Lihat ke Halaman Asli

Kertaning Tyas

Pendiri Lingkar Sosial Indonesia

Merdeka dan Setara dengan Bahasa Isyarat

Diperbarui: 12 Agustus 2017   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Lintas organisasi yang tergabung dalam Forum Malang Inklusi (FOMI) pekan ini akan mengadakan pelatihan bahasa isyarat di Agrowisata Petik Madu Lawang  Adalah Lawang Rescue bekerjasama dengan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) cabang Malang dan Perkumpulan Lingkar Sosial (LINKSOS). Kegiatan dimaksudkan menyebarluaskan bahasa isyarat Indonesia (Bisindo).

Ketersediaan fasilitas isyarat minim dinikmati oleh penyandang disabilitas tuna rungu, seperti ketersediaan running tex di loket,  bahasa isyarat di acara televisi juga sekolah inklusi. Hal ini mengakibatkan tuli mengalami hambatan komunikasi,  ketinggalan informasi dan keterbelakangan sosial.  Belum lagi stigma atau pandangan negatif masyarakat yang sebagian menganggap tuli adalah aib, mereka malu dan mengisolasi anggota keluarganya yang mengalami tuli dari pergaulan sosial.  

Pelayanan yang berbeda pada warga negara yang mengalami tuli dan perlakuan masyarakat ini mestinya tak boleh terjadi, atas dasar hak azasi manusia dan amanah UU RI no 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Terkait aksesibilitas atau kemudahan bagi penyandang disabilitas dalam menggunakan fasilitas umum pun telah diatur dalam Permen PU Nomor 30 Tahun 2006.

Upaya menghapus stigma dan diskriminasi pun terus menerus dilakukan terutama oleh para penggiat komunitas tuli. Di Malang Raya lintas komunitas tuli Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), Aksi Arek Tuli (Akar Tuli) dan Shining Tuli Kota Batu, memanfaatkan momen Car Free Day (CFD) untuk pelatihan bahasa isyarat gratis bagi masyarakat yang berminat. Serta Forum Malang Inklusi (FOMI) sebagai wadah llntas organisasi penyandang disabilitas, sosial dan kemanusiaan di Malang Raya berperan menfasilitasi hubungan kerjasama antar pihak untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas termasuk aksesibilitas warga tuli.  Secara  bertahap upaya membuahkan hasil ditandai dengan meningkatnya animo masyarakat untuk belajar bahasa isyarat, menjadi relawan bahkan turut serta mengembangkan pelatihan-pelatihan Bisindo.  

Seperti di Lawang Kabupaten Malang, Lingkar Sosial (LINKSOS) bekerjasama dengan lintas komunitas tuli membuat kelas  bahasa isyarat secara rutin setiap bulannya secara gratis. Kemudian di Sumbermanjing Kulon,  tepatnya di SD Muhamadiyah 10, kelas bahasa isyarat dibuka oleh Program 1000 Sepatu untuk Anak Indonesia bersama Gerkatin selama satu bulan setiap hari Sabtu. Kelas ini diikuti oleh dua anak siswa tuli bersama orangtuanya, guru kelas dan kepala sekolah.  Lainnya, masih di Kabupaten Malang,  pekan ini Lawang Rescue bersama Lawang Street Punk dibantu Gerkatin dan LINKSOS pun membuka pelatihan bahasa isyarat sehari. Tentu menarik komunitas punk yang selama ini dinilai sebagai sampah masyarakat ternyata memiliki atensi yang baik terhadap bahasa isyarat.

Belakangan aksi masyarakat disabilitas memperjuangkan kesamaan hak sebagai warga negara makin meluas,  berkaitan dengan belum adanya kebijakan Pemerintah sejak disahkan UU Disabilitas setahun lalu kondisi riil perlindungan terhadap difabel belum juga mengalami perubahan yang signifikan. Terkini adalah penolakan puluhan organisasi difabel terhadap sikap pemerintah yang dinilai hanya akan membuat "RPP Sapu Jagat" tentang penyandang disabilitas atau rancangan peraturan pemerintah yang menyamaratakan berbagai kebutuhan dalam satu aspek kebijakan. Beberapa minggu lalu pemerintah melalui Kementrian Sosial dan Menteri Koodinator Pembangunan Manusia dan Budaya (PMK) bersepakat untuk membuat satu rancangan peraturan pemerintah saja sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU disabilitas,  padahal pemenuhan dan perlindungan hak hak difabel seharusnya menjadi kewajiban dan tanggungjawab lintas kementerian di pemerintah meliputi bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, sosial dan lainnya.  

Khususnya bagi masyarakat tuli pun demikian,  minimnya fasilitas isyarat merupakan salah satu masalah yang dirasakan masih membelenggu kemerdekaan berkomunikasi dan menerima informasi yang berdampak pada pemenuhan kesetaraan hak lainnya. Fasilitas isyarat itu penting merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya, sambil mendorong itu hal penting lainnya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kualitas SDM warga tuli melalui kerjasama-kerjasama sosialisasi bahasa isyarat dengan semua pihak. Bayangkan ketika semua orang mampu berbahasa isyarat kemudahan tak hanya dirasakan oleh masyarakat tuli melainkan seluruh rakyat Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan bahasa ini. Merdeka!  

Kertaning Tyas - Koordinator Forum Malang Inklusi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline