"Mas, tolong antarkan pesanan kroket telo ini ke rumahnya mbak Nana ya, "pinta isteriku. "Siappp juragannn...!"sahutku dengan bercanda. Segera kubawa dos berisi kroket itu dan kutaruh di bak motor. Berangkatlah aku menuju kerumah mbak Nana yang terletak di sebuah perkampungan di pinggir kota Yogyakarta.
Mbak Nana, begitu isteriku memanggil pemilik nama nama lengkap Tri Marliana (bukan nama sebenarnya) yang dulunya adalah kawan sekolahku di jaman masih sekolah menengah. Kini beliau adalah seorang staf pengajar di sebuah universitas swasta yang berada di Yogyakarta.
Sesampai di rumah Nana, rupanya dia sudah menunggu di teras rumahnya yang asri. "Isterimu barusan telephone, memberi kabar kalau dirimu yang antar pesananku, tumben banget," katanya sambil setengah tertawa.
"Yah, namanya juga diperintah sama juragan putri, siapa yang berani menolak, bisa-bisa nanti malam disuruh tidur di gardu ronda,"jawabku sambil becanda. Setelan turun dari motor lalu kuhaturkan dos berisi kroket telo pesanannya dan duduk di kursi yang berada di depannya.
Setelah membawa masuk dos yang berisi kroket itu, Nana lalu kembali ke tempat duduk yang ada di depanku sambil memberikan selembar uang bergambar proklamator tercinta. "Tak usah ada kembalian, itu buat jajan anak-anakmu!" begitu kata Nana. Hal seperti ini sudah biasa dilakukan setiap membayar pesanan jajan pasar yang dibuat oleh isteriku, selalu tak berkenan menerima uang kembalian.
"Tadi waktu aku diberi tahu oleh isterimu kalau yang mengantarkan pesanan ini dirimu, kupikir dirimu pasti mau mengantar pesanan sekalian mau menagih cerita mistis yang kujanjikan semalam di grup WA SMP kita," kata Nana.
"He he he, seratus buat bu dosen, mumpung pekerjaan di rumah juga sudah kelar, jadi aku bisa sekalian main ke sini buat mendengarkan cerita mistis yang pernah dirimu alami,"jawabku sambi bercanda.
Sejenak Nana terdiam, matanya menerawang jauh ke depan. "Dulu, masa-awal-awal aku menjadi dosen, jaman itu kan masih muda dan idealis banget, aku ini termasuk dosen yang galak. Ada mahasiswaku yang malas sedikit saja atau melakukan kesalahan di depanku mesti langsung kutegur atau kusidang di kantor. Pokoknya muda dan galak-lah, hahaha" ujar Nana memulai ceritanya sambil tertawa.
"Ada salah satu mahasiswaku, orangnya bergaya hidup semau gue, kalau kuliah sesuka hatinya, namanya Subandrio (bukan nama sebenarnya). Awal menjadi dosen, aku ditugaskan di laboratorium komputer. Jaman itu yang namanya komputer masih barang langka, apalagi handphone, hanya orang-orang tertentu yang memilikinya. Tidak seperti sekarang ini,"ucap Nana.
"Lokasi laboratorium komputer ini berada di luar area kampus tempatku kerja. Sekitar 3 Km jaraknya menuju ke arah barat laut kampus utama. Nah, Subandrio ini sukanya ikut mendaftar praktikum di laboratorium komputer tetapi dia tak pernah berangkat mengikuti kegiatannya.
"Sekali dua kali tidak berangkat, masih bisa mentolelir, tapi begitu yang ketiga kalinya dia masih juga tak berangkat akhirnya kesabaranku hilang," ucap Nana.