Lihat ke Halaman Asli

jasminne fridayanti

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Eksistensi Kelompok Kepentingan dengan Diselenggarakannya Pilkada 2020

Diperbarui: 8 Desember 2020   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan Umum  pada 9 Desember 2020 nanti  diselenggarakan untuk memilih kepala daerah baru yaitu gubernur, bupati dan walikota di setiap wilayah Indonesia. Pemilu  merupakan konsekuensi dari negara demokrasi. Demokrasi berarti kedaultan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.  sebuah Demokrasi, negara hukum, dan negara kesejahteraan menjadi dasar dari penyelenggaraan pemilu. Secara teoristis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis

Namun tahun ini penyelenggaran pemilu sedikit menimbulkan kontra di masyarakat pasalnya wabah Corona Virus yang terjadi di Indonesia sejak bulan Maret lalu hingga sekarang semakin meresahkan Kesehatan masyarakat Indonesia. Sudah 9 bulan virus ini berdampak besar terhadap sector kesehatan public, sector perekonomian, sector Pendidikan, dan sector pemerintahan politik. Khususnya di sector pemerintahan public, telah mengakibatkan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 mengalami penundaan.

Bukan tanpa alasan menyarankan agar pilkada ditunda. berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati. Pasal 120 ayat (1) & (2) terdapat frasa bahwa pihak penyelenggara dapat menunda pilkada jika terjadi bencana non alam. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjadwalkan ulang pilkada menjadi tanggal 9 Desember 20202. Keputusan tetap menyelenggarakan pilkada 2020 tersebut tentunya menimbulkan perdebatan di masyarakat. Menyikapi beberapa tahapan pilkada pada masa pandemic COVID-19 dapat menimbulkan berbagai dampak dalam penyelenggaraannya.

Masyarakat khawatir penyelanggaraan pilkada 2020 dapat menyebabkan adanya  klaster baru penyebaran  virus saat pemilihan kepala daerah berlangsung mengingat bahwa tingkat penularan covid ini makin hari makin bertambah. Pada 3 Desember 2020  konfirmasi positif corona di Indonesia perhari bertambah menjadi 8.369 pasien positif virus corona. Hal ini menyebabkan kekhawatiran masyarakat semakin bertambah jika kegiatan ini tetap berlangsung karena keselamatan masyarakat  jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanan pemilkada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19. Berbagai kalangan mendesak  meminta agar pemerintah mempertimbangkan Kembali pilkada yang akan dihelat 9 desember esok. Mereka yang mendesak penundaan pilkada, di antaranya Komnas HAM, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Komnas HAM menilai penundaan Pilkada 2020 memiliki landasan yuridis yang kuat dan apabila tetap dilaksanakan justru berpotensi melanggar HAM seperti hak untuk hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman. Namun desakan dari masyarakat tersebut mendapat penolakan.

 Pemerintah menolakan desakan dari masyarakat untuk penundaan pilkada ditengah pandemi dan tetap bersikukuh untuk melaksanakannya hal ini tidak menutup kemungkinan adanya dorongan dari kelompok tertentu yang memiliki kepentingan dengan memberikan pendapat terhadap system pemerintahan untuk kepentingan masyarakat ataupun kelompok itu.  Kelompok kepentingan dalam konteks politik adalah  kumpulan orang-orang dengan tujuan yang sama untuk mempengaruhi public dan kebijakan yang diambil oleh para pemimpin.  Walaupun tidak terlibat secara langsung dalam pemilu atau terorganisasi sebagai partai politik, kelompok kepentingan dapat mempengaruhi berjalannya system suatu pemilu.

Kelompok kepentingan merupakan factor penting dalam berjalanya demokrasi yang sehat. Peran mereka dalam intregasi kepentingan menjadi kekuatan politik. Kelompok kepentingan juga mendorong demokrasi yang sehat dalam membuka jalan alternatif untuk partisipasi dalam politik dan memberikan edukasi politik.

Berjalannya suatu demokrasi yang sehat yaitu dengan melaksanakan pemilu secara berkala setiap 5 tahun sekali atau betepatan dengan habisnya masa jabatan pemimpin tersebut. Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat, Pemilu sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin.

Untuk mewujudkan mekanisme demokrasi di negeri ini maka kelompok kepentingan atau bisa disebut dengan KPU tentunya menuntut pemerintah untuk tetap menjalankan proses pemilihan umum esok, apabila pemilu tahun ini ditunda maka tidak ada kepastian untuk dilaksanakannya karena bencana virus  covid   akan menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan karena tidak ada satupun orang atau Lembaga yang bisa memastikan kapan Virus Corona ini berakhir. Dengan ditunda Pilkada ini menyebabkan juga menurunnya potensi kualitas demokrasi. selain itu, jalannya suatu negara demokrasi  maka hak konstitusi rakyat untuk memilih dan dipilih dalam pilkada 2020 harus berlangsung. pertimbangan lainnya yakni terkait tata kelola anggaran. Karena jika pelaksanaan Pilkada dilakukan pada tahun 2021 mendatang, maka tidak akan sesuai dengan aturan tata kelolan anggaran yang telah ada. kondisi Indonesia saat ini yang tengah mengupayakan untuk menerapkan tatanan kehidupan baru di tengah pandemi COVID-19 sehingga pemerintah dan masyarakat  menata kehidupan baru dalam rangka untuk beradaptasi dengan situasi pandemi. jika KPU tidak melanjutkan kembali tahapan dan pelaksanaan Pilkada, maka itu dapat menimbulkan pertanyaan dan pandangan miring di tengah masyarakat.

Kelompok kepentingan dalam system negara menganut demokrasi mendapatkan ruang yang cukup luas, sehingga pemerintah membuat Undang-undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 Agustus 2020 di Jakarta. Dan akan tetap dilaksanakan pada 9 desember 2020.

Namun biasanya juga kelompok kepentingan ini  seringkali dianggap negative oleh kalangan awam yang menghubungan kelompok kepentingan dengan oligarki dalam politik. Menginat kekosongan jabatan yang menjadi ketakutan elite politik.  Dalam pasal 201 ayat (11) undang-undang nomer 10 tahun 2016 telah mengatur jika terjadi kekosongan jabatan, maka diangkat penjabat bupati/walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan walikota. Elit politik beralasan bahwa pemilihan kepala daerah tetap dilaksanakan untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Hal ini yang bisa menimbulkan presepsi negative tetang kelompok kepentingan di tengah-tengah masyarakat. Ambisi berkuasa namun mengorbakan keselamatan rakyat adalah hal yang salah.

Pilkada pada 9 desember nanti dilaksanakan dengan konsep New Normal dimana penerapan protocol Kesehatan yang ketat. Setiap aktivitas, proses dan tahapan pilkada harus sesuai dengan protocol Kesehatan, termasuk ketika pelaksanaan hak suara di TPS. KPU menyarankan untuk melakukan kampanye virtual walaupun kampanye secara tatap muka itu lebih baik. media social juga dapat membantu sosialisasi informasi pilkada serentak secara massif dan efisien, pertimbangan  ini dilakukan untung tetap menjaga keberlangsungan system demokrasi dan menjaga Kesehatan masyarakat sehingga tidak ada satupun yang dipertaruhkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline