Sengketa Perbatasan Ogan Ilir- Muara Enim yang tak kunjung usai, setidaknya menjadikan keresahan tersendiri bagi warga dusun Ulak Baru, bagaimana tidak, dusun yang terletak di sepanjang Sungai Belida anak Sungai Meriak Sumatera Selatan ini termasuk dalam wilayah sengketa kedua kabupaten tersebut masih dalam minggu ini, 21 Mei 2010, menerima ultimatum dari Erlan Kepala Desa Mulia Abadi kecamatan Muara Belida kabupaten Muara Enim bahwa warga Ulak Baru harus angkat kaki dari Muara Enim.
Ultimatum tersebut disampaikan kepada masyarakat Ulak Baru melalui Candra anggota Karang Taruna desa Mulia abadi yang ketika itu didampingi oleh beberapa tokoh masyarakat. Sebelumnya, terkait dengan urusan tapal batas, Kades Erlan sempat mengancam Piter, 23 tahun, petugas sensus 2010 dari Ogan Ilir ketika sedang menjalankan tugasnya. Namun demi memenuhi keinginan warga Ulak Baru yang ingin disensus, cacah jiwa pun dilaksanakan di kediaman Rudi Hartono Kepala Dusun Ulak Baru. Kegiatan cacah jiwa ini sempat terhenti ketika Candra dan rombongannya yang mewakili Erlan menyampaikan bahwa jika benar masyarakat Ulak Baru berniat pindah ke Ogan Ilir maka harus angkat kaki dari Muara Enim.
Ulak Baru merupakan potret dusun yang tertinggal, berpenduduk lebih dari 300 jiwa. Sejak tahun 1960-an dusun ini ada atau berumur lebih dari 40 tahun, namun di dusun ini tak terdapat bidan ataupun pos layanan kesehatan. Masyarakat dusun ini kesulitan untuk berobat, imunisasi, melahirkan serta layanan kesehatan pada umumnya. Terbukti bahwa masih dalam bulan ini ditemukan beberapa warga yang menderita gizi buruk, kusta, lumpuh dan beberapa penyakit kronis lainnya yang tak terurus selama bertahun- tahun. Ironis, dusun Ulak Baru termasuk dalam wilayah Sumatera Selatan yang menerapkan Program Layanan Berobat Gratis. Di bidang pangan, setiap tahunnya mereka gagal panen. Pola tanam padi mereka tak memakai pupuk karena tak mampu beli bahkan tak pernah mendapatkan subsidi pertanian.
Rudi Hartono, 35 tahun, Kepala Dusun Ulak Baru mengkisahkan bahwa pada tahun 2007 ratusan masyarakat Ulak Baru menghimpun tanda tangan untuk menyerahkan diri sebagai warga Ogan Ilir. "Ini merupakan kehendak kami sendiri, tak ada yang mengiming- imingi atau menjanjikan. Puluhan tahun kami disini tak ada perkembangan hidup, kami berharap dengan ikut Ogan Ilir taraf hidup kami akan lebih baik,' tutur Rudi. Sejak insiden perpindahan status kependudukan tahu 2007 itulah dusun ini terlibat dalam konflik tapal batas Ogan Ilir- Muara Enim.
"Kami berniat benar bergabung dengan Ogan Ilir, bahkan sebagian besar lahan adat kami serahkan ke pemerintah Ogan Ilir untuk program transmigrasi dengan harapan kami akan mendapat pembinaan dari pemerintah, Namun masalahnya yang membuka lahan tersebut adalah PT Indralaya Agro Lestari namun bukan untuk kepentingan kami," ungkap Rudi.
Dusun Ulak Baru terjebak dalam konflik sosial, penyakit dan krisis pangan, kini bertambah soal harus angkat kaki dari kediaman mereka di Ulak Baru. Kemana mereka mesti melangkahkan kaki. Yansori Kepala Desa Pulau Kabal induk dusun Ulak Baru kabupaten Ogan Ilir, menanggapai hal ini berpendapat:" Tidak bisa mereka mengusir seperti itu, kito juga warga negara Indonesia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H