Lihat ke Halaman Asli

M. Natsir Memilih Setia pada Pancasila

Diperbarui: 27 Oktober 2016   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jejaksamudera.blogspot.co.id

Tulisan ini sekedar menyadur pandangan-pandangan M. Natsir terhadap NKRI. Sekaligus ingin memberi sedikit pemahaman dalam merespon rekasi yang berlebihan terkait bangkitnya Islam Politik di Indonesia. Islam politik tidak sedang melaksanakan agenda politik untuk mendirikan khilafah, melainkan bagiamna moral keislaman dapat mewarnai kehidupan berbangsa-dan bernegara, dengan satu pijakan bahwa tak ada paksaan dalam beragaman.

Pada bulan mei 1954 bertepatan dengan hadirnya  bulan ramadhan 1373 Hijriah, M. Natsir dalam esai yang ditulisnya, mencoba menjawab pertanyaan yang sekaligus menjadi judul esai tersebut, "Apakah Pantjasila Bertentangan dengan adjaran Al-Quran?" Untuk menjawab pertanyaan tersebut Natsir memulainya dari memaknai apa arti penting turunya Al-quran. Dalam pandanganya, turunnya Al-quran menjadi pencetus revolusi , yaikni diserukan bahwa derajat kemanusiaan harus dinaikan ke tingkat yang lebih tinggi, memberantas ta’asub atau intoleransi agama. 

Tidak hanya itu. Bagi Natsir, turunya Al-quraan dimaknai sebagai pencetus revolusi memberantas  racialisme  dan xenophobie. Menurutnya dalam islam terdapat ajaran Adyaranjft, yaitu meletakan dasar yang sehat demi bagi kesuburan hidup bangsa dan suku-bangsa. Terdapat penegasan dalam Islam bahwa Allah menciptakan manusia bersuku, berbangsa-bangsa untuk saling ‘litdaraju’ kenal mengenal, saling menghargai dan saling melindungi satu dengan yang lain. Tidak ada bangsa yang merasa superior bagi bangsa yang lain dan menghilangkan kebencian berlebihan pada bangsa asing.

Secara keseluruhan, Natsir ingin menegaskan bahwa arti penting diturunkanya Al-quran yaitu memberantas kemiskinan dan kemelaratan (elimination of proverty). Nuzul quran juga sebagai pencetus revolusi pemberantasan perbudakan  (exploitation of man by man). Natsir mencoba membahas bagaiman Islam begitu menjunjung tinggi toleransi. Terkait hal tersebut Ia mengutip Surat Al-Sjura ayat 15: 

“Aku disuruh supaya berlaku adil terhadap kamu . Allah adalah tuhan kami dan Tuhan Kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu; Allah juga yang akan mempertemukan kita dan kepadanyalah kita kembali semuanya”

Natsir ingin menyampaikan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, namun Ia menolak mengidentikan keduanya. Bahwa dalam negara yang berasas Pancasila, islam dapat tumbuh dengan nilai-nilai keislaman yang secara bersamaan tidak ingkar terhadap pancasila dan arti penting proklamasi kemerdekaan RI. Penegasan tersebut terlighat dalam Esai yang ditulisnya disederhankan lima poin penting untuk mengaskan bahwa pancasila tidak bertentangan dengan islam.

Natsir menulis: 

“1. Bagaimana mungkin Quran yang memancarkan tauhid akan terdapat a priori bertentangan dengan ide ketuhanan yang maha esa?

2.  Bagaimana mungkin Quran yang ajaran-ajarannya penuh dengan kewajiban menegakan ‘ijtima’ijah’ bisa a priori bertentangan dengan keadilan sosial?

3.  Bagaimana mungkin Quran yang justru memberantas sistem feodal dan pemerintahan istibdad sewenang-wenang , serta meletakan dasar musyawarah dalam susunan pemerintahan, dapat a priori bertentangan dengan apa yang dinamakan kedaulatan rakyat?

4.  Bagaimana mungkin islam yang menegakan istilah ‘islahu bainannas’ sebagai dasar-dasar pokok yang harus ditegakkan umat islam dapat a priori bertentangan dengan apa yang disebut perikemanusiaan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline