Soekarno-Hatta sering disebut sebagai dwitunggal. Keduanya merupakan pahlawan bangsa Indonesia dan dijuluki bapak proklamator Indonesia.
Kedua pahlawan ini memiliki cara yang berbeda dalam pandangan politiknya. Perbedaan itu sudah terlihat sejak masa pergerakan, masa sebelum Indonesia merdeka. Soekarno lebih mengedepankan mobilisasi massa, sedangkan Hatta lebih mengutamakan pendidikan. Hatta berpendapat bahwa kemerdekaan tidak dapat dicapai hanya dengan agitasi dan propaganda saja, rakyat harus diberi pendidikan melalui tulisan dalam buku-buku. Sedangkan Bung Karno berpendapat cara yang coba ditempuh Hatta akan dapat dicapai kalau hari sudah kiamat.
Setelah memperoleh kemerdekaan, Hatta mendampingi Soekarno sebagai wakil presiden hingga 1 Desember 1956. Alasannya bila parlemen dan konstituante pilihan rakyat sudah terbentuk maka wapres tidak diperlukan lagi sehingga Hatta merasa sudah saatnya mundur. Tiga tahun kemudian, Soekarno membubarkan DPR hasil hasil pemilu tahun 1955 melalui Dekrit Presiden 1959 dan setelahnya mengusung gagasan demokrasi terpimpinnya.
Bung Hatta banyak melontarkan kritik keras pada Soekarno dengan sistem demokrasi terpimpinnya. Kritikannya itu ia tulis dan dikenal dengan judul "Demokrasi Kita".
Bung Hatta berpendapat bahwa Soekarno sudah terlalu banyak melakukan kebijakan yang salah dalam mengelola negara. Hal ini terlihat dari harga kebutuhan pokok yang tinggi seperti air bersih, listrik, dan ongkos transportasi umum. Belum lagi kebiasaan para pejabat yang korup. Bung Hatta menganggap Soekarno lah yang bertanggung jawab atas ini semua.
Kritikan pedas namun elegan dilontarkan Hatta kepada Soekarno dengan mengumpamakan Soekarno seperti tokoh fiksi bernama Mepistopheles "Mepistopheles digambarkan sebagai sosok yang selalu memiliki niat buruk namun yang terjadi malah hal-hal baik, bung Hatta percaya jika Soekarno memiliki niat baik untuk bangsa ini namun yang selalu terjadi adalah hal-hal sebaliknya."
Karena kritikannya yang pedas lewat tulisan "demokrasi kita", Hatta sering dibatasi gerak-geriknya oleh Soekarno. Selepas turun dari jabatannya, Hatta kerap menjadi dosen terbang untuk mengajar di Universitas Gajah Mada tentang prinsip-prinsip koperasi. Namun, ia diberhentikan oleh wakil rektor Prof. Kertonegoro. Pemberhentian itu atas permintaan Soekarno. Prinsip koperasi yang diajarkan oleh Hatta terlalu "neolib" dan dinilai tidak cocok dengan sistem demokrasi terpimpin Soekarno.
Tidak hanya itu, Hatta juga dilarang menghadiri konferensi Economic Cooperation and Partnership di awal Juni 1962, sebuah kerja sama ekonomi negeri-negeri non komunis yang disponsori oleh Theodor Kornerstiftung Fonds. Pelarangan ini atas inisiatif Soekarno melalui kepanjangan tangannya, Menteri Luar Negeri Subandrio.
Lawan politik sekaligus sahabat
Meskipun keduanya berseteru dalam politik, di luar urusan politik keduanya merupakan sahabat baik. Kedua tokoh ini memiliki hubungan yang unik. Soekarno sering tidak terima jika ada orang yang menjelekkan Hatta, begitupun juga sebaliknya. Alkisah, kala Soekarno tengah mesra dengan Partai Komunis, Aidit pernah membuat Soekarno marah karena tidak mengakui peran Hatta sebagai proklamator Indonesia "Aku dan Hatta memang sering berselisih dalam urusan politik, Aku memang gedek dengan politiknya Hatta, tapi menghilangkan Hatta dari teks proklamasi itu perbuatan pengecut" Sambil bangkit berdiri, Bung Karno meninju meja makan hingga bergetar, ia marah pada Aidit. Kemarahan Bung Karno ini dituturkan oleh anaknya Guntur Soekarnoputra.
Begitu juga dengan Hatta, saat ia lawatan ke luar negeri untuk memberi kuliah di Amerika, ada seseorang yang bertanya dengan niat ingin menjelekkan Soekarno dihadapan bung Hatta. Hatta lalu mengatakan "Baik atau buruknya Soekarno, ia adalah presiden kami presiden Indonesia".