Sudah menjadi kebiasaan dari Jarot yang tiap hendak berangkat ronda mesti pamitan sembari mencium kening Wanti isterinya di teras depan rumah kontrakannya yang berada di pojok desa yang berdekatan dengan makam kuno. "Aku berangkat ronda dulu ya sayang", pamit Jarot kepada isterinya.
Sepeninggal Jarot, Wanti lalu masuk ke dalam rumah dan sekilas melihat jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul 22.30. Dengan kesal Wanti lalu masuk ke kamar dan direbahkanlah tubuhnya ke kasur. "Sudah hujan, sepi, dingin pula udaranya, eh malah ditinggal suami ronda,"gerutunya.
Dengan tubuh yang berada dibawah selimut tebal untuk mengatasi hawa dingin, mata Wanti hanya berkedap-kedip memandang langit-langit rumah kontrakannya. "Ceklek, ceklek!" suara selot pintu yang bergerak dan diiringi ketukan serta sapaan pada pintu depan rumahnya membangunkan lamunan panjang Wanti.
Wanti pun bergegas bangun dan berjalan menuju pintu sembari menyapa orang yang mengetuk pintu rumahnya. "Aku dik,"jawab orang yang mengetuk pintu.
Mendengar suara itu sumringahlah wajah Wanti karena suara dari orang yang mengetuk pintu itu adalah suara Jarot suaminya. Dibukanya pintu rumah itu dengan cepat.
"Tak jadi ronda mas?" tanya Wanti. "Gardu masih kosong, mungkin masih menunggu hujan reda. Daripada kedinginan dan bengong di gardu sendirian mending pulang lah, nanti kan ada yang menghampiri kalau berangkat ronda, "jawab Jarot yang kemudian memeluk tubuh Warni.
"Duh, jangan di depan pintu mas, nanti kalau ada yang melihat bisa heboh dusun ini, "canda Wanti yang kemudian menutup pintu rumahnya.
Entah karena kondisi hujan dan dingin sehingga mencipatkan suasana yang syahdu atau memang karena keduanya sedang dimabuk asmara, tak ayal lagi kedua insan manusia berlainan jenis ini pun memulai memadu asmara dengan hasrat yang menggelora. Dayung-dayung asmara pun mulai dikayuh untuk merengkuh pulau kenikmatan sebagai titik tujuan pelayaran asmara.
Ketika Wanti telah mencapai pulau ketiga dalam pelayaran asmaranya, barulah Jarot mengakhiri kayuh dayung gelora hasratnya. Mereka berdua telah tiba secara bersamaan di titik tujuan akhir pelayaran asmara. Kini yang tertinggal hanyalah deru nafas yang saling bersahutan dan peluh keringat yang membanjiri tubuhnya mengiringi wajah-wajah yang puas dan penuh kebahagiaan.
Beberapa saat kemudian Jarot bangkit dan berjalan sambiol membawa pakaian menuju ke kamar mandi yang ada di belakang rumah. Sementara Wanti dengan perasaan yang malas malah membenamkan dirinya di balik selimut untuk melindungi tubuhnya dari hawa dingin.
Tak berapa lama kemudian terdengar suara Jarot yang pamit akan berangkat ronda lagi walau hujan masih belum reda. "Mas bawa kunci rumah saja, jadi nanti kalau pulang tak perlu membangunkan aku", balas Wanti dari atas kasur saat menjawab pamitan suaminya.