Lihat ke Halaman Asli

Jason Kartasasmita

A Lover of Life

Skandal Pendidikan Indonesia: Pencabutan Gelar Profesor oleh Nadiem Makariem

Diperbarui: 17 Agustus 2024   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : dr.Taruna Ikrar (Tribun) vs Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (CNN Indonesia) 

Salah satu kasus yang cukup menghebohkan dunia pendidikan Indonesia adalah pencabutan gelar profesor dari dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., dosen di Universitas Malahayati, Lampung. Menurut penulis, langkah pencabutan ini merupakan tindakan yang tepat untuk menjaga kredibilitas dan integritas dunia akademik di Indonesia. Meskipun keputusan ini tidak mudah dan berdampak negatif bagi individu yang bersangkutan, langkah tegas seperti ini sangat diperlukan. Sanksi pencabutan gelar memberikan pesan yang jelas bahwa pelanggaran etika akademik tidak akan dibiarkan begitu saja. Selain itu, keputusan ini juga mengingatkan lembaga pendidikan agar selalu memegang standar tinggi dalam proses pemberian gelar dan melakukan evaluasi yang ketat terhadap para calon penerima gelar akademik.

Keputusan ini tampaknya didorong oleh laporan dari masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan investigasi mendalam. Meskipun alasan spesifik di balik pencabutan gelar ini belum sepenuhnya terungkap, kita bisa menduga bahwa hal ini berkaitan erat dengan klaim kontroversial Taruna Ikrar mengenai nominasi Nobel yang dipermasalahkan oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional. Penyelesaian kasus ini agaknya juga menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak mungkin merasa bahwa keputusan ini sudah tepat, namun ada juga yang berpendapat bahwa perlu adanya proses yang lebih transparan dan melibatkan lebih banyak pihak untuk mencegah kesalahan penilaian dan pengambilan keputusan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim secara resmi mencabut gelar profesor yang diberikan kepada dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., mantan guru besar di Universitas Malahayati, Bandar Lampung. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 48674/M/07/2023 dan dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2023. Keputusan ini diambil karena ditemukan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku terkait penyetaraan jabatan akademik dosen. Faktanya, Taruna Ikrar juga terlibat dalam kontroversi klaim nominasi Nobel yang dibantah oleh Ikatan Ilmuwan  Indonesia Internasional (I-4) pada tahun 2017 lalu. Pernyataan Ikatan Ilmuwan  Indonesia Internasional (I-4) didukung oleh surat resmi dari University of California yang menyatakan bahwa Ikrar Taruna tidak pernah masuk dalam nominasi Nobel. Akhirnya, Taruna Ikrar mengakui kekhilafannya dan menyatakan bahwa klaim tersebut didasarkan pada harapan untuk menjadi nominator Nobel Prize.

Secara faktual, pencabutan gelar akademik bukanlah hal baru, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Menurut data dari Kementerian Pendidikan, sejak tahun 2015 hingga 2022, setidaknya terdapat 15 kasus pencabutan gelar akademik di Indonesia yang sebagian besar disebabkan oleh pelanggaran etik, seperti plagiarisme dan klaim akademik palsu. Di Amerika Serikat, pada periode yang sama, tercatat sekitar 20 kasus serupa, menunjukkan bahwa masalah ini memang global. Fakta ini menekankan pentingnya sistem pengawasan dan evaluasi yang ketat untuk menjaga integritas akademik.

Jika dunia akademik dapat diibaratkan sebagai sebuah bangunan megah, maka kejujuran dan integritas adalah pondasi bangunan tersebut. Setiap pelanggaran etik adalah retakan yang dapat mengancam stabilitas bangunan tersebut. Pencabutan gelar profesor dalam kasus ini adalah langkah preventif untuk memperbaiki retakan tersebut agar bangunan tetap kokoh dan tidak runtuh. Dengan demikian, tindakan ini bukan hanya menjaga keutuhan dunia akademik, tetapi juga melindungi masa depan pendidikan yang berintegritas di Indonesia, sekaligus memberi pesan kuat bahwa pelanggaran etik tidak akan ditoleransi dalam dunia pendidikan Indonesia.

Disunting oleh: Ernestus Revan Yogantara Arjuna (XII-7/12)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline