Lihat ke Halaman Asli

Dilema Kenaikan Harga BBM

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM pada tahun ini semakin meresahkan rakyat. Jenis premium misalnya, terdapat perbedaan kuota antara BBM Rp 4.500 dan Rp 6.500. Belum lagi, pemerintah dan pertamina tidak menjelaskan secara jujur jumlah kuota di setiap masing-masing daerah, tentu saja ini dinilai belum tranparans dari pemerintah maupun pertamina.

Wacana yang dibuat oleh pemerintah seolah-olah harus di iyakan masyarakat, padahal tidak ada jaminan ketika harga subsidi BBM yang dialihkan ke rakyat tidak  mampu, nantinya akan jatuh tepat ditangan rakyat yang tidak mampu. menjadi persoalan yang serius ketika hal ini berhasil di realisasi oleh pemerintah, mengingat perekonomian rakyat masih dibawah garis besar kemiskinan.

Memang, bukan menjadi hal yang baru lagi, ketika harga BBM akan naik menjelang pemilu. Sebelumnya juga terjadi hal yang sama pada tahun 2009 dan bertepatan dengan pemilu legislatif. Pertanyaannya adalah, apakah ini hanya secara kebetulan? Ataukah permainan politik yang mulai di perdendangkan?

Banyak yang mengira bahwa ini semua adalah rencana politik kotor dalam menjelang pemilu 2014. Karena biasanya kenaikan harga BBM, syarat akan unsur politis. Padahal dalam kondisi sekarang saja rakyat Indonesia masih mengeluh dengan kebutuhan pangan yang terus melesat naik, bayangkan saja untuk kondisi di pulau jawa dan sekitarnya masih mengalami kerisis akan kebutuhan pangan yang melanda mereka saat ini. Apalagi ketika harga BBM sudah ditetapkan naik oleh pemerintah.

Mengeluh, resah dan bahkan tidak sedikit yang putus asa, oleh modernisasi ala SBY CS dalam mengatur kesejahteraan rakyat. Mungkin terlalu jauh ketika kita berbicara tentang Indonesia sejahtera. Indonesia yang aman pun kini menjadi PR bersama pemerintah untuk mengatasinya. Rakyat menangis dan tertatih ketika ingin meminta keadilan. Hingga sila ke-5 dari pancasila sepertinya harus berubah menjadi “kesengsaraan bagi seluruh Rakyat Indonesia”

Siapa yang harus disalahkan, ketika cita-cita bung karno selalu tersendat dengan bebagai polemik yang tiada henti. Pancasila disusun dengan tangan dan harapan besar seluruh rakyat Indonesia. Namun, siapa yang harus bertanggung jawab ketika pancasila tidak sesuai lagi dengan realitas kehidupan sekarang. Indonesia yang dikenal dunia sebagai Negara agraris kini menjadi Negara yang miris dalam setiap permaasalahannya.

Seperti tidak ada habisnya, permasalahan demi permasalahan kian tak terbendung. Belum lagi dengan kasus-kasus korupsi yang selalu mehantui negeri ini. Wajarlah ketika rakyat di era sekarang masih mengalami kerisis kepercayaan terhadap pemerintah. Padahal, sebagian dari rakyat Indonesia menggantungkan harapannya pada terciptanya pemerintahan yang baru. Harapan ini seharusnya menjadi motivasi positif terhadap kinerja pemeritah kedepan.

Kepentingan rakyat menjadi prioritas utama pemerintah jika ingin mendapat apresiasi dari rakyat. Namun akan menjadi lebih lain, jika apresiasi di dukung oleh konstribusi yang nyata dalam konteks kinerja pemerintah. Berbicara konstribusi pemerintah terhadap rakyat, sepertinya harus di kaji ulang, mengingat sejauh ini rakyat masih bingung dan kesulitan, dalam memberikan penghargaan yang pantas untuk pemerintah. Penghargaan untuk kasus century? Atau penghargaan untuk lembaga superbody seperti KPK? Faktanya masih banyak kasus besar yang masih belum terungkap.

Lalu dengan siapa lagi rakyat akan menggantungkan cita-cita dan harapannya, ketika segala persoalan kian memperpanjang episode-episode yang tak berujung. Negeri ini bukanlah sebuah panggung drama yang bisa di perankan oleh aktor- aktor amatiran dan sutradara profesiaonal. Negeri ini adalah sebuah harapan untuk menjalankan kehidupan manusia sebagai kehidupan yang indah dan sejahtera.

Kisruh kenaikan harga BBM naik menjadi persoalan yang khas dalam pemerintahan SBY, kita ketahui bersama pada tahun lalu, BBM hampir dapat dipastikan naik. Namun tidak jadi, karena ada beberapa partai oposisi dan partai koalisi yang menolak dengan tegas kenaikan BBM ketika itu. Haruskah sekema tentang BBM ini akan terulang.

Dapat dipastikan, dengan kenaikan harga BBM ini akan semakin mendongkrak pengangguran yang ada. Padahal pemerintah baru akan memulai program untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Tapi lagi-lagi tidak sebanding , dengan dampak yang akan di alami. Karena pengangguran akan terus bertambah sedangkan lapangan pekerjaan belum banyak tercipta.

Sistem politik menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap setiap kebijakan yang diciptakan. Pembaharuan sistem politik Indonesia sebaiknya harus sesegera mungkin di lakukan. Karena sistem politik kita masih rawan terhadap gangguan tangan-tangan jahil, baik di internal maupaun di eksternalnya, solusi yang konkrit adalah secepatnya harus di temukan. Sebab, kebutuhan rakyat Indonesia sudah mendesak sekali.

Terlepas dari itu semua, komitmen pemerintah harusnya sebagai fasilitator rakyat. Sekarang ini rakyat tidak lagi peduli dengan janji semata, sebab kontinunitas dari janji –janji itu adalah nihil. Konstribusi menjadi contoh konkret yang di inginkan oleh seluruh rakyat Indonesia, namun rakyat ingin konstribusi itu terlihat konkret dengan harga BBM diturunkan bukan malah dinaikkan.

Harga BBM seharusnya bukan menjadi masalah utama bangsa ini. Ketika melihat potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia, dan bahkan menjadi sesuatu yang mungkin saja terjadi jika harga BBM di indonesia dapat turun. Bayangkan, jika harga BBM tidak lagi menjadi masalah yang melanda bangsa kita. Pengangguran akan terus menurun karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia. Dan kebutuhan pangan dapat terpenuhi karena bahan pokoknya yang terjangkau.

Allah S.W.T memberikan karunia yang begitu besar kepada negeri kita Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah ruah, di lautan dan didaratan. memiliki penduduk terbesar ke 4 di dunia, hingga mempunyai Luas wilayah yang dapat menampung kehidupan dimasa mendatang. Tetapi tanda rasa syukur inilah yang disalah gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan kehidupan peribadinya saja. Sungguh aneh, kita menjadi miskin ketika tinggal di negeri yang kaya raya.

Anggota legislatif yang mewakili rakyat di pusat, dalam konteks ini DPR RI, harus segera menemukan solusi yang tepat, guna menyelamatkan perekonomian rakyat. Apa jadinya ketika era 1998 akan terulang pada pemerintahan saat ini. Demo terjadi dimana-mana, kerusuhan dan tuntutan akan selalu mewarnai kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Kita tunggu saja nanti, karena sekali lagi yang harus diingat adalah rakyatlah yang menjadi pemegang tertinggi kekuasaan di republik ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline