Lihat ke Halaman Asli

Penulis Senja

Guru Honorer

Rencanamu Bukanlah Kuasamu

Diperbarui: 7 Juni 2024   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Sejak kecil, Arif memiliki impian besar untuk menjadi seorang dokter. Ia adalah seorang siswa yang cerdas dan rajin. Setiap malam, ia belajar dengan tekun, mempersiapkan dirinya untuk ujian masuk sekolah kedokteran yang terkenal di ibukota.

Arif adalah anak tunggal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai petani, sementara ibunya adalah penjahit. Meski hidup sederhana, orang tua Arif selalu mendukung impiannya. Mereka bekerja keras untuk memastikan Arif mendapatkan pendidikan terbaik.

Hari demi hari, Arif belajar tanpa henti. Ketika ujian masuk sekolah kedokteran semakin dekat, ia semakin meningkatkan usahanya. Namun, di balik usahanya yang keras, Arif sering merasa cemas dan tertekan. Bagaimana jika ia tidak berhasil? Bagaimana jika semua usahanya sia-sia?

Ketika hari ujian tiba, Arif merasa gugup, tetapi ia berusaha tenang. Ia mengerjakan setiap soal dengan hati-hati dan berharap yang terbaik. Setelah ujian selesai, Arif hanya bisa menunggu dengan penuh harapan dan doa.

Beberapa minggu kemudian, hasil ujian diumumkan. Dengan hati yang berdebar, Arif membuka surat pemberitahuan. Namun, hatinya hancur ketika melihat bahwa ia tidak lulus. Segala usahanya, semua malam tanpa tidur, semua pengorbanan orang tuanya, terasa sia-sia.

Arif merasa putus asa. Ia merasa telah mengecewakan semua orang, terutama orang tuanya. Ia merasa gagal. Dengan hati yang berat, ia pergi ke bukit kecil di dekat rumahnya, tempat ia sering merenung. Di sana, ia bertemu dengan Pak Budi, seorang petani tua yang bijaksana dan tetangga baik keluarganya.

Pak Budi melihat raut kesedihan di wajah Arif dan mendekatinya. "Ada apa, Arif? Kenapa kamu terlihat begitu sedih?"

Arif menceritakan semuanya kepada Pak Budi, tentang impiannya menjadi dokter, tentang kegagalannya dalam ujian, dan tentang rasa putus asa yang kini menyelimutinya.

Pak Budi mendengarkan dengan penuh perhatian, kemudian berkata, "Arif, rencanamu memang baik, tetapi ingatlah bahwa rencanamu bukanlah kuasamu. Kadang-kadang, hidup memiliki rencana lain yang lebih baik untuk kita, meski kita tidak bisa melihatnya sekarang."

Arif terdiam, mencerna kata-kata Pak Budi. "Tapi apa yang harus saya lakukan sekarang, Pak? Semua yang telah saya lakukan terasa sia-sia."

Pak Budi tersenyum bijak. "Tidak ada yang sia-sia, Arif. Semua usaha dan pembelajaranmu telah membentuk dirimu menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Kadang-kadang, kita hanya perlu sedikit waktu dan kesabaran untuk melihat ke mana jalan hidup membawa kita."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline