Semburan dusta (firehose of falsehood) merupaka sebuah metode propaganda yang disebarkan dan disiarkan secara berulang-ulang secara terus menerus tanpa memperdulikan apakah isi berita tersebut benar-benat sesuai kenyataannya. Cara menyebarkan melalui semua cara yang bisa dipergunakan, apakah itu berupa berita di jejaring internet yang berupa teks dan video, disebarkan lewat media sosial seperti WA Group, Fb atau yang lainnya. Juga bisa melalui pidato-pidato dalam sebuah komunitas tertentu, baik yang berskala kecil hingga menengah yang dilakukan oleh orang tertentu yang dipandang memiliki kelebihan tentang pandangan hidup baik secara moral sosial maupun moral religi.
Yang hendak diserang oleh semburan dusta ini adalah alam pikir manusia atau singkatnya otak manusia. Bagian otak manusia yang disebut dengan otak reptil (reptilian brain), dimana pada bagian otak ini bersemayam naluri insting manusia untuk bertahan hidup yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan makan, reproduksi, dan perlindungan diri.
(Mengenai otak reptil ini saya mengacu pada pendapat Paul D. Maclean, seorang neoroscientist Amerika, yang pada tahun 50-an membagi otak manusia dalam tiga bagian yaitu otak reptil, otak mamalia (sistem limbik), dan otak neokorteks).
Disebut dengan otak reptil karena bagian otak ini berperan sebagai pusat perilaku yang sifafnya indrawi dan naluriah, tak berbeda dengan otak yang ada pada binatang reptil seperti buaya dan kadal yang dimana ketika otak ini aktif maka yang akan memunculkan gerakan yang spontan atau reaksi reflektif.
Singkatnya, manusia dengan otak reptilnya tak berbeda dengan dengan binatang. Semua perilaku kehidupannya hanya digerakkan oleh insting nalurinya semata.
Otak reptil inilah yang dijadikan sasaran oleh semburan dusta. Dengan membanjirnya berita-berita yang secara terus menerus secara berulang-ulang yang tak berkesesuaian dengan fakta dan kenyataan sebenarnya yang diterima otak reptil maka otak manusia yang berikutnya yang disebut sistem limbik atau otak mamalia dan otak neokorteks tak sempat untuk mengolahnya. Akibatnya informasi dari berita-berita yang diterima itu ditelan bulat-bulat dan dipandang sebagai sebuah kebenaran.
Jadi tak heran jika kita menjumpai seseorang yang setelah berpisah beberapa tahun saja sudah berbeda jauh dan bahkan bisa berlawanan cara pandangnya dengan cara pandang masyarakat pada umumnya. Naluri binatangnya yang berperan. Dan ini akan sulit untuk diperbaiki kondisi pikirannya karena itu sudah menjadi salah satu bagian dari apa yang dipercayainya sebagai sebuah kebenaran. Kebenaran ala dia sendiri dan orang-orang yang sepemikiran dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H