Lihat ke Halaman Asli

Jason Dean Hunter

Penulis lepas

Filsafat Furnitur (1840) oleh Edgar Allan Poe

Diperbarui: 30 Januari 2025   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Membaca di Situs Bersejarah Nasional Edgar Allan Poe, Philadelphia, Amerika Serikat/https://www.nps.gov/thingstodo/poe-readingroom.htm

Ditulis oleh Edgar A. Poe

Diterjemahkan oleh M.D. Aditya

“FILSAFAT,” Hegel mengungkapkan, “tidak ada kegunaannya sama sekali dan, karena alasan ini, merupakan sebuah pencarian termulia, paling pantas untuk diberikan seluruh perhatian dan gairah kita” – sebuah pernyataan beraliran Coleridge, dengan tafsir yang mendalam dalam sekelebatan kata. Hanya akan membuang waktu saja untuk menganalisa paradoks tersebut—dan terlebih lagi dengan fakta bahwa tiada yang menolak manfaat filsafat, dan kegunaannya untuk berbagai tujuan. Ada sebuah alasan, orang-orang mengatakan, dalam memanggang telur, dan jelas ada filsafat dalam furnitur (perabotan) – sebuah filsafat yang tampak disalahpahami parah sekali oleh para orang Amerika dibandingkan bangsa-bangsa lain di muka bumi.

Dalam masalah dekorasi interior (selain arsitektur eksterior) rumah, Bangsa Inggrislah yang paling hebat. Masyarakat Italia jarang sekali tertarik pada persoalan hiasan selain marmer dan warna. Penduduk Perancis berpemahaman 'meliora probant, deteriora sequuntur'– orang-orang mereka lebih senang di luar ketimbang mempelajari dan memelihara penampilan rumah, yang tentu saja penghargaan mereka sangatlah tajam, atau setidaknya cukup teratur. Warga China, dan kebanyakan orang Timur, berpenampilan hangat tapi kurang berkelas. Penghuni Skotlandia bukanlah penghias yang layak. Bangsa Belanda hanya baru bisa membedakan tirai dan potongan kain. Bangsa Spanyol tergila-gila pada tirai—bangsa para Algojo. Orang-orang Rusia jarang menghias. Hiasan Suku Hotentot dan Kickapoos cukup layak untuk orang-orang seperti mereka—orang-orang Yankee saja yang terlalu parah.

Sebab fenoma tersebut jelas sekali. Kita (Orang-orang Amerika) tidak punya gelar melambangkan hubungan darah, dan oleh sebab itu, sebagaimana mestinya, kita yang terbiasa dengan gelar melambangkan harta, membanggakan kekayaan menjadi norma dan pengganti dari kebiasaan untuk menyombongkan keturunan di negara-negara monarki. Dengan perubahan yang tampak jelas, dan juga jelas kemana arahnya, kita sampai pada kecenderungan untuk sekadar menampilkan pemahaman kita pada selera. Lebih jelasnya, di Inggris, contohnya, sekadar pameran perabotan mahal seperti yang kita lakukan, bahkan tidak bisa memberikan kesan keindahan pada perabotan, ataupun selera dari yang mengaturnya—dan alasan inilah yang paling pertama mengapa kekayaan, sebuah tujuan termulia, di Eropa bukanlah penanda kaum Ningrat; dan, alasan kedua, mereka yang berdarah ningrat cenderung menghindari harga tinggi ketimbang mencarinya, sebagaimana yang terjadi pada persaingan orang kaya baru, bertahan pada batas dan pemahaman dalam selera yang lebih layak. Masyarakat kebanyakan cenderung untuk mengikuti kaum Ningrat, dan berujung pada selera yang layak (dan sama) tersebar luar. Tapi, di Amerika, dengan dollar sebagai penanda gelar tertinggi, pameran mereka, pada umumnya, menjadi satu-satunya pembeda antara kelas; dan masyarakat, mencari model-model kekayaan, secara tidak sadar menggabungkan kedua konsep yang jauh berbeda; keagungan dan kecantikan. Singkatnya, harga dari seperangkat perabotan, pada akhirnya bagi kita, menjadi satu-satunya syarat untuk kelayakannya dalam sudut pandang menghias. Dan syarat ini, saat menjadi norma, berujung pada seringnya salah mengira satu hal untuk yang lainnya, yang bisa dikaitkan dengan satu kesalahan mendasar.

Sedikit sekali hal yang bisa sangat menganggu dimata seorang artis melebihi interior yang disebut, di Amerika Serikat, sebuah apartemen ‘cukup’ terhias. Kekurangannya yang sering adalah keinginan terlalu untuk ‘kertataan’.  Kita menganggap ketertataan ruangan sebagaimana ketertataan lukisan; karena keduanya terpengaruh norma semesta yang mengatur segala bentuk seni; dan hukum sama yang digunakan untuk memutuskan nilai dari sebuah lukisan, memenuhi syarat untuk keputusan dalam menata sebuah ruangan. Keinginan untuk ketertataan terkadang dapat dilihat dari wujud barang-barang perabotan, tapi lebih sering terlihat pada warna atau penataan yang diterapkan. Seringkali mata akan terganggu oleh penataan tanpa seni mereka. Garis lurus terlalu jelas, tiada henti atau terhenti pada sudut yang tidak semestinya. Jika terdapat garis melengkung, hanya akan diulang untuk membuat pola. Ketelitian tidak pada tempat atau waktunya menghancurkan banyak penampilan ruang.

Tirai jarang dibuang, atau dipilih, dengan baik, untuk menekankan perabotan lain. Dengan perabotan dasar, tirai terlihat tidak sesuai, dan tirai dengan ukuran yang lebih, dalam keadaan apapun, tidak akan bisa mengikuti selera yang layak; detil yang rapi, serta pengaturan yang layak, tergantung pada karakter suasananya.

Carpets (https://mollaiancarpet.com/en/categories/rugs-and-carpets/persian-rugs/korassan-rugs/)

Karpet sudah dipelajari bahkan sejak zaman kuno, tetapi kita masih seringkali salah paham pada pola dan warnanya. Karpet adalah ruh dari kamar. Darinya bisa dipikirkan bukan hanya gelap-terangnya tapi juga bentuk perabotan yang tertata. Hakim hukum negara bisa jadi seorang manusia biasa, tapi hakim karpet haruslah seorang jenius. Meskipun demikian, aku sering mendengar orang-orang mempertimbangkan tentang karpet dengan pola domba dalam mimpi—"d’un mouton qui reve”—orang-orang seperti itu tidak boleh dan tidak layak dipercaya bahkan untuk menjaga kumis mereka sendiri. Semua tahu bahwa lantai luas perlu tertutup sosok yang besar, dan lantai sempit tertutup sosok yang kecil, tapi pengetahuan ini jarang diutamakan. Berbicara soal permukaan, karpet milik keturunan Saxon cukup layak. Brussels berselera kuno, dan selera Turki adalah selera orang sekarat. Persoalan pola, sebuah karpet janganlah terlalu terang dan warna-warni kontras layaknya suku Indian Arikara—berhiaskan merah kapur, kuning kayu, dan bulu ayam. Pola singkat, warna dasar kontras, dan lingkaran, yang tiada artinya sama sekali, adalah milik suku Median. Pola bunga-bunga menjijikkan, atau pengandaian objek sehari-hari sebaiknya tidak dipertahankan dalam batasan pemeluk Kristen. Memang sudah selayaknya, baik itu karpet, tirai, gantungan kertas, ataupun selubung Ottoman, hiasan penutup haruslah mengikuti batasan estetik Arab. Kain lantai antik yang sering kali terlihat di antara kerumunan kelas bawah—kain lebar, dipenuhi dan memamerkan ragam garis tidak beraturan, dan terhiasi ragam warna, yang sama sekali tiada keserasian—itu bukan lain hanyalah ciptaan dari orang-orang yang lebih mencintai persaingan dan harta—Anak-anak setan BaaL dan para penyembah Mammon—orang-orang, yang memandang remeh pemikiran dan pembahasan, menciptakan Kaleidoskop, kemudian mempatenkannya sebagai penghasil uang.

‘Kilauan’ menjadi sebab utama dari parahnya Filsafat Furnitur orang-orang Amerika—sebuah kejelekan yang jelas sekali adalah hasil dari parahnya selera yang telah dijelaskan. Kita terbutakan oleh gas dan kaca. Hal sepeti itu tidak layak dalam ruangan. Cahaya kasar dan tidak stabil menjadi penganggu pemandangan. Tiada orang yang punya mata dan otak akan menggunakannya. Cahaya secukupnya, atau yang seniman sebut remang-remang, dengan bayangan yang hangat, akan bepengaruh baik bahkan untuk ruang berperabotan tidak layak. Tiada yang lebih indah dari lampu astral. Apa yang kumaksud, jelas, lampu astral yang layak, dan tidak melenceng dari tujuannya – Lampu Argand dengan layar penutup bundar dalam bentuk aslinya, dan cahayanya yang teratur dan setara dengan sinar rembulan. Layar penutup lampu dengan potongan kaca adalah produk mengerikan musuh. Kesenangan yang orang dapatkan pada hal seperti itu, bisa dari kesan mencoloknya, tapi alasan utamanya adalah kemahalannya, kesimpulan yang sejalan dengan gagasan utamaku. Bukan untuk mengatakan bahwa pencipta dan pengrajin dari penutup lampu potongan kaca, adalah orang-orang yang hina dalam selera atau memandan sebelah mata makna dari selera. Cahaya yang berasal dari rongsokan mengerikan ini tidaklah setara, pecah, dan sangat menganggu. Lampu itu sendiri bisa merusak citra dan suasana ruangan yang disinari. Kecantikan wanita, terkhususnya, akan kehilangan pesona dalam cahayanya.

Lampu Argand (https://www.skinnerinc.com/auctions/2558M/lots/546

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline