Lihat ke Halaman Asli

Jati Kumoro

nulis di podjok pawon

Prasasti Ligor, Jejak Historis Raja Jawa di Semenanjung Melayu pada Abad Kedelapan Masehi

Diperbarui: 26 April 2021   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prasasti Ligor, sumber diolah dari: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Prasasti Ligor (Vat Semammuang) adalah sebuah batu bertulis yang ditemukan di Chaiya, atau Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat) yang berada di Semenanjung Melayu-Thailand bagian selatan. Batu bertulis ini terbuat dari batu pasir yang diukir di kedua sisinya. Pada sisi A yang dikenal dengan nama manuskrip Viang Sa terdapat tulisan sebanyak 29 baris, sedangkan di sisi yang lainnya yang dikenal dengan nama prasasti Ligor B terdapat 4 baris tulisan.

Isi pokok tulisan prasasti Ligor pada sisi A adalah tentang raja atau penguasa (negeri) Sriwijaya yang terdapat pada kata: Sriwijayendraraja (baris 14) , Sriwijayeswarabhupati (baris 16), dan kata Sriwijayanrpati (baris 28), yang pada tahun 775 M  membangun  bangunan suci Trisamaya Caitya untuk Padmapani, Sakyamuni, dan Wajrapani di Ligor.

Baca Juga: Keanekaragaman Warisan Dunia Wujud Prasasti Kehidupan

Pada sisi B, prasasti ini menyebutkan tentang Sri Maharaja yang berasal dari Wangsa Sailendra, raja yang dijuluki sarwwarimadawimathana  (pembunuh musuh-musuh perwira) Tidak ada nama penguasa yang disebutkan dalam prasasti Ligor ini selain istilah visnvakhyo yang artinya bisa "Wisnu menurut nama" atau juga bisa sebagai "memiliki penampilan seperti Wisnu".

Siapakah Sri Maharaja dari wangsa Sailendra yang disebut dengan nama Wisnu atau memiliki penampilan seperti Wisnu?

Dalam pandangan penulis, tokoh yang disebut sebagai Sri Maharaja ini adalah Rake Panangkaran. Rake Panangkaran yang sesuai dengan prasasti Wanua Tengah III berkuasa di Medang Mataram Kuno sejak tahun 746 M hingga 784 M.

Prasasti Kelurak, sumber: Wikipedia

Dalam prasasti Kelurak 782 M yang ditulis atas perintah Rake Panangkaran disebutkan bahwa  raja ini disebut sebagai permata dari wangsa Sailendra atau Sailendravansatilakena yang memiliki gelar Sang Sanggramadhananjaya dan mendapat julukan Wairiwarawiramardana. Gelar julukan di prasasti Kelurak ini memiliki makna yang sama dengan gelar Sesarwwarimadawimathana yang terdapat di prasasti Ligor   yaitu sebagai "pembunuh musuh-musuh perwira".

Prasasti Kelurak berisi tentang pendirian bangunan suci untuk Manjusri. Manjusri adalah perwujudan dari Buddha, Dharma, Sangha (komunitas Buddha), Brahma, Wisnu dan Siwa (dengan nama Maheswara) pada waktu yang bersamaan. Bangunan suci ini diresmikan oleh guru raja yang berasal dari Gaudidvipa yang bernama Kumaragosha. Bangunan suci yang disebut dalam prasasti Kelurak itu sekarang dikenal dengan nama Candi Sewu.

Oleh karenanya, penyebutan Sri Maharaja yang memiliki nama Wisnu atau memiliki penampilan sebagai Wisnu dalam prasasti Ligor adalah tidak mengherankan karena penampilan dari Sri Maharaja (Rake Panangkaran) dianggap sebagai perwujudan dari Bodhisattva Manjusri.

Rake Panangkaran yang tertulis sebagai Sri Maharaja yang berpenampilan sebagai Wisnu dalam prasasti Ligor B ini tak lain adalah raja Sriwijaya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Ligor A. Jadi pada saat yang sama Rake Panangkaran adalah raja Medang sekaligus juga sebagai penguasa Sriwijaya.

Baca Juga: Prasasti Ciaruteun, Bukti Jika Purnawarman berhasil Meningkatkan Kesejahteraan Rakyatnya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline