu tiga. Sang Prabu menoleh ke Patih Udawa : "Udawa, kakang Udawa, ......hlo, tidur? Kakang Udawaaaaaa.....!!!!"

Dalangnya nggeremeng : "Nah lu,  Prabu Kresna ikut maen 2 meteran, pake Buntut Tikus rupanya...."

Patih Setyaki (menyikut Patih Udawa): "Bangun Wa! Tuh Gusti Prabu nanya elu!" Patih Udawa (kaget) : "Siyap gusti Prabu. Masalah kesejahteraan  rakyat udah ngai beresin... Ntik kalu sang Prabu mau liak, buk kaget kalo ndak ada lagi rakyat sing miskin ndik Dwarawati ini. Sumprit dweh!" "Hlo, saya nanya apa, kakang?" Prabu Kresna geleng-geleng "Patih dua, koplak semua..."

Setyaki tiba-tiba meloncat turun dari pentas, nowel sang Dalang.....

"Lang! Yang bener dong! Masa Udawa-nya kaya gitu? Gak ada yang lain yang lebih sarap apa?" "Sssst, kasihan dia. Umurnya sudah 58 tahun tapi tetap kerja jadi pemulung. Biar sajalah, gajinya jadi patih kan nanti bisa dijadikan modal....." ujar sang Dalang (bisik-bisik) "Ada yang omongin Ngai ya? Kualat ntik kamu!" Udawa mendekat, bisik-bisik juga.

Dalang (teriak) : "Hoi, bubar sana! Balik semua ke pentas! Jadi Wayang sekali aja, reseh amat seh!"

Prabu Kresna (serius) : "Begini, para sodara dan sejawat pengelola Negara Dwarawati!. Saya baru saja menerima perintah Batara Guru, sang Ketua Para Dewa. Saya Sri Kresna selaku titisan Wisnu diminta untuk membereskan kekacauan dunia. Negara Trajutrisna disebelah itu sudah terlalu sering memusingkan Dewa. Prabu Bomantara, sang raja sudah sering ke Suralaya mengganggu ketenteraman kehidupan para Dewa. Nah, apa pendapat kalian?" Setyaki (maunya serius) : "Lapan anem, nDan!" Udawa (menguap) : "Hooaaaahm, kapan makannya?" [caption id="attachment_153789" align="alignleft" width="248" caption="Bambang Sitija (bp.blogspot.com)"][/caption] Dalang: "Di tengah seru dan seriusnya perbincangan (emang serius kan?) terdengar keributan di luar balairung. Para pengawal tidak mampu menghentikan seorang anak muda yang memaksa menerobos masuk Balairung.....hlo, hei, hus, hus, kupret! Mau kemana lu? Ini sang Raja di sini.....nyelonong keluar aja, mau kemana?" Anak Muda : "Aku ini datang zauh-zauh dari Ziborong-Borong kezini bukan untuk dibentak-bentak. Mazam mana pula kau ini. Namaku Zada, bukan hei, hus, hus apalagi Kupret". Setyaki : "Lapan anem. Dalangnya memang terlalu kasar!" Udawa : "Ndak salah si mas-e itu. Dalang-e ndak isa main bentak gitu...."Dalang : "Waalllaaaaaah, pensiun aja dah saya jadi dalang kalau wayangnya koplak semua gini...." "Hei, ksatria muda, majulah sedikit kesini. Perkenalkanlah dirimu, dari mana asalmu dan apa maumu datang kesini?" Prabu Kresna menengahi, kasihan melihat dalangnya mewek-mewek..... "Perkenalkan pak Raza, nama aku Zada, ....eh zalah, Bambang Zitija, ada juga yang panggil Jaka Zitija, ah yang mana zaja lah!.  Azal aku dari pertapaan Sapta Pratala. Putra zulung dari Ibu Dewi Pertiwi, cucu Sang Nagaraja. Aku kezini mau cari aku punya Bapak. Menurut Ibu, Bapak aku namanya Sri Krezna, raja Dwarawati....." kata anak muda itu. Prabu Kresna terheran-heran : "Sebentar,.....namamu Sitija? Gak salah nama Bapakmu itu? Sayalah Sri Kresna. Tapi saya gak pernah merasa punya isteri namanya Dewi Pertiwi"

Terjadi keributan di belakang Sri Kresna. Spontan! Isteri mana sih yang gak cemburu tiba-tiba suaminya diakui sebagai Bapak oleh orang asing? Bayangin ributnya, 3 orang isteri lagi!. Gak enaklah dalangnya cerita, wong itu urusan internal rumah tangga......

Setyaki (kompor 1): "Lapan anem. Ngaku ajalah nDan!. 4 isteri juga masih boleh kan?" Udawa (kompor 2): "Ngai kapanane juga lupa ik. Apalagi, ini Raja, kaya lagi. Biar item tapi cakep kan? Laki-laki lupa bini, sekali sekali ndak apa kan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline