Sebuah pertanyaan kerap berulang pada saat anak mendekati Ujian Nasional (UN). Perlukah mengikuti bimbingan belajar (bimbel) agar si anak mampu meraih nilai yang semakin bagus sehingga anak akan diterima di sekolah yang hendak dituju setelah lulus nanti?
Berdasarkan pengalaman saya terhadap anak sulung, bimbel ternyata perlu untuk diikuti oleh anak saat sudah menginjak klas akhir. Anak sudah memasuki klas ,9 SMP dan 12 SMA, rasanya seakan-akan ada kewajiban bagi orang tua untuk mengikutkan anak ke sebuah bimbel demi menunjang kemampuan olah pikir menghadapi Ujian Nasional.
Mengapa saat masih klas 6 SD tidak mengikuti bimbel? Jawabnya singkat! Si anak ketika ditanya sudah merasa mampu untuk menghadapi Ujian Nasional. Pun demikian dengan pendapat para gurunya, bahwa apa yang dipelajari di sekolah plus tambahan les di sekolah sudah cukup memadai untuk anak saya sehingga tidak perlu lagi mengikuti bimbel.
Bagaimana dengan hasilnya? Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh anak dan para gurunya. Anak saya dapat meneruskan sekolah di SMP dimanapun juga.
Disini berarti bahwa tambahan belajar yang dilakukan di Bimbel ternyata tidak diperlukan sepanjang si anak mampu mengikuti dan memahami apa yang dipelajarinya di sekolahan. Sekaligus juga menunjukka bahwa guru berperan secara maksimal dalam mengajar dan mendidik anak sehingga anak mampu meraih nilai yang memuaskan.
Memasuki dunia SMP ternyata kondisi anak sudah berbeda lagi. Ketika sudah menginjak klas 9, anak saya meminta untuk diikutkan di sebuah bimbel.
Sama seperti saat masih SD, saya juga bertanya apakah selama sekolah itu tidak bisa mengikuti semua pelajaran denag baik? Dijawabnya selama itu tidak masalah dalam proses belajar mengajar di sekolah. Lalu apa masalahnya sampai ada keinginan untuk mengikuti bimbel?
Ternyata hampir semua teman akrabnya mengikuti tambahan belajar di salah satu bimbel. Jadi anak saya juga pingin bisa belajar bersama bareng teman-temannya. Disini faktor teman ternyata berpengaruh terhadap keinginan anak untuk mengikuti tambahan belajar di luar sekolah.
Selain itu anak saya juga mengatakan bahwa dengan mengikuti bimbel dia merasa lebih tenang dalam belajar. Rasa percaya dirinya menjadi lebih kuat dalam menghadapi UN.
Ketika memasuki klas 12 SMA, anak saya pun melihat bahwa keadaannya sama persis dengan saat masih SMP. Keinginannya untuk mengikuti bimbel memiliki alasan yang serupa. Faktor teman dan faktor psikis yang lebih dominan, bukan faktor kemampuan olah pikir dari si anak.
Berkaca dari pengalaman pribadi, sebenarnya jika pihak sekolah yang dalam hal ini guru-gurunyanya bisa melakukan proses belajar mengajar secara maksimal dan ditunjang dengan kemampuan anak yang memadai, bimbingan belajar di luar sekolah tak diperlukan lagi bagi anak dalam menghadapi ujian nasional.