Lihat ke Halaman Asli

Korupsi sebagai Musuh Bersama : Membangun Kesadaran dan Tindakan untuk Perubahan

Diperbarui: 22 Desember 2024   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh : Jatmiko Budi Santosa

Kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin corruptio, yang memiliki arti kerusakan atau kebusukan. Dalam bahasa Inggris, istilah ini dikenal dengan sebutan corruption atau corrupt, yang menggambarkan kondisi yang rusak atau terkontaminasi oleh perilaku buruk. Dalam bahasa Prancis, istilah tersebut disebut corruption, sementara dalam bahasa Belanda, kata yang sepadan adalah corruptie. Penggunaan kata korupsi dalam bahasa Indonesia merujuk pada penerjemahan dari bahasa Belanda ini, yang menunjukkan adanya tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan moralitas dan hukum. Dalam konteks yang lebih luas, "korup" merujuk pada sesuatu yang busuk atau tercemar, serta menunjukkan kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan atau kedudukan demi keuntungan pribadi, seperti menerima suap atau melakukan penyelewengan. Korupsi sebagai tindakan sendiri melibatkan berbagai perbuatan tercela, seperti penggelapan uang, penerimaan suap, pemerasan, dan penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan yang tidak sah.

Korupsi merupakan perbuatan yang merusak tatanan sosial dan ekonomi di suatu negara. Dampak dari korupsi sangat luas, tidak hanya berpengaruh pada keuangan negara, tetapi juga pada keadilan sosial, pemerintahan yang efektif, dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, yang dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal sering kali dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar individu. Lingkungan yang permisif terhadap praktik korupsi atau yang tidak menilai secara serius tindakan penyalahgunaan kekuasaan dapat memperburuk keadaan. Misalnya, tekanan dari rekan kerja, atasan, atau bahkan norma sosial yang menganggap korupsi sebagai hal yang biasa atau dapat diterima, menjadi salah satu pemicu korupsi. Dalam banyak kasus, individu mungkin merasa terpaksa melakukan korupsi karena lingkungan yang mendorong atau mengizinkan tindakan tersebut.

Sementara itu, faktor internal berfokus pada sifat, nilai-nilai, dan integritas individu itu sendiri. Sebuah individu yang tidak memiliki prinsip moral yang kuat atau tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang bahaya korupsi dapat dengan mudah tergoda untuk melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai anti-korupsi di dalam diri setiap individu menjadi sangat penting. Jika setiap orang memiliki komitmen untuk bertindak jujur, adil, dan tidak tergoda oleh tawaran yang merugikan negara atau masyarakat, maka budaya korupsi dapat diminimalisir. Oleh karena itu, pendidikan karakter dan kesadaran akan bahaya korupsi harus dimulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, agar nilai-nilai integritas dan kejujuran dapat tertanam sejak dini. Membangun kesadaran akan pentingnya anti-korupsi harus menjadi bagian dari proses pembentukan karakter di semua lini kehidupan.

Pemerintah Indonesia sendiri sangat menentang keras adanya praktik korupsi. Hal ini dapat dilihat dari pengesahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang memberikan dasar hukum yang kuat untuk menanggulangi segala bentuk tindakan korupsi. Undang-undang ini menyatakan bahwa tindakan korupsi merupakan kejahatan yang harus dihukum dengan tegas, dan memberikan sanksi berat bagi pelaku. Selain itu, untuk memperkuat pemberantasan korupsi, Indonesia juga membentuk sebuah lembaga negara yang khusus menangani masalah ini, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK bertugas untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut para pelaku tindak pidana korupsi, serta melakukan pencegahan agar korupsi tidak semakin meluas. Lembaga ini telah melakukan berbagai upaya besar dalam memberantas korupsi, mulai dari penangkapan pejabat tinggi, hingga pengungkapan berbagai skandal korupsi yang melibatkan individu-individu dengan kedudukan tinggi.

Namun, meskipun telah ada peraturan dan lembaga yang berfungsi untuk memberantas korupsi, kenyataannya kita masih sering mendengar berita tentang kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik maupun sektor swasta. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berbagai upaya telah dilakukan, korupsi masih tetap menjadi masalah besar yang terus mengancam keberlanjutan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Ini mengindikasikan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan keseriusan dan kerja sama yang lebih besar antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait. Tindakan hukum saja tidak cukup untuk memberantas korupsi jika tidak didukung dengan perubahan budaya dan kesadaran kolektif di masyarakat.

Lantas, bagaimana cara untuk memberantas korupsi secara efektif? Pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri kita sendiri. Setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk tidak terlibat dalam tindakan korupsi, meskipun ada tekanan atau kesempatan untuk melakukannya. Pendidikan tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas harus menjadi bagian dari pembentukan karakter individu sejak dini. Budaya korupsi hanya bisa dihapuskan jika seluruh elemen masyarakat memiliki kesadaran yang sama bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas. Jika satu juta orang bertekad untuk tidak terlibat dalam korupsi, maka dampaknya akan luar biasa besar. Bayangkan jika setiap orang di Indonesia memiliki kesadaran yang sama, bahwa korupsi adalah perbuatan yang merugikan negara dan rakyat, maka budaya korupsi dapat secara perlahan hilang. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang membutuhkan partisipasi aktif dari semua lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi secara efektif, kita harus membangun sebuah masyarakat yang sadar akan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan transparansi. Kesadaran ini harus dimulai dari tingkat individu, keluarga, sekolah, hingga pemerintahan. Selain itu, pemberantasan korupsi juga harus didukung dengan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang adil dan tegas. Jika seluruh Indonesia berkomitmen untuk memberantas korupsi, maka negara ini bisa bebas dari praktik-praktik yang merusak masa depan bangsa. Dengan demikian, Indonesia bisa mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan adil bagi seluruh rakyatnya. (jbs)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline