PENDAHULUAN
Filsafat sebagai titik perjuangan untuk menemukan kebenaran tentu saja tidak terlepas dari proses yang harus dilalui setiap orang untuk menemukan kebenaran tersebut. Filsafat berasal dari kata "philoshopia", dimana philos berarti cinta dan sophos berarti kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam. Gambaran tersebut dapat dipahami sebagai proses bahwa manusia mempunyai rasa cinta terhadap kebijaksanaan. Nilai yang dibangun dalam filsafat adalah nilai-nilai kecintaan terhadap segala sesuatu secara mendalam dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang bersifat luhur (Muin, 2015).
Filsafat sangat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berkembang dari rasa keingintahuan menjadi salah satu ciri khas manusia. Ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia untuk mengungkap kenyataan agar manusia dapat berkomunikasi dengan lainnya, membangun dialog satu sama lain dengan saling mengakui, serta meningkatkan harkat dan martabat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam berpikir terlihat dari segi kemanusiaannya jika dia memikirkan kemajuannya. Kemajuan inilah yang menjadi salah satu tanda bahwa dalam proses berpikirnya manusia selalu berusaha memperbaiki diri untuk hari esok yang lebih baik. Begitu juga dengan pendidikan, pendidikan tidak akan maju jika hanya diterima apa adanya, tetapi perlu dilakukan perbaikan untuk proses berpikir secara mendalam. Oleh karena itu, dengan memahami filsafat manusia dapat mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya secara konsisten.
Cara kerja dan hasil filsafat juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan manusia, yang mana pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan dan hanya manusialah yang bisa menerima dan melaksanakan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan memerlukan adanya filsafat karena masalah-masalah dalam pendidikan bukan hanya menyangkut tentang pelaksanaan pendidikan saja, tetapi juga menyangkut persoalan yang lebih luas, lebih dalam, lebih kompleks dan tidak memungkinkan untuk dijangku melalui ilmu pengetahuan (Jenilan, 2018). Dalam pendidikan sendiri terdapat banyak sekali aliran filsafat yang muncul, salah satunya adalah aliran filsafat konvergensi. Aliran ini muncul sebagai sintesa yang mempertemukan antara aliran nativisme dan aliran empirisme yang saling bertentangan.
PEMIKIRAN FILSAFAT KONVERGENSI
Aliran konvergensi merupakan aliran yang diciptakan oleh ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, William Stern. Istilah konvergensi diambil dari bahasa Inggris, yaitu convergency yang artinya mengandung dua hal yang mengarah pada satu titik. Maksudnya adalah aliran yang menghubungkan antara aliran nativisme dengan aliran empirisme (Nadirah, 2013). Aliran ini menggabungkan antara pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Jadi tidak hanya bergantung pada pembawaan saja, namun lingkungan juga merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan seseorang. Penganut aliran konvergensi ini mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia bergantung pada dua faktor utama, yaitu faktor bakat atau pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman, atau pendidikan. Menurut aliran ini bakat yang muncul sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang tepat untuk mengembangkannya. Di sisi lain, lingkungan yang baik tidak dapat memberikan perkembangan yang optimal bagi anak jika dalam dirinya tidak terdapat kemampuannya (Noor, 2019). Kedua faktor dalam aliran konvergensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Faktor hereditas atau pembawaan
Faktor hereditas merupakan kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang bagi manusia berdasarkan ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu yang muncul pada saat manusia akan dilahirkan dan berlaku sepanjang hidup seseorang. Hereditas disebut sebagai kecenderungan karena akan bertumbuh dan berkembang jika mendapatkan rangsangan dari luar. Para ahli percaya bahwa gen adalah elemen yang membawa unsur hereditas. Jadi, seorang siswa dengan kulit hitam atau putih, tinggi atau pendek, pintar atau tidak pintar ditentukan oleh karakteristik dalam gen tersebut.
2. Faktor lingkungan
Sebenarnya setiap orang adalah bagian dari alam sekitar yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Beberapa ahli berpendapat bahwa tanpa adanya lingkungan seseorang tidak akan ada artinya karena sejak lahir dan selama masa hidupnya pertumbuhan dan perkembangan manusia akan dipengaruhi oleh lingkungan, perawatan, dan makanan yang mereka terima. Sejak seseorang dapat meniru dan bergaul satu sama lain, maka secara sengaja atau tidak mereka dapat menirukan apa yang ditangkap oleh panca indranya. Hal tersebut akan mempengaruhi pembawaan seseorang sehingga mereka akan memiliki karakter yang tersendiri.
Selaras dengan uraian di atas, aliran konvergensi ini berpendapat bahwa pendidikan dapat diberikan, pendidikan bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan bakat yang baik dan mencegah bakat yang buruk, serta hasil dari pendidikan dibatasi oleh pembawaan dan lingkungan. Dengan kata lain, pendidikan adalah sebagai tindakan yang diberikan kepada siswa untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk (Nurholipah, 2019).