Waktu aku diperbantukan di sekolah dibawah kementerian yang berbeda, aku dipercaya membina Kegiatan Ekstrakurikuler (Ekskul) Bahasa Inggris dan membimbingnya ketika ada lomba. Karena aku memang guru pengampu Bahasa Inggris. Itu dulu di tempat tugas terdahulu. Pertengahan semester gasal, enam bulan yang lalu, aku mutasi ke sekolah ini. Aku tidak mendapat informasi, apalagi melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ada kegiatan ekskul Bahasa Inggris disini. Di SK Pembagian Tugas pun tidak ada pembina dan wadah kegiatannya.
Sekarang, tiba-tiba aku mendapat tugas membimbing Lomba Debat Bahasa Inggris. Cukup membuat nyali nyiut. Wajar saja kalau aku berkeinginan menolaknya, karena selain kegiatan latihannya tidak pernah ada, waktu persiapan hanya beberapa hari kedepan, aku pun belum mengenal event ini.
"Lomba ini termasuk kedalam kegiatan mandatory, setara dengan Olimpiade Sain," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan ketika aku mencoba memberanikan diri menghindar secara halus menjadi pembimbing kegiatan High School Debating Championship ini. "Konon, kalau tidak mengirimkan peserta, kepala sekolah akan ditelepon langsung oleh Kepala Dinas agar segera mendaftarkan dan mengirimkan peserta didiknya dalam lomba tahunan tersebut," sambungnya.
Dengan perintah berbau ancaman tersebut, aku akhirnya bersedia. Karena bukan diri saja taruhannya, tapi sekolah juga akan menanggung risiko jika aku lari dari tanggung jawab ini.
Langkah pertama yang aku lakukan adalah menghubungi sesama guru Bahasa Inggris, terutama yang lebih senior. Tidak memberikan solusi, hanya merekomendasikan nama siswa yang memang sudah berbakat. Kalau itu, aku pun punya beberapa nama yang lumayan kemampuan Bahasa Inggrisnya.
"Hey! Tidak mungkin! Tidak mungkin kamu bisa melakukannya!" Lagi-lagi perasaan itu menggertakku.
"Ah! Jangan pesimis! Di sekolah terdahulu aku bisa kok? Aku bisa membimbing dalam lomba dan hasilnya tidak pernah di bawah tiga besar." Sisi lain ruang hati mencoba melawan.
"Beda! Dulu disana kamu membimbing speech contest. Anak SMP juga bisa. Yang ini debat, debating competition. Debat berbeda dengan pidato. Dalam pembelajaran pidato, peserta didik mempersiapkan teks sesuai topik yang ditentukan oleh panitia lomba; menunjukan teks tersebut ke guru pembimbing untuk dikoreksi; mempelajari lafal, intonasi setiap kata, chunking frasa dalam setiap klausa; dan memolesnya dengan bahasa tubuh dan mimik muka. Begitu saja. Tidak ada dinamikanya!"
"Kalau debat?"
"Lha, pertanyaanmu menunjukan kamu belum tahu apa itu debat. Gimana timmu akan juara? Membuat malu, mungkin ya."
Terus bisikan itu mempengaruhi. Masuk telinga kanan dan tak mau keluar telinga kiri. Mengendap di benak, menembus ke jiwa.