Industri otomotif dunia kini merambah pada produksi kendaraan listrik sebagai salah satu upaya penyelamatan dunia dari dampak polusi udara yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang sungguh terasa pada tahun-tahun belakangan ini.
Perusahaan otomotif di berbagai negara berlomba-lomba membuat kendaraan yang menggunakan listrik sebagai sumber dayanya dan sentuhan teknologi mutakhir untuk memberikan kenyamanan, efisiensi, keterjangkauan biaya, fungsi dan keselamatan yang maksimal bagi pengendara maupun penumpangnya.
Baterai merupakan alat untuk menampung energi yang akan digunakan untuk menggerakkan kendaraan listrik. Aliran listrik disalurkan ke dinamo penggerak roda dalam tegangan dan arus tertentu untuk memutar roda kendaraan.
Kini isu kendaraan listrik ramai diperbincangkan karena masih diragukan kinerjanya. Permasalahan utama kendaraan listrik saat ini adalah tingkat keselamatan dan efisiensi yang belum tercapai dengan maksimal, ditambah lagi dengan usia daya tahan baterai yang buruk.
Permasalahan keselamatan menjadi perhatian utama saat ini, menurut data dari NTSB dan IEA kurang lebih terdapat 4.125 kendaraan listrik yang terbakar selama tahun 2023. Setidaknya ada 1 insiden untuk setiap 20.000 mobil listrik dibandingkan mobil konvensional yang lebih aman pada angka 1 insiden setiap 55.000 kendaraan.
Diketahui bahwa reliabilitas baterai mobil listrik kurang baik yaitu dengan usia pakai hanya mampu mencapai umur 10 tahun saja sebelum harus diganti perangkat baterai yang baru. Baterai-baterai yang sudah habis masa pakainya akan dibuang dan menimbulkan permasalahan lingkungan yang baru karena sulit untuk pemrosesan daur ulangnya.
Permasalahan tersebut berhulu dari komponen baterai yang digunakan. Pengembangan baterai kendaraan listrik harus segera dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Saat ini terdapat 4 jenis baterai yang digunakan pada kendaraan listrik di antaranya baterai lithium-ion, nickel-metal hydride, lead-acid, dan ultracapacitors.
Jenis baterai litium-ion merupakan baterai yang paling banyak digunakan pada saat ini. Dua bahan kimia litium-ion yang lebih umum digunakan adalah baterai LFP (Lithium Ferro Phosphate) dan baterai NMC (Nickel Manganese Cobalt) yang menjadi perbincangan hangat tipe baterai manakah yang lebih baik. Masing-masing jenis baterai memiliki keunggulan dan kelemahannya.
Menurut Troescorp, baterai LFP dan NMC merupakan baterai berbasis litium yang dapat menghasilkan energi listrik melalui reaksi kimia litium, tetapi kedua baterai dibedakan dari pemilihan bahan katodanya. Bahan litium merupakan unsur yang tidak stabil sehingga memerlukan kombinasi katoda untuk menjaga kestabilan litium-ion pada baterai.
Baterai LFP memiliki bahan katoda yang terbuat dari kombinasi besi dan fosfat. LFP merupakan baterai yang paling banyak digunakan pada kendaraan listrik saat ini terutama pabrikan otomotif asal negeri tirai bambu. Profesor dari University of Chicago, Shirley Meng menyampaikan bahwa lebih dari 90% baterai LFP kendaraan listrik seluruh dunia berasal dari Tiongkok.
Keamanan berkendara pada mobil baterai LFP lebih terjamin karena baterai ini tidak mudah terbakar apabila mengalami kebocoran karena suhu sulut api berada pada 270 derajat celsius. Umur baterai ini juga menunjukkan angka yang cukup fantastis yaitu berada pada 3.000 kali siklus pengisian, baterai jenis ini lebih resisten terhadap penuaan usia baterai dari pengecasan cepat.