Lihat ke Halaman Asli

Bertahan Demi Cinta (Kisah Fiktif Yang Bisa Saja Terjadi) 3

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12907524451233503818

Hari-hari terlewati dan setiap kisaran waktu yang berlalu tak akan pernah kembali...semua bergerak maju meski terkadang memori membawa kita kembali ke masa lalu, tapi itu hanyalah sesuatu yang abstrak. Kini putri kembarku sudah menginjak sekolah dasar. Dan Putra Renal kini menginjak usia balita...tidak ada perubahan berarti dari harapan kami ketika itu, yaitu perubahan sikap dari Yuni, istri Renal. Aku kini mengagumi adikku itu, ia yang ketika lajangnya adalah anak berandalan, pecandu narkoba, kini berubah drastis. Ia benar-benar memegang teguh ajaran Bunda, Bertahan demi cinta ! Ya...rasa pesimisku memang lebih baik aku ubah menjadi kekaguman, karena sekuat apapun aku protes tak akan mampu merubah keadaan jika Renal dan Yuni tetap nyaman dalam situasi seperti itu. Miris sesungguhnya hati ini ketika melihat Yuni makin "berkuasa" di rumahnya...Renal harus menerima nasib di PHK di instansi BUMN tempatnya bekerja, nasib seorang pegawai honorer... Tapi Renal tetap menjaga harga dirinya sebagai seorang suami. Ia coba untuk berbisnis...aneka bisnis ia ikuti, mulai dari bisnis Riil hingga MLM dan asuransi. Pendapatannya ? jelas tetap masih jauh dari Yuni... Renal sebenarnya memiliki kesempatan untuk berkembang, sebelum  di berhentikan dari perusahaannya itu Renal sempat di promosikan untuk jadi pegawai tetap, namun ia harus menempuh studi dahulu di Malaysia. Tapi dengan tegas hal itu di tolak oleh Yuni ! "Kamu mau apa sih Mas ? Ke malaysia segala, belajar ? lalu kamu jadi pegawai tetap ? apa dengan begitu dapat menjamin kehidupan kita jadi lebih baik. Sudahlah kamu lepas saja, sekarang bisnisku sedang berkembang, siapa yang urus Arif ? aku mau yang urus anak kita ya kita. Aku nggak mau Arif di urus orang lain, meskipun Bunda sukarela mengurusnya..." Begitu kata Yuni suatu ketika kepada Renal "Ya sudah..kalau itu maumu...aku berhenti dan urus Arif, sembari cari bisnis yang bisa ku kendalikan dari rumah.." Renal berusaha untuk bersikap bijak Aku terkejut begitu tahu keadaan itu. Aku heran bisa-bisanya Renal bersikap "nrimo" seperti itu... "Nal...kamu bodoh atau tolol sih ? jangan-jangan kamu waktu nikah dulu di pelet kali ya sama Yuni. Yang bener aja, masa berkali-kali Yuni berkehendak langsung kamu ikuti, sableng !" kataku tak menerima kondisi itu "Kak...aku hanya nggak mau jadi suami egois. Aku beri dia kesempatan, karena sekarang memang Allah sedang memberikan rizki berlimpah kepadanya.Tokh dia sekarang sudah mau berubah, sudah mulai mau shalat walau masih bolong-bolong.tandanya ia sudah mulai dekat dengan Tuhannya kan ? Aku juga nggak tinggal diem kok...setiap tindakannya yang salah selalu aku peringatkan, tapi dengan cara yang bijak dan santun. Percuma jika niat kita baik tapi disampaikan dengan cara yang tidak baik, iya kan ?" Renal berkata dengan tenang Aku terpana memandang adikku satu-satunya ini, jarang aku temui lelaki seperti dia...subhanallah, ini berkah kasih sayang dan ketulusan cinta bunda dalam mendidik serta membesarkan kami. "Kak...jika ia sudah sampai pada titik jenuh, aku akan ambil semua "kekuasaan" dia...kan begitu yang seolah-olah orang luar liat..iya kan ? seolah-olah aku ini lelaki yang nggak punya sikap, mau aja di perintah istri, di budaki, dan berpenghasilan lebih rendah dari istri...Orang hanya melihat dari sisi materinya saja. Tapi kalian tidak pernah tahu apa yang aku beri untuk istriku kan..? diam bukan berarti bodoh kan Kak ?" lanjut Renal masih tetap dengan ketenangan yang luar biasa. Dan apa yang kami bicarakan itu tak lama terjadi...semua bisnis Yuni yang selalu di banggakannya gagal ! Ia di tipu oleh rekan bisnisnya hingga harus merelakan semua harta benda dan segala kemewahannya sirna. Kini mereka tinggal di rumah kontrakan sederhana, dan Yuni mengalami depresi berat. Dan Bunda kembali menunjukkan kehebatannya, ia merawat Yuni dengan penuh kasih. Begitupun Renal, ia tidak meninggalkan Yuni. Ia memotivasi Yuni untuk bangkit sementara roda perekonomian "kembali" ke tangan Renal. "Dik...ini ujian dari Tuhan. kamu bersyukur hanya terlibat hutang, dan kita sudah sanggup melunasi semua...hanya sekarang kita harus mulai lagi dari nol, itu saja. Sayang...percayalah titik nol ini adalah masa terindah...dari nol kita bisa lagi memulai melangkah ke angka 1 dan seterusnya...Percuma harta banyak bila tidak berkah sayang...dan mari kita undang keberkahan itu mulai kini, bekerja dan berdoa...jangan kau ulangi perilakumu kemarin. Kau menuhankan bisnis dan materi sementara Tuhan sebenarnya kau tinggalkan jauh-jauh...kau lalai kan bunda, aku, dan Arif hanya demi ambisimu yang entah apa..Dik, masa lalumu boleh kelam, tap jangan sampai kau balas dendam hingga aku,arif, bunda menjadi korban..." Renal coba memotivasi Yuni yang hanya bisa diam mematung Tiba-tiba jari-jemari Yuni bergerak, matanya basah, dan meneteslah air mata penyesalan dari kelopak matanya yang indah dan selama ini telah kering diganti dengan ambisi duniawi semata. "Maafkan aku, Mas..." Renal menggenggam tangan Yuni, kemudian ia menciumnya lembut dan dengan penuh cinta, "Aku bukan saja memaafkan kamu sayang...aku telah berikan cintaku sepenuh hati hanya untukmu..."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline