oleh : Jaya di Kusumah -- ISJ #2862
Ada fenomena menarik pada dua kegiatan besar Gerakan Pramuka, yaitu Jambore Nasional 2016 dan Raimuna Nasional 2017 yang keduanya diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur, Jakarta Timur. Tampak banyak anggota pramuka mengenakan" seragam loreng". Pertanyaannya ada apa ya? Apakah sekarang Gerakan Pramuka sudah mengubah isi Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)-nya?
Sebagaimana pada AD Bab III SIFAT -- Pasal 6 ayat 2 isinya : Gerakan Pramuka bukan organisasi sosial politik dan tidak menjalankan kegiatan politik praktis.Pengertian saya adalah Pramuka sebuah organisasi netral dan tidak menjadi organik bela negara langsung pada garda depan, yang melakukan intervensi, defensif, dan aksi reaktif. Apalagi sering terdengar juga yel-yel Pramuka yang diadopsi dari Lagu Koes Plus "Kolam Susu", dengan lirik lagu "Pramuka bukan Tentara bukan Polisi", sebenarnya semakin meyakinkan bahwa hakekat Gerakan Pramuka yang belum berubah.
Sebagai Pramuka (walau tidak aktif lagi ) merasa tergerak dan terusik dengan keberadaan "seragam loreng Pramuka". Walaupun belakangan saya mendapatkan informasi bahwa seragam loreng itu bukan seragam resmi dari Kwartir Nasional tetapi hanya sebagai seragam kegiatan lapangan, di luar seragam resmi Pramuka, coklat muda-coklat tua. Tetapi yang membingungkan adalah penggunaan "seragam loreng Pramuka" dilengkapi dengan kacu merah putih dan atribut resmi (tanda lokasi, tanda Kwartir, tanda penghargaan dan lainnya sebagaimana yang dikenakan pada seragam resmi .
Padahal penggunaan seragam loreng tidak sembarangan. Dalam ranah kemiliteran, penggunaan seragam loreng adalah sebuah teknik survival pertahanan diri untuk mengelabui penglihatan/pengamatan lawan, agar tidak terdeteksi oleh pasukan lawan. Penggunaan loreng sama dengan menyatu dengan alam serta menghindari sasaran tembak lawan.
Ditilik dari mengapa mengenakan seragam loreng sudah jelas maksud dan tujuannya yaitu kamuflase bagi organik perlawanan dalam peperangan. Lalu kepentingan penggunaan "seragam loreng Pramuka" oleh anggota pramuka untuk apa? Apakah memang demikian sebagaimana kaidah kemiliteran atau sekedar meniru tanpa dasar manfaatnya. Gerakan Pramuka sebuah organisasi besar dan menjadi panutan serta contoh yang bisa ditiru dan dituruti tindak tanduk serta kelengkapannya, termasuk seragam dan atribut.
Mengingat belum lama penggunaan "seragam loreng Pramuka", rasaya layak dicermati dan dievaluasi dan disarankan disudahi pemakaiannya, karena tidak sesuai dengan AD/ART serta tidak sesuai dengan Pasal 59 ayat 1b Undang-undang No.17 Tahun 2013 Tentang Penggunaan Atribut Militer, yaitu "Dilarang menggunakan pakaian menyerupai pakaian dinas militer. Jangankan sipil (termasuk Pramuka) Polri saja tidak lepas mendapatkan pertanyaan serupa.
Sebagai referensi dari : Kompas.com 15/11/2014/09.39 dengan judul : Dikritik, Seragam Loreng Brimob (saat HUT 69 Brimob; jumat 14/11/2014 di Depok JawaBarat. Catatan : sudah diklarifikasi oleh Kapolri saat itu). Jangankan sipil (termasuk Pramuka).
Menyerupai berarti memakai seragam loreng walau dengan motif berbeda. Kalau pencegahan tidak dilakukan dari sekarang dan dibiarkan berkepanjangan maka yang terjadi adalah "kelirumologi"dan menjadi kekacauan dan sekaligus kerancuan dari prinsip visi dan misi organisasi Gerakan Pramuka.
Mari kita kembali ke jiwa dari Tri Satya dan Dasa Dharma. Tulisan ini tanpa tendensi dan latar belakang apa-apa, melainkan sebuah kepedulian dan perhatian pada besarnya makna Gerakan Pramuka yang harus dijaga marwah dan aktifitasnya. Salam Pramuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H