Malam satu Suro, malam permulaan tahun Jawa-Islam, bagi sebagian orang Jawa identik dengan hal-hal yang bernuansa magis dan tempat-tempat yang dianggap keramat.
Salah satunya adalah Cepuri yang ada di Parangkusumo, Bantul, Yogyakarta. Lokasinya sebelah barat pantai Parangtritis, pantai yang cukup kondang di daerah selatan Yogyakarta.
Cepuri Parangkusumo adalah sebuah tempat yang dipercaya merupakan lokasi bertemunya 'Wong Agung Ngeksigondo" alias Panembahan Senopati, raja Mataram Islam yang pertama, dengan Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa laut selatan. Yang selanjutnya menjadi tempat yang disakralkan dan dijadikan lokasi ritual ala Jawa.
Dari lokasi inilah kisah pengalaman saya di malam satu Suro di mulai.
Waktu itu saya bersama mas Sw, teman sekolah berniat untuk melihat dan mengamati apa sih sebenarnya yang terjadi di Cepuri Parangkusumo saat malam satu Suro. Kegiatan apa saja yang ada disana dan seperti apa berlangsungnya.
Sengaja kami berdua berangkat setelah agak malam untuk menuju ke Parangkusumo. Hal ini juga bukan tanpa alasan. Kalau berangkat sore atau selepas Maghrib misalnya, dijamin jalan menuju ke lokasi itu padat sekali kalau tak boleh dikatakan macet.
Kecuali kalau mau berangkat saat hari masih terang, sehabis Ashar misalnya, dijamin jalanan masih normal seperti biasanya.
Sesampai di Parangkusumo, langsung kami berdua stand-by di dekat Cepuri, menunggu menjelang tengah malam. Hal ini juga berdasarkan info dari seorang peziarah yang mengatakan jika prosesi acara disana itu biasanya berlangsung saat menjelang tengah malam.
Dan benar, menjelang tengah malam prsesi disana memang mulai dilaksanakan. Saya bersama Mas Sw lalu mendekat ke Cepuri dan berada diseputaran tembok sisi selatan sambil melihat 'ingak-inguk' ke dalam cepuri sekaligus nonton orang lewat yang bersliweran.
Saat itu tanpa sengaja saya melihat rombongan yang berjalan dari arah barat menuju ke timur, sepertinya akan masuk ke Cepuri. Yang menarik adalah sosok yang ada di barisan depan. Seorang perempuan muda yang cantik sekali dan berdandan bak seorang putri raja tempo dulu yang berjalan dengan anggunnya. Rupanya rombongan ini hendak masuk ke dalam Cepuri.
Dasar pemuda yang masih ugal-ugalan, saya langsung mengajan Mas Sw untuk ikut berada dibelakangnya dan masuk ke Cepuri. Mas Sw tak mau, entah alasannya apa. Terpaksa saya tinggal beli 'ubarampe sesaji' yang banyak dijual di seputaran Cepuri, terus masuk mengikuti putri yang cantik tadi.