Dewasa ini, orang-orang sudah kurang memiliki kesopanan dalam berbahasa. Kualitas bahasa yang digunakan sudah tidak sesantun masa lalu. Kami semua sudah tidak mampu melihat keadaan dan menyesuaikan gaya bicara dengan lawan bicara atau mitra tutur yang dihadapi. Apalagi remaja-remaja yang berusia 15-20 tahun. Sebagai contoh, pada tempat umum mereka bisa mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan. Bahkan kepada guru atau kepala sekolah, para remaja bisa berbicara seperti berbicara dengan teman, yang bahasanya tidak santun. Dari masalah ini, saya ingin menulis teknik atau strategi untuk dapat mengendalikan bahasa agar dapat santun sesuai dengan kondisinya.
Pertama-tama, saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesantunan. Kesantunan adalah tingkat kesopanan yang digunakan. Kesantunan dapat digunakan dalam dua aktivitas,yaitu aktivitas berbahasa dan bertingkah laku. Dalam berbahasa, kesantunan dapat dilihat dari kata-kata yang digunakan oleh penutur. Sebagai contoh, kata `aku’ lebih tidak santun dibandingkan `saya’ dan `dia’ lebih tidak santun dari `beliau’. Dalam tingkah laku, tangan yang diletakkan di pinggang dianggap kurang santun dan tidak menghormati lawan bicara, sebagai contoh ketidaksantunan tingkah laku. Untuk menciptakan suatu percakapan yang santun, kedua belah pihak harus memiliki rasa saling menghormati juga, selain dari kesantunan bahasa dan tingkah laku. Rasa saling hormat inilah yang mendorong kedua belah pihak untuk menjadi lebih santun.
Salah satu ciri dari kesantunan adalah relativitas, yang artinya semua orang memiliki mindset yang berbeda mengenai tingkat kesantunan dari sebuah tindakan. Sebagai contoh, ada orang yang menganggap intonasi suara yang keras sebagai ketidaksantunan. Di sisi lain, ada orang yang menganggapnya tetap dalam tingkat santun. Selain dari mindset orang masing-masing, etnisitas atau agama juga dapat menentukan tingkat kesantunan suatu aksi. Orang Amerika dan orang Indonesia memiliki tingkat kesantunan yang berbeda, terlihat dari gaya berpakaiannya. Masyarakat Amerika lebih tidak segan memakai pakaian yang lebih terbuka dibanding masyarakat Indonesia. Maka dari itu, bahasa dan tingkah laku saat bercakap harus juga diperhatikan dan disesuaikan dengan lawan bicara yang sedang dihadapi.
Dalam sebuah percakapan yang santun, harus ada tiga tindak atau unsur. Ketiga tindaknya adalah tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak lokusi merupakan ujaran atau pernyataan yang dikeluarkan oleh penutur. Tindak ilokusi adalah makna dari ujaran yang dikeluarkan penutur. Tindak perlokusi adalah efek atau tindakan yang dilakukan lawan bicara setelah kedua tindak sebelumnya. Salah satu contoh adalah jika ada yang berkata `ruangan sedikit panas’. Dalam pernyataan ini tindak lokusinya adalah kalimat ujaran itu sendiri. Tindak ilokusinya adalah mungkin si penutur ingin AC dinyalakan. Tindak perlokusinya bisa saja AC dinyalakan sesuai keinginan penutur, atau mungkin hal yang tidak diingini oleh penutur, misalnya diberi kipas atau AC tetap tidak dinyalakan.
Diatas merupakan penjelasan tentang kesantunan. Sekarang, saya akan menjelaskan teknik atau strategi yang dapat digunakan untuk menciptakan percakapan yang santun. Dalam bercakap dengan santun terdapat 4 strategi yang dapat digunakan. Yang pertama adalah strategi untung-rugi, dimana semakin penutur terdengar dirugikan, semakin santunlah ujarannya menurut sang lawan bicara. Dalam strategi ini, diperlukan delapan unsur atau maksim. Unsur-unsurnya adalah kebijaksanaan penutur, kerendahhatian penutur, kedermawanan penutur, pujian untuk lawan bicara, persetujuan dengan lawan bicara, pertimbangan oleh penutur, dan simpati untuk lawan bicara. Dengan 8 unsur ini, bila semuanya terlaksana dengan baik, pastilah percakapannya menjadi santun dan sopan.
Strategi yang kedua adalah pemberian pilihan untuk lawan bicara. Dengan diberinya pilihan, lawan bicara diberi hak untuk memilih, dan dikasan tidak memaksa. Semakin banyak pilihan yang ditawarkan, semakin santun kesan dari pernyataan sang penutur. Contoh-contoh pilihan yang dapat digunakan adalah seperti `jika tidak juga tak apa’ atau `jika tidak sekarang juga tak apa’.
Strategi yang ketiga adalah menggunakan kode. Jika penutur menyebut langsung maksudnya di rumah tamu misalkan, penutur akan dianggap tidak santun dan tindak perlokusinya juga tidak akan baik. Gunakan kode tidak langsung seperti kondisi ruangan, konsisi tubuh, atau lainnya. Strategi yang terakhir adalah anggap lawan bicara kurang akrab dengan kita. Sebagai contoh berbicara dengan teman dekat pasti akan lebih tidak santun dibanding dengan guru yang hanya sekedar mengajar.
Kesantunan pasti akan lebih terjaga ketika semua orang saling hormat satu dengan lainnya. Strategi di atas juga dapat digunakan untuk lebih mempersantun cara berbahasa kita. Tetap sana, tanpa rasa saling hormat dan toleransi semua strategi yang telah dijelaskan diatas tidak akan dapat berguna. Semoga melalui artikel ini kami semua dapat belajar berbahasa santun untuk memperbaiki bangsa dan generasi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H