Situs Benteng Jebolan Raden Rangga ini adalah sisa-sisa Benteng Cepuri atau benteng dalam yang terdapat di sisi utara Keraton Mataram Kotagede pada masa lalu. Lokasinya berjarak 200 an meter dari Pasar Kotagede ke arah selatan mengikuti jalan aspal, dan ada di sebelah kanan jalan pas di pintu masuk masuk ke sebuah gang kecil jalan kampung yang merupakan batas wilayah antara Kampung nDalem dengan Kampung Cokroyudan.
Menurut cerita Pak Ikhlas, seorang warga kampung nDalem, beberapa puluh tahun yang lalu ujud lobang pada benteng tersebut masih terlihat. Tetapi karena ditumbuhi akar-akat tanaman dan adanya pelapukan, batu-batu yang semula ada dibagian atas lobang itu runtuh. Sekarang sisa-sisa benteng tersebut terlihat seperti foto di atas.
Disebut dengan Benteng Jebolan Raden Rangga karena menurut kisahnya, lobang yang terbentuk di benteng itu karena dijebol oleh Raden Rangga putra Panembahan Senapati sang Raja Mataram Islam yang pertama. Ada dua versi ceritera yang berkaitan dengan jebolnya benteng ini.
Versi yang pertama mengatakan untuk menghukum Raden Rangga yang pada waktu itu terlalu nakal dan sombong karena memiliki kesaktian yang tinggi, Panembahan Senapati menguji kesaktian Raden Rangga dengan menyuruhnya mematahkan jari telunjuknya. Dihadapan orang banyak, Raden Rangga menyanggupinya. Namun ternyata jari telunjuk Panembahan Senapati tak dapat dipatahkannya.
Raden Rangga yang malu itu lalu pergi meninggalkan tempat itu, namun tak melalui pintu yang semestinya. Dengan acuh terus berjalan menabrak tembok Benteng Cepuri hingga hancur dan meninggalkan sebuah lobang seukuran manusia.
Versi yang lain adalah pada saat memijit kaki ayahandanya, Raden Rangga ada niat hendak menguki kesaktian denga cara memijit jempol kakinya ayahandanya sang Panembahan Senopati. Karena kaget dan merasa sakit, Panembahan Seapati lalu menghentakan kakinya sehingga tubuh Raden Rangga terpental menabrak tembok Beteng Cepuri. Terkena tubrukan tubuh Raden Rangga itu tembok benteng setebal 2 meter-an itu pun hancur dan meninggalkan lobang yang menganga.
Entah versi mana yang benar dan apakah cerita itu benar-benar terjadi, wallahu'alam. Hanya Tuhan yang tahu untuk saat sekarang ini.
podjok pawon, Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H